"Ini hanya rasa cinta sesaat kan, ya Tuhan?"
-Zahra Fathiya Khadijah
Tandai bila ada typo
***
Hari ahad yang menjengkelkan, padahal Zahra sudah berniat ingin maraton menonton drama korea kesukaan nya. Namun pada siang menjelang sore hari ini, umi Aisyah mengganggu kegiatan menonton nya. Meminta Zahra agar membantu nya di dapur.
"Umi, kenapa harus sebanyak ini sih? Kita cuma undang tamu 1 orang loh, mi. Bukan 10 orang, Ara yakin si dosen itu juga gak akan makan sebanyak ini." Protes Zahra, ia dibuat tidak habis pikir dengan hidangan yang akan umi nya siapkan ini.
"Sstt, gak usah berisik, Ra. Kamu cukup bantu umi, itu tolong cuci sayuran yang ada di atas meja sana."
Dengan sangat amat terpaksa, Zahra menuruti segala macam suruhan yang dilontarkan umi nya. Mulai dari mencuci sayuran, memotong bawang dan cabai, menumis bumbu, dan lain lain. Terlalu sering membantu umi nya di dapur, membuat keahlian Zahra dalam memasak meningkat. Dengan sikap manja nya, Zahra bisa memasak makanan yang sangat lezat.
Hingga pukul 17.28 sore, mereka baru selesai berkutat di dapur.
"Udah kan mi? Ara mau sholat magrib, abis itu mau drakoran ya, babay umi ku sayang."
Baru satu langkah ia menggerakkan kaki, pergelangan tangan nya sudah di tahan oleh umi Aisyah. Zahra berbalik, terlihat umi nya tengah menggelengkan kepala, tanda tidak setuju dengan rencana Zahra selanjutnya.
"Eitss, habis ini kamu mandi, lalu sholat. Berpakaian yang rapih, kamu ikut makan malam menyambut Rizki."
Kedua bola mata Zahra membulat, "Gak bisa gitu dong mi, Ara gak mau ketemu dosen itu lagi. Udah cukup Ara ketemu dia tiap di kampus, Ara gak mau lagi ketemu dia di luar jam kuliah. Lagian apa banget deh, segala menyambut gitu, mi."
"Umi gak menerima penolakan, Ra. Ini juga perintah dari abi, kalau kamu mau bantah, silahkan ke abi mu langsung, sebentar lagi dia pulang."
Zahra memelas, membantah perkataan abi nya? Oh tidak, mana berani Zahra. Bisa-bisa ia disuruh menghafal banyak hadits dan surah dalam Al-Qur'an, ia tidak akan membiarkan itu terjadi. Membayangkan nya saja sudah membuat kepalanya berputar.
"Umi, plis kali ini tolong bantu Ara. Ara gak mau ketemu Pak Rizki, mi." Wajah nya dibuat semenyedihkan mungkin, berniat membuat sang umi luluh.
"Jangan kaya gitu, Ra. Aneh kalau kamu kaya gitu, jelek muka mu, udah sana cepat mandi. Lagipula yang di tolong Rizki itu kamu loh, bukan umi ataupun abi. Anggap ini ucapan terima kasih kamu setelah ditolong nya beberapa hari yang lalu."
"Ara kan udah bantu umi masak buat makan malem sama pak Rizki, itu udah bisa dibilang ucapan terima kasih kan, mi?" ia masih terus membujuk umi Aisyah, benar-benar tidak ingin menampakkan lagi wajah nya di depan Rizki selain di kelas.
Mendengar itu, umi Aisyah hanya mengedikkan bahu. Tidak peduli pada rengekan putri bungsu nya yang sangat amat manja itu.
Melihat tidak ada belasan kasihan dari umi Aisyah sedikitpun Zahra benar-benar pasrah, Kali ini sudah dipastikan umi Aisyah tidak akan mau membantu nya.
Ia berjalan gontai menaiki anak tangga, menuju ke kamar nya. Sesuai perintah sang umi, ia akan mandi, sholat, lalu berpakaian rapih.
Tunggu, berpakaian rapih? satu ide jahil terlintas di otak nya, berpakaian rapih kali ini sesuai keinginan Zahra tidak apa apa kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Zahra: Te amo, my Lecturer
Ficção AdolescenteCERITA INI DIBUAT BERDASARKAN PEMIKIRAN PENULIS, HARAP BIJAK, AND DON'T COPY MY STORY⚠️ [BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] °•°•°• Kedatangan dosen baru di kampus nya membuat satu fakultas heboh. Bagaimana tidak? Ganteng, tubuh atletis, cool, dan yan...