Bab 4. Bali

10 8 0
                                    

Aria berjalan menyusuri pantai, membiarkan pasir hangat menyentuh kakinya. Suara ombak menghantam karang memberi ketenangan pada hatinya. Dia mengingat momen-momen indah di masa lalu, ketika ia dan Rizky menghabiskan waktu bersama. Segala kenangan itu seperti melukis ulang gambaran cinta yang sempat ada.

Sore itu, Aria menemukan sebuah kafe kecil yang menghadap ke laut. Dia memesan kopi dan menunggu. Dalam kesunyian, ia merenungkan hidupnya, memilih untuk tidak membiarkan keputusasaan menguasai dirinya. Dia ingin merayakan hidupnya, meskipun dalam waktu yang singkat.

Tiba-tiba, Aria mendengar suara yang sudah dikenalnya. "Aria?"

Dia menoleh dan melihat Rizky berdiri di pintu kafe, tampak lebih dewasa, lebih matang. Senyumnya mengingatkannya pada masa lalu. Jantungnya berdebar kencang. Mereka saling menyapa, dan saat Rizky duduk di depannya, Aria merasakan ketegangan di udara.

"Sudah lama sekali," kata Rizky, suaranya hangat.

"Iya, sudah lama," jawab Aria, mencoba tersenyum meski hatinya bergetar.

Pertemuan ini penuh emosi. Mereka berbagi cerita tentang kehidupan mereka, tentang perjalanan yang telah dilalui masing-masing. Aria mendengarkan Rizky menceritakan tentang kehidupannya sebagai seniman, tentang bagaimana dia menemukan inspirasinya dari pengalaman hidup. Setiap kata yang keluar dari bibirnya seperti melukis kembali kenangan yang telah lama hilang.

Namun, saat mereka berbicara, Aria merasakan ada sesuatu yang tidak bisa diungkapkan ada rasa sakit yang tersembunyi di balik senyuman mereka. Aria tahu, di balik kebahagiaan ini, mereka memiliki banyak hal yang belum selesai.


Tiga Hari Untuk HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang