Detik-detik berlalu terasa seperti menit, dan menit terasa seperti berjam-jam bagi Cassandra. Ruang tunggu rumah sakit itu semakin menyesakkan. Lampu neon yang dingin memantul dari dinding putih, menciptakan suasana yang tak nyaman dan menyeramkan. Pandangan matanya kosong, menatap lantai yang mengilap, tapi pikirannya melayang ke saat-saat sebelum semuanya berubah. Senyum Anastasia, tawa kecilnya yang menenangkan, dan percakapan mereka yang biasa diiringi cangkir kopi di kafe favorit mereka—semuanya tampak begitu jauh sekarang, seolah-olah hanyalah mimpi yang samar.
Cassandra menggigit bibir bawahnya, merasakan rasa asin darah di mulutnya. Kepanikan, rasa bersalah, dan frustasi berkelindan di dadanya, menyesakkan seperti tali yang semakin kencang di lehernya. "Tolonglah, Tuhan," bisiknya tanpa suara, tanpa menyadari bahwa ia sedang berdoa, memohon agar semua ini hanyalah mimpi buruk yang bisa ia bangun darinya.
Di sisi lain, Ryan duduk dengan ekspresi resah. Wajahnya kaku, dan ia terus-menerus melirik ke arah Cassandra, seakan berharap ia akan menyerah dan mengikutinya keluar dari tempat itu. "Cassandra, kita tidak bisa terus di sini," katanya, memecah keheningan dengan nada mendesak. "Kita perlu pergi, sekarang."
Cassandra mengangkat wajahnya, menatap Ryan dengan tatapan tajam yang dipenuhi emosi. "Aku sudah bilang, aku tidak akan pergi ke mana-mana. Tidak sebelum aku tahu Anastasia baik-baik saja," jawabnya tegas, suaranya sedikit gemetar, tapi tidak bisa disangkal betapa kuat tekadnya. "Dia butuh aku. Aku tidak akan meninggalkannya."
Ryan mendesah frustrasi, tangan di rambutnya, mencoba mencari cara untuk membuat Cassandra mengerti. "Tapi tak lama dia pasti akan mencarimu, Cassandra! Apa kau tidak paham? Ini bukan soal pilihanmu lagi. Ini soal bertahan hidup. Kau tidak bisa berbuat apa-apa di sini, selain menunggu. Setidaknya kalau kita pergi, kita punya kesempatan."
"Aku tidak peduli," Cassandra memotong, nadanya nyaris berteriak. "Bagaimana aku bisa hidup dengan diriku sendiri kalau aku meninggalkan dia di sini? Bagaimana aku bisa lari sementara dia bertarung untuk hidupnya karena kesalahan yang aku buat?" Air matanya menggenang, tapi ia menolak untuk membiarkannya jatuh. "Aku tidak akan jadi pengecut, Ryan."
Ryan merasakan sesuatu mencelos dalam dirinya mendengar kata-kata Cassandra. "Ini bukan tentang menjadi pengecut atau tidak," katanya, lebih pelan kali ini. "Ini tentang bertahan hidup. Apa kau tidak sadar seberapa besar bahaya yang kau hadapi? Miguel akan menemukanmu, dan Leo... dia tidak akan membiarkanmu lepas. Kau pikir ini hanya soal menunggu kabar Anastasia, tapi ini soal kau bisa keluar dari sini dengan selamat atau tidak."
Cassandra menggelengkan kepalanya, suaranya mulai serak karena emosi. "Kau tidak mengerti, Ryan. Anastasia adalah satu-satunya orang yang masih peduli padaku. Aku tidak bisa... aku tidak bisa kehilangan dia juga." Kata-kata itu keluar seperti serpihan kaca, menyakitkan dan menusuk hati. Di satu sisi, ia tahu Ryan benar. Bahaya yang mengintai mereka nyata, dan mungkin saja ini kesempatan terakhirnya untuk pergi. Tapi di sisi lain, ia merasa terikat dengan sahabatnya, dengan janji tak terucapkan bahwa mereka akan saling menjaga apapun yang terjadi.
Ryan tampak putus asa, tapi ia tidak menyerah. "Aku bisa melindungimu, Cassandra," bisiknya lembut, berusaha menenangkan. "Aku bisa membuatmu aman. Tolong, percaya padaku." Ia meraih tangan Cassandra, berusaha memberikan rasa aman yang dulu pernah ada di antara mereka, tapi Cassandra menarik tangannya kembali.
"Percaya?" tanya Cassandra, dengan nada penuh ironi. "Bagaimana aku bisa mempercayaimu, Ryan, ketika kau terus memaksaku untuk pergi saat aku harus berada di sini? Bagaimana aku bisa percaya padamu kalau aku tahu, dalam hati kecilmu, ini semua hanya tentang memiliki kesempatan untuk bersamaku lagi?"
Ryan terdiam. Kata-kata Cassandra mengena, menghantam sisi dirinya yang selalu ia sembunyikan. Mungkin ada benarnya, pikirnya, tapi ia tidak bisa membiarkan perasaan itu menghalangi apa yang menurutnya benar. "Aku hanya ingin kau aman," katanya pelan, nadanya hampir memohon. "Aku sudah kehilanganmu sekali, Cassandra. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prigioniera
ChickLitKarena berani menolong sahabatnya yang kabur dari cengkeraman mafia, Cassandra Clark harus menanggung akibatnya. Gadis pemberani ini kini terjebak di bawah kekuasaan Leonardo Bianchi, tangan kanan mafia yang kejam.