6. Kokas

45 9 0
                                    

Senin merupakan hari yang paling menyebalkan. Termasuk untuk Elang sendiri. Selain karena dia harus masuk kerja, dia juga kesal ke dirinya sendiri. Dia menyalahkan dirinya karena telah memaksa Ira untuk ikut acara reunian. Dia tahu Ira tidak akan bersemangat lagi untuk menghadiri acara yang berkaitan dengan organisasi yang mereka ikuti ketika kuliah dulu, semenjak konflik antara gadis itu dengan Raka dan Jia dua tahun lalu.

Kemaren saja, Ira hanya pamit dan pergi begitu saja dari kafe tempat mereka reunian. Kalau Elang tidak sempat melihat ke arah Ira berjalan, mungkin gadis itu sudah pulang naik KRL ke Depok. Bahkan, selama perjalanan pulang pun, Ira lebih banyak menyumpah serapahi Raka. Itu bukanlah Ira yang dia tahu, yang bakal memaafkan orang lain dengan mudahnya.

Memang, sebenarnya sikap Ira saat ini merupakan puncak kemarahannya terhadap Raka yang sudah dia tahan bertahun-tahun. Namun, Elang juga tidak bisa menahan amukan gadis itu dan membuatnya jinak. Bahkan, hari ini pun Ira sepertinya tidak mood untuk kerja. Untung saja, kata dia hari ini tidak ada kegiatan ke sekolah. Elang bisa memastikan Ira keluar kamar agak siangan. Lalu, pergi ke kafe atau ke Perpustakaan UI. Dia pasti akan melamun dan memikirkan banyak hal. Terus, overthinking.

Kalau sudah begini, hanya satu solusinya. Ira harus bertemu Javas. Mereka harus senang-senang. Namun, sebelum Elang menyuruh Javas bertemu dengan Ira, dia juga harus memperingati lelaki itu untuk mengajak Ira bersenang-senang seperti pergi main, karaoke atau menonton film. Pokoknya, jangan aneh-aneh, seperti yang sudah-sudah.

Menjelang makan siang, Elang langsung berjalan menuju meja kerja Javas. Lelaki itu tampak masih sibuk dengan kerjaannya. Elang menatap lelaki yang kini tengah fokus dengan layar laptopnya. Kacamata bertengger di hidung mancungnya. Dahi sedikit berkerut karena sedang menganalisis feedback dari konsumen terkait aplikasi milik perusahaan mereka.

"Jav, makan siang yuk!" Ajak Elang. Javas langsung mengangkat kepalanya. Menatap Elang yang kini sudah berdiri di depan meja. "Heh, pipi lu kenapa?" Tanya lelaki itu ketika dia sadar kalau di wajah Javas ada luka.

Javas sempat terdiam sejenak. Lalu, tersenyum tipis. "Gue jatuh kemaren."

"Hati-hati!"

Hanya tawa yang menjadi balasan dari perkataan Elang.

"Makan yuk! Udah jam istirahat juga."

"Bentar."

"Kerjaan lu bisa lu lanjutin nanti. Ada hal penting yang mau gue bicarain."

Javas sempat terdiam. Dia menatap Elang lurus. Dia mengerti kode yang rekan kerjanya itu sampaikan. Buru-buru lah dia menutup dokumen feedback itu. Lalu, dia pun menghidupkan mode sleep di laptopnya.

Lima belas menit kemudian, Javas dan Elang sudah berada di warung belakang kantor mereka. Tidak terlalu banyak pegawai kantor mereka yang makan di sini karena akses yang cukup susah. Namun, tempat ini jadi tempat terbaik untuk Javas dan Elang kalau mereka membahas Ira. Ya, tentu saja selain rooftop kantor.

"Lu enggak lembur kan?" Tanya Elang to the point seraya menyendok nasi.

"Belum tahu, tapi kemungkinan enggak sih."

"Ajak Ira main, gih."

Javas menatap Elang bingung. Tumben lelaki yang kini duduk di hadapannya, menyuruh dia pergi dengan sahabatnya. Padahal, anaknya kadang suka memarahinya kalau ketahuan membawa Ira pergi main.

"Ya, anaknya lagi bad mood," lanjut Elang yang tahu maksud tatapan Javas. "Kemaren gue ajak dia reunian, tapi ya gitu."

"Ya gitu gimana?" Tanya Javas semakin bingung.

"Lu tahu enggak, kenapa Ira mau ikut study exchange padahal jadwal pendaftarannya udah mau mepet?"

Javas hanya menggelengkan kepala. Ya, dia sempat dengar dari Elang dan beberapa mahasiswa Indonesia yang ikut study exchange pada saat itu, kalau Ira memasuki berkas tempat beberapa hari sebelum pendaftaran ditutup. Namun, dia tidak pernah tahu alasan, kenapa Ira melakukan itu.

APT. (아파트)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang