Sebelumnya aku publik 9 chapter 'kan? lalu di revisi? akhirnya bisa balik ke 9 chapter soalnya kek hutang 😭
...
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Seungmin dan Jeongin bergegas menuju rumah sakit dengan perasaan antusias. Jeongin membawa kado sederhana untuk Rumi—sebuah buku cerita yang ia harap bisa menemani gadis kecil itu selama di rumah sakit.
Sementara itu, Seungmin membawa boneka yang kemarin ia beli lagi di toko mainan 'sungguhan'. Tak sabar untuk melihat reaksi Rumi, seperti apa dia akan senang?
"Jeongin, gue ngerasa ada firasat buruk," lirih Seungmin tampak cemas.
Jeongin hanya mengangkat bahu sambil tersenyum jahil. "Tenang, Min. Nggak bakalan ada yang serius. Gue udah capek ngurusin club, huh!"
Seungmin mendengus, tetapi tak bisa menahan senyum kecil. Bersama-sama mereka menuju ruang dokter Wonpil, menghubungi resepsionis untuk merekam kunjungan mereka seperti biasa. Namun, saat tiba mereka mendapati ruangan itu kosong. Wonpil tidak ada di sana dan suasana terasa lengang.
"Kayaknya Kak Wonpil ada di ruang inap Rumi, ya," gumam Jeongin.
"Ya udah, langsung ke sana aja," sahut Seungmin. Mereka berjalan santai ke ruangan Rumi, bercanda dan tertawa membicarakan berbagai hal untuk mencairkan suasana.
Namun, ketika mereka mendekati ruang inap Rumi, tawa mereka mendadak lenyap. Di lorong yang sunyi mereka mendengar suara tangisan pilu, memecah keheningan dengan nada yang memancarkan rasa duka yang dalam.
Seungmin menghentikan langkahnya, dan tatapan Jeongin berubah dari riang menjadi penuh kekhawatiran. Mereka saling memandang, merasa firasat tak menyenangkan.
Suara tangisan semakin jelas ketika mereka sampai di depan pintu. Pintu kamar Rumi terbuka sedikit, memperlihatkan beberapa dokter dan perawat yang sedang berdiri di sana, berusaha menenangkan orang-orang di dalam ruangan.
Seungmin mengintip pelan, dan melihat kekacauan. Ruangan itu tampak berantakan—kue ulang tahun Rumi hancur di lantai, balon-balon yang seharusnya ceria kini mengempis tak beraturan.
Dan di sana, di tengah kekacauan itu, Seungmin melihat Wonpil duduk di samping ranjang Rumi dengan kepala tertunduk. Matanya merah, pandangannya kosong dan penuh duka yang mendalam.
Seungmin melangkah masuk, dengan tubuh bergetar dan pikiran yang tak bisa percaya. "Kak Wonpil, ada apa?"
Wonpil mendongak perlahan, matanya penuh dengan air mata yang belum tumpah. Dengan suara serak dan penuh luka, ia berkata, "Rumi meninggalkan kita."
Kata-kata itu menghantam Seungmin dan Jeongin seperti ombak yang menghancurkan, membuat mereka terdiam tak bisa berkata apa-apa. Seluruh ruangan terasa tenggelam dalam keheningan yang mencekam.
Seungmin merasa seolah-olah dunia runtuh di sekitarnya; matanya terpaku pada tubuh kecil Rumi yang terbaring tenang di atas ranjang, dengan wajahnya yang damai dan dingin, seolah tengah tertidur dalam mimpi panjang.
"Nggak mungkin!" gumam Jeongin, suaranya bergetar. Untuk pertama kalinya, senyum yang selalu ia tunjukkan lenyap, digantikan dengan ekspresi putus asa yang membuatnya tampak lemah.
Seungmin berjalan mendekat, hatinya terasa pecah berkeping-keping. Tangannya gemetar saat ia menyentuh lengan kecil Rumi yang kini terasa dingin. Pandangan matanya kabur oleh air mata yang perlahan mengalir, membasahi pipinya tanpa suara. Ia teringat senyum Rumi saat terakhir kali mereka bertemu, penuh dengan harapan dan tawa kecil yang menghangatkan.
Wonpil menghela napas panjang, berusaha mengumpulkan kekuatan untuk berbicara. "Kondisi Rumi tiba-tiba memburuk."
"Kenapa? padahal dia kemarin baik-baik aja!" air mata Seungmin mengalir deras, dadanya terasa begitu sesak hingga ia nyaris tak bisa bernapas. Jeongin memegangi bahunya, matanya juga berkaca-kaca meskipun ia berusaha tetap tegar.
