Bab 3

55 3 0
                                    

    “Akhirnya!”

    Yuan mengangkat kedua tangan tinggi ke udara. Bersorak-sorai karena berhasil menjawab ulangan Sejarah tanpa masalah. Mereka pun tiba tepat waktu – mengekor tepat di belakang Pak Yanuar. Tidak terlambat, bahkan ulangan pun berjalan lancar.

    “Thengkyu banget, Bro. Delapan puluh persen yang kita pelajari keluar.” Yuan menepuk pundak Dion yang duduk di bangku depannya.

    Dion memutar tubuh, siku lengannya menumpu di meja. “Bagus dong. Usahamu nyontek nggak sia-sia.” Matanya mengarah ke telapak tangan Yuan yang dipenuhi tato temporer ceker ayam yang jika digosok dengan tisu basah langsung hilang.

    “Kamu memang penyelamat kita.” Yuan memberikan pujian sepenuh hati. “Eh, ngomong-ngomong, teman kita yang cantik, lagi di mana ini?”

    “Berhenti mengejeknya cantik.”

    “Eron memang cantik.” Yuan membuka aplikasi WA, mencari kontak Eron. “Kamu belum lihat dia rambut panjang. Waah.” Ia teringat, wajahnya tersenyum. “Sayang banget waktu itu nggak sempat aku foto.”

    “Kamu suka?”

    “Siapa?”

    “Kamu?”

    “Sama?”

    “Eron.”

    “Eeii, nggaklah.” Yuan membantah, tapi wajahnya justru tersenyum jenaka.

    Jawaban Yuan dan ekspresi Yuan yang terkesan main-main menimbulkan curiga di pikiran Dion. “Kamu masih normal, kan? Masih suka cewek, kan?”

    Alih-alih marah, Yuan malah menanggapi santai. “Straight.” Ia mengoreksi pemilihan kata Dion barusan. “Aku masih straight. Tapi kalau cowoknya model Eron...” tersenyum jenaka lagi ia.

    “Gila!” Dion mengumpat. “Masih banyak cewek.”

    “Cewek ribet. Banyak kode-kodenya. Nggak ngerti aku. Salah arti aja langsung ngambek.”

    “Masih banyak cewek yang to the point.”

    “Terlalu agresif, nggak suka.”

    “Nanti juga bakal ketemu yang cocok.”

    “Aku sudah ketemu yang cocok.”

    “Siapa?”

    “Eron.” Kali ini Yuan tersenyum paling jenaka yang pernah dilihat oleh Dion.

    “Kamu mau pacaran sama Eron?” tanpa sengaja Dion mengencangkan suaranya. Lalu ia menoleh ke sekitarnya dan ia bernapas lega karena teman-teman sekelasnya sibuk mengobrol. Ia tidak percaya, bahkan Yuan sama sekali tidak terganggu dengan kalimatnya.

    “Kalau Eron mau, aku sih ayo!”

    “Gila!” Dion memukul kepala Yuan dengan buku, cukup keras hingga membuat Yuan mengaduh kesakitan. Berharap pukulannya akan menyadarkan Yuan dari segala pikiran konyol. “Perlu diruwat!”

    Yuan tertawa. “Kalau aku beneran suka sama Eron, kamu ada masalah?”

    “Kalian cowok sama cowok. Aku nggak bisa menerimanya!”

    Yuan hanya mengedik bahu, tidak peduli. “Tapi kamu bisa menerima Tante Monit.”

    “Itu...” terdiam Dion. Ia yang merupakan seseorang yang berpikir konvensional, tentu saja sangat sulit menerima hal-hal yang diluar nalarnya. Baginya semua harus berada di jalannya.

🌈BloomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang