Disebuah pedesaan yang asri, dimana banyak rumah-rumah penduduk terbuat dari kayu yang kokoh, jauh didalam tanahnya yang subur hiduplah sekawanan Cacing Kaki Seribu. Mereka hidup dengan saling membantu satu sama lain. Namun kawanan Cacing Kaki Seribu ini sangatlah penakut. Mereka hanya akan keluar ketika matahari terbenam, akan tetapi, sesaat bulan beranjak pergi mereka akan langsung bersembunyi dibalik dedaunan, benda-benda, atau sarang mereka sendiri. Hingga kini tidak ada satupun dari mereka yang memiliki keberanian untuk bergaul dengan hewan lainnya. Oleh karena itu aktivitas yang mereka lakukan selalu sama, yaitu mencari makanan dimalam hari dan bersembunyi disiang hari.
Berbeda dengan kawanan lainnya, ada satu Cacing Kaki Seribu yang memiliki mimpi untuk bergabung menjadi anggota kelompok orkestra di desa itu. Cacing Kaki Seribu tersebut bernama Giring. Ia memiliki mimpi yang besar untuk bergabung dengan kelompok orkestra desa itu yang sangat terkenal bahkan hingga ke kota lainnya. Orkestra tersebut beranggotakan banyak hewan-hewan berbakat seperti katak, jangkrik, semut, burung bulbul, hingga kupu-kupu. Betapa mimpi yang membutuhkan keberanian yang besar untuk seorang penakut seperti dirinya. Semua kawanannya mengetahui mimpi Giring tersebut dan mulai menyuruh dirinya untuk menyerah akan mimpinya tersebut dan mulai bersikap realistis. Hal tersebut semakin membuat nyali Giring menciut.
Yang dapat dilakukannya kini hanyalah menunggu waktu subuh, dimana semua kawanannya akan bersiap kembali ke sarang, jadi ia dapat menggerak-gerakkan kakinya hingga berbunyi seperti lantunan melodi yang indah. Ia lakukan ini setiap harinya sambil mengagumi langit gelap dari atas gundukan tanah dibelakang rumah seorang petani.
Hari ini Giring kembali melakukan aktivitasnya tersebut, ia terus menerus menari, mengeluarkan melodi yang indah dari gesekan kakinya itu. Bahkan sesekali ia tertawa bahagia. Kesunyian adalah sahabat baik dari melodi yang dilantunkan oleh Giring. Ditengah keasikannya samar-samar Giring mendengar suara kelopak bunga yang saling beradu. Seketika giring menghentikan aktivitasnya.
"Siapa itu?" Tanya Giring ke arah serumpun bunga mawar, menyelidik dengan matanya kalau-kalau benar adanya seseorang disana.
Tak lama, kumpulan bunga mawar itu semakin bergerak hebat, lalu muncullah seekor Kupu-kupu Monarch dengan sayap oranye dan corak hitamnya yang sangat indah. Giring yang melihatnya mengerjap beberapa kali. Giring tahu sekali kalau Kupu-kupu Monarch itu adalah ketua kelompok orkestra idolanya. Semakin lama Kupu-kupu itu semakin mendekati Giring, dan ketika tangannya menyentuh Giring, dengan cepat Giring menggulung badannya seperti bola.
"Jangan sentuh aku, aku mohon" pinta Giring.
Kupu-kupu itu menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung dengan reaksi Giring yang ketakutan. Dengan hati-hati Kupu-kupu itu melangkah mundur menjaga jarak aman agar tak menakuti Giring.
"Hey? Maaf kalau aku terlalu lancang. Aku sungguh hanya terkesan dengan lantunan melodi yang kau mainkan. Kebetulan aku adalah ketua kelompok orkestra di lahan jagung sana, apakah kau ingin bergabung?" Ucap Kupu-kupu itu dengan mata yang berbinar.
Untuk sesaat Giring hampir menganggukkan kepalanya, namun ia tersadar kembali akan ketakutannya. "Tidak, tolong menjauhlah, aku tidak ingin ikut!" Teriak Giring.
Lantas Kupu-kupu langsung memutuskan untuk menghilang dari pandangannya, ia tidak ingin mengusik Giring. Tidak untuk hari ini. Kupu-kupu tidak ada niatan untuk menyerah. Ia sangat ingin merekrut Giring menjadi anggotanya.
Keesokannya, Giring kembali melantunkan melodi indahnya diatas gundukan tanah. Namun ia kembali terkejut akan kehadiran Kupu-kupu Monarch yang menontonnya dari atas kuncup mawar. Kini sang Kupu-kupu tak lagi bersembunyi, ia terang-terangan menonton Giring melakukan permainan musiknya. Giring yang takut langsung memutuskan untuk pulang.
