Prolog

7 2 0
                                    

Hujan turun dengan deras, mengguyur kota Lunarin selama beberapa jam. Hujan tak kunjung berhenti, Alex memutuskan untuk duduk dekat jendela rumahnya. Di balik jendela kaca yang retak, Alex memutuskan untung merenung, ia memperhatikan tetes air yang mengalir. Hatinya kosong, sepi, tak berdaya menghadapi kebencian yang tak pernah bisa ia pahami. Semakin ia merenung, semakin ia merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Di usia 18 ini Alex benar benar dituntut untuk mencari pekerjaan tanpa henti, dia dipaksa untuk bertahan hidup di kota yang tenggelam dalam krisis keadilan.
Lunarin tampak suram, seperti terbungkus kabut suram dan gelap yang menekan setiap jiwa yang lemah. Hukum di kota ini tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Orang-orang yang tak berpunya diperlakukan seperti sampah, diinjak-injak tanpa belas kasihan. Bagi Alex, Lunarin bukan hanya sekadar kota, melainkan neraka yang berputar tanpa akhir, tempat di mana keadilan hanyalah ilusi.

Setiap hal yang Alex impikan dihancurkan oleh pertengkaran kedua orang tuanya, kecerdasannya seakan tak berarti dan keberadaan nya hanya dianggap sebagai beban, ia sudah muak mendengar segala cibiran, caci maki, dan tudingan orang tuanya. Semua berubah semenjak keluarganya mengalami krisis ekonomi, sisi sisi busuk orang tuanya secara perlahan terkuak. Sosok ayah yang biasanya senyum, kuat, penuh tanggung jawab, kini digantikan oleh sosok bayangan yang menjijikkan, sosok pemabuk, pemarah, dan suka menuntut. Ibunya tak jauh berbeda, dulunya sosok yang lembut, selalu mendukung, murah senyum, sekarang digantikan oleh sosok bayangan yang menjengkelkan, sibuk mencari kesalahan orang lain dan menciptakan jurang yang semakin lebar di antara mereka.

Untuk pertama kalinya, Alex merasakan kebencian yang sangat kuat, dia tidak lagi menyayangi kedua orang tuanya. "Memang benar, dunia ini sengaja bikin aku krisis kewarasan" Pikir Alex disaat duduk termenung. Air hujan terus mengguyur kota Lunarin, Alex semakin hanyut dalam pikiran suramnya. Setiap tetes air seakan akan menggambarkan rasa sakit yang terpendam dalam hati Alex. "Hebat, bahkan hujan biasa bisa bikin gila." Gumamnya sambil menatap langit gelap diatas rumahnya. Wajah orang tuanya mendadak muncul di benak Alex, tetapi kali ini tidak ada rasa kasih sayang sama sekali, ia menggenggam tangannya secara kuat sebagai ekspresi kemarahan dan kekecewaannya. "Bajingan, kalo gamau punya anak, gausah buat lah anjing!" Ucapnya pelan, setiap kata yang keluar terasa seperti duri yang menusuk jiwanya, seakan-akan mengeluarkan semua rasa sakit yang terpendam.

"Nggak.. Aku gabisa terus hidup di dalam neraka ini" Pikirnya, berusaha untuk fokus dengan jalan hidupnya setelah ini. Dengan langkah mantap, dia mengarahkan pandangannya ke jalanan yang basah di luar. "Entah bagaimana caranya, aku akan menemukan pekerjaan. Curang atau tidak, yang penting aku bisa dapat duit instan." Ucapnya dengan ketegasan, dia benar benar berusaha untuk memperbaiki hidupnya. Alex menarik napas dalam dalam mengumpulkan keberanian untuk mengambil jalan pintas yang penuh resiko. Lagipula, baginya Bumi tidak akan berhenti berputar disaat dia menderita.

Dia melangkah ke luar rumah, membiarkan hujan menyapu wajahnya. Setiap tetes air yang jatuh terasa seperti sebuah tantangan, memanggilnya untuk bergerak maju. "Hari ini adalah titik balik" Pikirnya. Dengan tekad yang membara, Alex berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan kembali ke kehidupan yang menyedihkan dan menjijikkan itu. "Ntah apapun yang terjadi, aku akan bertahan." Hujan mungkin mengguyur Lunarin, tetapi harapan baru mulai bersinar di dalam hatinya. Dia siap menghadapi dunia, apa pun yang menantinya.

Crimson BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang