Halo, namaku Agnes, tahun ini aku memulai perjalananku sebagai siswi SMK. Di lingkungan yang baru ini, aku bertemu dengan berbagai macam teman. Ada yang baik, ramah, rajin, pintar, usil, tengil, dan lain-lain.
Aku bertemu dengan Nabila, dia sahabatku. Nabila cantik dan manis, dia juga adalah orang yang suka kebersihan. Pernah pada suatu hari, aku dan Nabila tengah membeli jajan di kantin sekolah. Saat kami berjalan ada sekelompok kakak kelas laki-laki yang melemparkan sampah-sampah minuman mereka sembarangan. Nabila tak tinggal diam, dia memunguti sampah-sampah minuman itu lalu membuangnya ke tempat sampah di dekat sana.
"Nabila, emang kamu nggak merasa jijik?" Aku bertanya kepadanya.
Nabila menggeleng, "Nggak."
Aku mengangguk pelan, sudah terbiasa dengan kebiasaan milik Nabila. Kami kembali berjalan menuju kelas kami. Sesampainya di depan kelas, kami melihat tempat sampah yang ada disana tumpah dan sampahnya berserakan.
"Astaghfirullah, kenapa bisa tumpah?" seru Nabila dengan nada kesal. Ia segera melangkah maju dan mulai memunguti sampah-sampah yang berserakan di sekitar tempat sampah yang tumpah itu. Aku hanya bisa menatapnya, merasa kagum sekaligus sedikit bersalah karena tidak langsung membantunya.
"Ayo, Agnes, bantuin aku! Kalau sampahnya dibiarkan begini, nanti kelas kita jadi bau," kata Nabila sambil tersenyum ke arahku.
Aku akhirnya ikut berjongkok dan mulai membantu Nabila memunguti sampah-sampah itu. Di benakku, aku bertanya-tanya kenapa Nabila selalu begitu peduli terhadap hal-hal kecil seperti kebersihan ini. Bagiku, itu sesuatu yang sederhana dan sering diabaikan oleh banyak orang, tetapi Nabila memperhatikan bahkan detail terkecil.
Setelah selesai membereskan sampah, kami masuk ke kelas dengan perasaan sedikit puas. Kelas kami sendiri terletak di pojok gedung sekolah, jadi biasanya sepi dan tidak banyak dilalui oleh siswa lain. Kelas ini sudah menjadi tempat kami untuk berbagi cerita dan menghabiskan waktu bersama saat istirahat.
Hari demi hari berlalu, aku mulai merasa nyaman dengan kehidupan baru di SMK ini. Aku dan Nabila semakin akrab, hingga suatu hari, di tengah jam istirahat, Nabila bercerita tentang mimpinya.
"Agnes, aku ingin sekali menjadi orang yang bisa menginspirasi banyak orang," ucap Nabila sambil memandang jauh ke luar jendela kelas.
"Maksudmu gimana?" tanyaku penasaran.
Nabila menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Aku ingin jadi seseorang yang bisa membuat orang lain sadar tentang pentingnya kebersihan, bukan hanya di sekolah, tapi di mana saja. Aku ingin mulai dari hal kecil seperti ini, siapa tahu suatu hari nanti orang-orang bisa mengikuti."
Aku terdiam, memikirkan betapa mulianya niat Nabila. Di usianya yang masih muda, dia sudah punya pemikiran yang jauh lebih matang dariku. Aku hanya bisa tersenyum sambil menatapnya, merasa beruntung memiliki sahabat seperti dia. Namun, tak semua orang memahami apa yang dilakukan Nabila. Beberapa teman di kelas kami bahkan sering mengejeknya karena terlalu serius dengan urusan sampah. Mereka menganggap Nabila terlalu repot dan tidak bisa santai.
"Kenapa sih kamu repot-repot peduliin sampah? Itu kan bukan tugasmu!" ucap salah satu teman sekelas kami, Dimas, suatu hari saat Nabila sedang membersihkan sampah di halaman sekolah.
Nabila hanya tersenyum tenang, "Karena kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi?"
Dimas mendengus dan pergi, tetapi aku tahu dalam hati Nabila, dia pasti merasa terluka. Melihat itu, aku mencoba memberinya semangat. "Jangan hiraukan mereka, Nabila. Aku tahu kamu punya niat baik," kataku sambil menepuk pundaknya.
Nabila tersenyum kecil padaku. "Terima kasih, Agnes. Kamu selalu ada buat aku."
Sejak kejadian itu, aku makin sering menemani Nabila dalam aksinya menjaga kebersihan sekolah. Kami kadang membersihkan halaman, merapikan meja kelas, hingga mengumpulkan plastik bekas botol minuman untuk didaur ulang. Perlahan, beberapa teman lain mulai ikut membantu, meskipun masih ada yang mencemooh.
Hingga pada suatu hari, kami mendapat kabar kalau sekolah akan mengadakan lomba kebersihan antarkelas. Nabila sangat bersemangat mendengar kabar itu. "Ini kesempatan kita, Agnes! Kalau kita menang, pasti teman-teman yang lain juga akan lebih menghargai kebersihan!" katanya penuh antusias.
Aku tak seantusias dia, tapi aku tahu ini penting baginya, jadi aku ikut mendukung penuh. Kami mulai mengajak teman-teman kelas untuk bersama-sama mempercantik kelas. Mulai dari menghias dinding kelas dengan poster-poster bertema lingkungan, hingga membuat tempat sampah terpisah untuk organik dan non-organik.
Awalnya, tidak mudah mengajak teman-teman untuk terlibat. Banyak yang merasa malas dan menganggap usaha ini sia-sia. Tapi Nabila tidak menyerah. Ia dengan sabar mengajak dan memberi pengertian tentang betapa pentingnya menjaga kebersihan, bukan hanya demi memenangkan lomba, tetapi juga demi kenyamanan bersama.
"Ayo, kita pasti bisa bikin kelas kita jadi yang paling bersih di sekolah! Nanti kita bisa bangga, loh," katanya dengan semangat di depan teman-teman sekelas. Kata-kata Nabila ternyata berhasil memotivasi sebagian besar teman kami, termasuk Dimas yang dulu sering mencemoohnya.
Hari perlombaan pun tiba. Juri berkeliling ke setiap kelas untuk menilai kebersihan dan kerapian. Saat mereka tiba di kelas kami, aku merasa sedikit gugup, tetapi Nabila tampak tenang dan percaya diri. Ia bahkan sempat menjelaskan kepada para juri tentang upaya yang telah kami lakukan untuk menjaga kebersihan kelas.
Setelah penilaian selesai, hasil lomba diumumkan pada hari itu juga. Ketika nama kelas kami disebut sebagai pemenang, seisi kelas bersorak gembira. Nabila langsung memelukku dengan wajah penuh kebahagiaan. "Terima kasih sudah mendukung aku, Agnes. Aku nggak akan bisa melakukan ini tanpa kamu."
Aku tersenyum dan mengangguk, merasakan hangatnya kebahagiaan Nabila yang mengalir kepadaku. Aku bangga melihat sahabatku yang penuh semangat dan cita-cita. Lomba ini bukan hanya soal piala atau pujian, tapi juga tentang bagaimana Nabila berhasil mengubah pola pikir teman-teman kami tentang kebersihan.
Setelah kemenangan itu, banyak siswa lain yang mulai mengikuti jejak Nabila untuk menjaga kebersihan di sekolah. Tempat sampah mulai terisi dengan benar, dan halaman sekolah tidak lagi dipenuhi dengan sampah plastik. Nabila benar-benar berhasil menjadi inspirasi bagi banyak orang di sekolah kami.
Namun, di balik semua keberhasilan itu, ada saat-saat di mana Nabila tampak lelah. Suatu sore, setelah jam pelajaran selesai, aku melihatnya duduk sendirian di bangku taman sekolah. Aku menghampirinya dan duduk di sampingnya.
"Kamu kenapa, Nabila? Capek, ya?" tanyaku pelan.
Nabila mengangguk sambil menatap langit yang mulai berwarna jingga. "Kadang, aku merasa apa yang aku lakukan ini nggak ada artinya. Banyak orang yang masih buang sampah sembarangan, padahal aku sudah berusaha keras."
Aku terdiam sejenak, lalu berkata, "Nabila, mungkin kamu nggak sadar, tapi kamu sudah mengubah banyak hal. Lihat teman-teman kita sekarang, mereka jadi lebih peduli sama kebersihan. Itu semua karena kamu. Jangan menyerah, ya."
Nabila tersenyum tipis dan memandangku. "Kamu benar, Agnes. Mungkin aku harus lebih bersabar."
Aku mengangguk. "Kamu tahu nggak, aku bangga banget punya sahabat seperti kamu. Kamu itu kuat dan selalu punya semangat untuk hal-hal baik."
Kami berdua tertawa kecil. Hari itu, aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu mendukung Nabila, apapun yang terjadi. Karena di balik setiap niat baik, pasti ada rintangan yang harus dihadapi, dan aku tahu, bersama-sama, kami bisa melewatinya.
Kehidupan sekolah kami terus berlanjut, tetapi tidak pernah lagi sama. Nabila berhasil membawa perubahan, bukan hanya bagi kelas kami, tapi juga bagi sekolah kami. Aku belajar banyak darinya, tentang keberanian untuk peduli pada hal-hal kecil yang sering diabaikan, tentang keteguhan hati, dan tentang betapa pentingnya dukungan seorang sahabat.
Dan aku tahu, meskipun perjalanan kami di SMK ini baru saja dimulai, masih banyak cerita lain yang akan kami tulis bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat dalam Kebersihan
ContoCerita pendek ini berkisah tentang persahabatan antara Agnes dan Nabila, dua siswi SMK yang menjalani kehidupan sekolah bersama. Di lingkungan baru mereka, Agnes mengagumi sosok Nabila yang penuh semangat menjaga kebersihan dan memiliki impian mulia...