"Rumi sempat terminal lucidity, kondisi tubuh yang tiba-tiba pulih, nafsu makan meningkat, dan ... itu sering terjadi sama pasien kronis sebelum meninggal," ungkap Wonpil dengan suara lemah.
Sementara tangisan pilu dan suara perawat yang menenangkan keluarga terus terdengar di sekeliling mereka, Seungmin menatap wajah damai Rumi untuk terakhir kalinya.
Gadis kecil itu terlihat seolah-olah hanya tertidur, tapi kenyataan menyakitkan bahwa ia tak akan pernah membuka matanya lagi menampar Seungmin tanpa ampun. Ia merasa begitu tak berdaya, merasakan kehilangan yang tak tergantikan.
"Kami akan selalu ada untukmu," bisik Seungmin dengan suara parau, mencoba meredakan luka di hatinya, meskipun ia tahu, tak ada yang bisa benar-benar mengobati rasa perih ini.
Pada hari yang seharusnya penuh keceriaan dan tawa, rumah sakit yang dingin dan steril ini berubah menjadi tempat berkumpulnya air mata. Hari itu adalah ulang tahun ke -8 Son Rumi, namun yang dirayakan hanyalah kesedihan mendalam atas kepergiannya.
Sebuah foto Rumi, tersenyum manis dengan gaun pink kesayangannya, terpajang di meja, dikelilingi oleh bunga lili putih yang bersih dan harum, melambangkan harapan yang hilang.
Ibu Rumi duduk terisak di kursi, memeluk erat bingkai foto putrinya. "Rumi... seharusnya hari ini Mama peluk kamu, bukan foto ini," isaknya. Air matanya mengalir deras, mengaburkan pandangan. Setiap detik yang berlalu terasa menyakitkan, seperti luka yang tak kunjung sembuh.
Wonpil, dokter yang merawat Rumi selama bertahun-tahun, hadir di tengah kesedihan itu. Ia merasakan duka mendalam yang menghimpit dada, mengetahui bahwa dia tak lagi bisa membantu anak yang begitu kuat dan penuh semangat.
"Saya sangat menyesal, Bu. Rumi adalah pasien yang luar biasa. Dia selalu memberi inspirasi kepada kami semua," katanya dengan suara penuh sesak.
Seungmin dan Jeongin, sahabat Rumi, berdiri di sudut ruangan. Mereka berdua saling memandang, masih tak percaya bahwa sahabat kecil mereka kini telah pergi. Seungmin memegang sebuah kotak kado berwarna cerah, tampak kontras dengan suasana kelam di sekelilingnya.
"Rumi pasti senang kalau hadiah ini udah ada di tangannya," ucap Seungmin pelan, suaranya bergetar.
Jeongin menggenggam tangan Seungmin, berusaha menahan air mata. "Kita semua sayang sama Rumi. Dia pasti tahu itu," jawabnya dengan nada menenangkan. "Kita harus ingat semua kenangan indah bersama dia."
Setelah para pelayat pergi, ruangan itu terasa semakin sepi. Seungmin melangkah maju, menatap foto Rumi dengan penuh rasa sakit. Ia menempatkan kotak kado di samping foto itu, berharap Rumi bisa merasakannya.
"Selamat ulang tahun, Rumi. Maaf Kakak nggak bisa beri ini langsung sama kamu," ucapnya dengan suara pecah. "Andai kita kenal sejak lama, kita bisa bersama-sama lebih panjang."
Dalam kesunyian itu, air mata Seungmin mengalir deras. "Rumi, semoga kamu bahagia di sana, di tempat yang lebih baik."
Jeongin berdiri di sampingnya, mencoba memberi dukungan meski hatinya juga terluka. "Rumi selalu ada di hati kita, Min. Dia bintang yang akan selalu bersinar di atas kita."
Suasana hening dan penuh duka menyelimuti ruangan. Kenangan tentang Son Rumi, gadis kecil yang penuh impian dan tawa, kini terukir abadi di hati semua orang yang mencintainya. Rasa kehilangan menyisakan kekosongan yang tak tergantikan, cinta mereka kepada Rumi akan terus hidup, menjadi cahaya dalam kegelapan yang mereka rasakan.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muñeca ⋮ Kim Seungmin
Fanfiction[Seungmin, ft Nako] Kim Seungmin adalah siswa teladan yang selalu berpikir logis dan menjadi kebanggaan para guru, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah total. Semua bermula saat ia membeli boneka Barbie berdesain Jepang di sebuah toko antik. B...