Matahari terbenam di sebelah barat, para anak lelaki memutuskan untuk berdiam diri di rumah malam ini. Jarang sekali apartemen ramai dengan penghuni lengkap. Biasanya mereka punya kegiatan masing-masing. Walaupun tidak punya agenda, mereka tetap akan keluar, karena di apartemen tanpa melakukan apapun memang membosankan.
Awalnya semua mengira begitu. Mereka mengira memang masing-masing hanya ingin di rumah. Belakangan, baru mereka sadar kalau kekompakkan sore ini adalah perintah seseorang.
Asap kelabu mengepul setelah Kai membuka panggangan, aroma pahit menyeruak memekakkan hidung. Dia dan beberapa orang yang ada di balik punggungnya otomatis terbatuk, refleks menutup hidung sambil mengipaskan telapak tangan di udara.
"Kenapa bisa gosong?" tanya Kai pada siapapun yang bisa menjawab. Akan tetapi tidak ada jawaban bahkan dari satu di antara mereka yang ada di balik punggungnya. "Seharusnya ini sudah benar."
Nampan berisikan cookies diletakkan di meja, warna hitam mematikan selera. Aroma pahit kegosongan itu tidak menyenangkan. Mereka yang menantikan camilan hanya bisa menelan ludah karena gagal makan. Kai sebagai pemimpin kegiatan dapur ini merasa frustrasi, satu loyang karyanya yang sudah dia buat sepenuh hati akan berakhir di tempat sampah.
"Padahal ini sudah benar," ucapnya penuh kekecewaan. Kain yang dia gunakan untuk mengangkat loyang dia buang ke meja dengan kekesalan.
Di sisi lain meja makan, Heeseung sedang menikmati kopi sambil membaca berita dari ponselnya. Menurutnya sangat menyenangkan, kegiatan dan peristiwa yang terjadi sekarang ini. Suasana hatinya tampak baik karena dia terus tersenyum sejak siang.
"Kalau gosong, artinya ada yang salah dari cara memanggangnya, kan? Kau sudah pastikan suhunya benar?"
"Suhunya seharusnya 155 derajat," balas Kai. "Sunghoon-a, kau atur suhunya 155 derajat, kan?"
Sunghoon menjadi pusat perhatian, dia malah sibuk bermain game online.
"Ya, aku atur segitu."
"Seharusnya sudah benar!" Kai menatap sedih pada hasil panggangannya, benar-benar buruk.
Jake mendekat ke arah oven yang sudah berhenti mengeluarkan asap, dia memeriksa dengan saksama. "Is it broken?"
"Selama ini benda itu baik-baik saja." Heeseung ikut mendekat ke arah oven yang sebenarnya jarang sekali mereka gunakan. "Saat Yerim memakainya, benda ini baik-baik saja, kan?"
Jake coba memeriksa lebih jauh, namun baru saja menyentuh sedikit, dia langsung kesakitan. "F— kurasa ini rusak!"
Heeseung mengusap sedikit bagian depan oven yang terkena asap dari dalam, tertera pengaturan suhu dan waktu yang bisa mereka atur sebelum menggunakan benda itu. "Here it says 255 degrees."
"Seharusnya sudah benar! Seratus— what was that, Hyung?"
"255 degrees."
Tersangka langsung ditemukan, dia bahkan tidak sadar bahwa semua orang ada di sana tengah menatapnya.
"Sunghoon-a," Kai menghela napas dengan keras, "bukankah tadi kuminta kau atur ovennya ke 155 derajat?"
Masih fokus pada ponselnya, pemuda itu hanya melirik sekilas. "Aku lakukan."
"Lalu kenapa di sini tertera 255? Seharusnya hanya 155, kan?"
"Oh, benar kah?" Lagi, dia hanya melirik kecil. "Pasti jariku terselip tadi."
Kai ternganga, dia kehabisan kata-kata. Jake memilih untuk melangkah mundur, dia tidak mau terlibat terlalu dekat. Dia juga merasa perlu menarik Heeseung untuk kembali duduk di sisi lain meja.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE GAMBLER 2: Big League🔞 | TXT & EN-
Fanfic🚫PLAGIAT ADALAH TINDAKAN KRIMINAL🚫 HOTTER, BADDER, BRAVER Kim Yerim bersama kawan-kawan barunya memutuskan untuk membalas dendam pada orang-orang jahat di masa lalu. Namun, akankah semua berjalan sesuai rencana? .Kim Yerim (OC) .Lee Heeseung (ENHY...