Dua tiga beli parfum
Siap-siap tersenyum***
Lucy tidur cukup lama hingga saat bangun sudah berada di kamar Jeha. Namun, cowok itu tidak ada di kamarnya. Saat menengok jam di dinding kamar Jeha, waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Karena gerah, Lucy memutuskan untuk mandi setelah meyakini bahwa Jeha berada di ruang kerjanya. Selepas mandi dia baru menemui Jeha.
"Oh, kebangun ya?" tanya Jeha saat melihat Lucy membuka pintu. Dia mengalihkan sejenak pandangannya pada layar komputer untuk mengikuti pergerakan Lucy yang datang sampai mengambil duduk di sofa ruangan tersebut.
"Udah mandi juga," balas Lucy santai.
"Loh, tadi belum mandi emangnya?"
"Belom lah."
"Laper nggak?"
"Nggak sih. Tadi masih nagntuk, tapi abis mandi malah ilang ngantuknya. Lo sendiri lagi nulis?"
"Iya. Satu bab lagi bakal kelar nih cerita."
Lucy manggut-manggut. "Gue duduk di sini nggak ganggu lo, kan?"
"Nggak kok. Mau lo sambil kayang pun gue nggak bakal kedistrak, asal jangan berisik."
"Hehe, pengen play lagu Korea."
"Mending keluar." Jeha mengultimatum.
"Siap, maaf, Baginda." Lucy terkikik. Cewek itu sengaja menggoda Jeha.
Jeha kembali fokus pada layar komputernya. Lucy memutuskan untuk melakukan touring di ruangan tersebut. Ruangan tersebut sangat khas dengan kepribadian Jeha. Aromanya pun mirip seperti Jeha dan sudah barang tentu tidak ada lukian Jane di sana. Kalau Jeha jujur, lukisan itu sudah diturunkan setelah pertemuannya dengan Jane waktu itu di Kafe Amour. Alias hari di mana Jane menegaskan bahwa mereka tidak bisa bersama.
Merasakan tempat itu amat nyaman, Lucy jadi betah. Karena tidak ingin mengganggu Jeha, dia mengambil sebuah buku untuk dibaca. Namun, baru saja membaca sinopsis novel karya Jonstein Garder berjudul Dunia Shopie tersebut, Lucy justru kembali menutupnya. Tiba-tiba dia memiliki bahan obrolan untuk dikatakan pada Jeha.
"Je, lo pasti belum pernah lukis gue, kan?"
Otomatis gerakan jari Jeha berhenti sejenak di atas keyboard. Mata cowok itu berpindah dari layar komputer ke arah Lucy.
"Kenapa tiba-tiba nanya?" tanyanya dengan intonasi penuh keheranan.
"Kepo sih, soalnya kita kan baru ketemu. Misal nih misal, lo merem aja kayaknya wajah gue belum kelihatan banget di bayangan lo."
Jeha memiringkan kepala, tapi memilih tidak mengatakan apa-apa. Matanya fokus memandang Lucy yang kini menaruh atensi penuh padanya.
"Ngelukis orang tuh susah nggak sih, Je? Gue orang yang nggak bisa ngelukis makanya gue suka fotografi. Bagi gue, selama gue bisa ngambil foto yang bagus, gue nggak perlu melukis. Melukis tuh hobi mahal bagi gue yang gampang bosan."
"Lo nggak gue lukis pakai kuas, tapi pakai stylus pen," jawab Jeha kemudian. Cowok itu mengabaikan tanya Lucy seputar susah tidaknya melukis manusia.
Lucy terperanjat. "Hah, masa?"
"Cek aja di iPad gue. Meskipun belum banyak, tapi gue beneran lukis lo tanpa lihat foto," kata Jeha sambil menggerakkan dagu menunjuk iPadnya yang tergeletak di atas meja.
Buru-buru Lucy membuka iPad tersebut. Cewek itu larut menggulirkan layar iPad tanpa menyadari bahwa kini Jeha mengambil duduk di sampingnya. Cowok itu duduk dengan kalem sambil mengamati wajah Lucy dari jarak yang lumayan dekat. Lucy terlihat girang karena menemukan beberapa lukisan wajahnya di sana. Matanya berbinar dan senyumnya merekah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Sequence | YJ
Storie d'amore[On-going] Jeha pernah bilang pada Lucy bahwa cewek itu tidak layak menjadi peran utama dalam kisah asmaranya, tapi Jeha menjilat ludahnya sendiri. Gara-gara kucing, mereka jadi meowlove satu sama lain. Tentu saja dengan bumbu dramatis yang sedikit...