Kini setiap hari dihabiskan Kupu-kupu itu untuk menunggu kehadiran Giring. Giring yang sudah mulai terbiasa akan kehadiran Kupu-kupu itu akhirnya kini hanya mengabaikannya saja. Ia akan melantukan melodi yang indah seolah Kupu-kupu itu tidak ada disana.
Seperti hadi ini, Giring mencoba memainkan melodi baru yang selalu dipikirkannya diwaktu matahari terbang. Setelag melodi terakhir dimainkan, Giring langsung menatap sang Kupu-kupu, "Bagaimana penampilanku hari ini?"
Kupu-kupu yang tidak mengharapkan adanya pembicaraan dengan Giring tersenyum gembira. "Sangat menarik, spektakuler!" Jawab Kupu-kupu antusias.
Ternyata kini Giring sudah tidak menganggap hal yang dilakukan Kupu-kupu sebagai tindakan menakutkan, melainkan hal yang lucu. Entah darimana asalnya, Giring merasa ini adalah kesempatan yang tepat untuk meraih impiannya.
"Jadi apakah tawaran yang kau katakan dulu masih berlaku?" Tanya Giring lagi kepada Kupu-kupu.
Kupu-kupu tersenyum lalu mengangguk, "Tentu saja, temui aku besok pagi di lahan jagung disebelah ya!" Setelah mengatakannya Kupu-kupu melambai lalu terbang menjauh.
Hari dimana Giring akan bergabung dengan kelompok orkestra telah tiba. Namun keberanian yang ia kumpulkan selama ini mendadak hilang tak tersisa. Ia menyesali ucapannya kemarin. Baru saja setengah japan menuju tempat orkestra, Giring langsung memutuskan untuk pulang. Ia tidak peduli lagi tentang Kupu-kupu yang akan marah kepadanya. Namun saat beberapa langkah lagi ia kembali ke sarang, Giring tak sengaja mendengar dua pembicaraan Cacing Kaki Seribu muda yang bertengger dibawah dedaunan.
"Aku iri dengan hewan lain yang memiliki banyak teman, kapan ya kita bisa memiliki satu saja keberanian untuk mencari teman?"
Hati Giring terketuk mendengarnya, keberaniannya yang hilang tadi muncul kembali, bahkan kini bersamaan dengan motivasi. Ia pikir jika dia berhasil menunjukkan keberaniannya tampil dalam panggung orkestra, Cacing Kaki Seribu lainnya pasti juga akan termotivasi untuk menghilangkan rasa takut mereka. Dengan langkah yang percaya diri, Giring beejapan menuju tempat orkestra itu.
Sesampainya ditempat orkestra, Giring benar-benar disambut hangat oleh hewan lainnya. Bahkan Giring bingung, apa ketakutan fana yang menghantuinya san kawanan yang lain? Giring sungguh tak mengerti. Hewan-hewan disana mengajarinya banyak melodi baru yang tak pernah terbayangkan olehnya. Setiap hari Giring akan dengan senang hati berlatih semua pelajaran baru itu.
Hingga tibalah hari dimana pertunjukkan orkestra diadakan. Saat itu matahari sudah mulai terbenam, banyak hewan berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan itu. Giring juga mengundang seluruh kawanan Cacing Kaki Seribunya. Untuk mereka, Giring sengaja membuatkan ruangan yang terbuat dari daun kering agar mereka tak perlu takut melihat keramaian diluar.
Dan ketika pertunjukkan dimulai, Giring tanpa sadar mengeluarkan sebuah melodi indah yang pernah didengar oleh siapapun disana. Bahkan tanpa sadar para penonton menangis mendengarnya. Mereka mengatakan itu adalah sebuah simfoni keberanian yang diciptakan oleh Giring. Setelah mendengarnya, kawanan Cacing Kaki Seribu yang berada didalam ruangan daun kering keluar satu persatu. Mendengar simfoni itu ikut membuat keberanian mereka muncul. Setelah pertunjukan selesai, semua penonton bertepuk tangan, termasuk para kawanan Cacing Kaki Seribunya yang duduk paling depan dari panggung.
Giring berhasil membuktikan keberaniannya, bahkan dia juga membuktikan bahwa ketakutan yang dirasakan oleh dia dan kawanannya adalah hal yang harus dilawan. Kini tak ada lagi seekor pun Cacing Kaki Seribu yang tertunduk karena ketakutan fana, mereka mulai berani mengejar mimpinya masing-masing. Bahkan tak sedikit Cacing Kaki Seribu yang mendaftar menjadi anggota kelompok orkestra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Rimba: Lantunan Kisah Tak Terukir Para Fauna
Historia CortaKisah para Fauna yang tak pernah terukir, namun selalu mengalir bersamaan dengan hikmah yang dapat dipetik.