AWAL MULA - 1

787 50 8
                                    

AWAL MULA

Kringgg....

Bel sekolah berbunyi dengan sangat keras. Sorak riang para siswa menggema diseluruh ruangan. Sekalipun status mereka kini sebagai pelajar menengah atas.

"Ibu cukupkan belajarnya sampai disini anak-anak. Minggu depan, ibu harap semua tugas harus selesai sebelum ibu memasuki ruangan kelas. Kalau tidak....." Bu Liliana menggantingkan kalimatnya.

"Toilet sekolah dan halaman depan akan jadi bahan kerjaan bagi siapa saja yang tidak mengerjakan tugas, Paham?" Lanjutnya. Seluruh siswa IPA menjawab dengan kompak.

"Iya, Bu....!"

Bu Liliana keluar dari ruangan kelas. Sedangkan beberapa dari siswa yang telah mengemasi barang, sedikit mengeluh.

"Fyuhhh..... Bisa ga sih, jam matematik ditaro disebelum istirahat. Bikin mood turun aja." Ungkap siswi bernama Feli. Yang lain pun ikut menimpali

"Iya, tau ga sih, Bu Lili kalo ngeliat kita bawaanya kaya pengen ngecekik mulu. Untung hari ini langsung pulang."

Sedangkan Arsya yang dibangku depan tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Melihat seluruh teman-temanya yang merasa jam matematik membuat mood mereka turun.

"Udah, yang penting kita ikutin aja apa kata Bu Lili. Soal bisa atau engga nya urusan belakang." Ucap rasa dengan kalimat bijaknya.

"Elah, kalau kamu sih enak, Sya. Otak lu encer. Lah kita, apa kabar."

"Sya, kepala kamu bisa dibelah ga? Kita tukeran otak gimana?" Kini timpal Fiza dengan segala ke absurdanya.

Pletak....

"Awhh... Sakit anjirr..." Fiza mengeluh karena sentilan Feli tepat dikeningnya.

"Makanya, kalo ngomong itu jangan ngawur. Ya kali, kepala Arsya dibelah. Bisa koit ditempat dia." Ucap Feli.

"Udah ah, yuk kita pulang. Keknya mau hujan juga." Ucap Arsya yang mulai menggendong tas miliknya.

"Duluan ya." Ucap Arsya pada kawan-kawan kelasnya.

"Yoi bro." Ucap Felix dan Reyhan bersamaan. Sedangkan para siswi melambaikan tangan. Sedangkan Feli dan Fiza memperagakan gaya kissbay nya. Alias cium jauh.

Saat Arsya melewati koridor sekolah yang mulai nampak lengang, tiba-tiba ada sebuah suara yang menginterupsinya.

"Woy, Anak IPA!!!"

Arsya menghentikan langkahnya. Dia menoleh kebelakang yang ternyata sudah berdiri sosok Faldi. Jakun Arsya tiba-tiba naik turun. Jantungnya berdetak. Arsya takut jika tadi siang, dirinya ketahuan sedang mengintip. Tamatlah dirinya hari ini.

"Ka-kak.. Faldi m-manggil aku?" Ucapnya gagap.

"Emang siapa lagi dikoridor ini anak IPA selain lu?!" Katanya dengan wajah dingin.

Tak
Tak
Tak

Bunyi langkah sepatu Faldi dalam setiap langkahnya semakin membuat jantung Arsya berdetak. Kaki Arsya semakin melangkah kebelakang seiring Faldi yang melangkah kedepan menuju Arysa berdiri.

"Ngapain lu gugup gitu?"

"Ng-nggak kok, Mas. Si-siapa yang gugup!"

Dag...

Punggung Arsya menatap tembok dibelakangnya. Faldi semakin berjalan dan berdiri tepat didepan Arsya. Tinggi Arsya yang hanya sebatas pundak Faldi membuat Arsya harus mendongak.

"Udah puas, liat tontonan ngewe secara langsung, Hmm ??"

Duarr....

Apa yang dihawatirkan Arsya terjadi juga. Faldi ternyata melihat Arsya sedang mengintip saat dirinya sedang berbagi peluh dengan Revan di gudang belakang.

PELUH KENIKMATANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang