Freya seorang yatim piatu. Orang taunya sudah meninggal sejak dia masih balita. Dia hanya tinggal bersama neneknya, di sebuah perumahan sederhana di sekitaran ibukota.
Hari ini, Freya pergi bekerja seperti biasanya. Dia seorang kasir minimarket 24 jam.
Di perjalanan, Freya memiliki kebiasaan menendang kerikil yang dia temui. Tanpa sengaja, kerikil yang dia tendang terbang mengenai body mobil yang sedang terparkir di pinggir jalan.
Sial!
Kerikilnya memang tidak besar, tapi mampu membuat body mobil itu tergores panjang. Freya yang kelabakan langsung menghampiri, detak jantungnya tak beraturan. Mobil ini terlihat mahal, Freya tak mungkin bisa mengganti biaya kerusakan akibat ulahnya ini.
"Gimana aku gantinya? Aku gak punya uang sebanyak itu lagi," keluhnya berpikir.
Freya diam berdiri sambil menggigiti kuku jempolnya. Kakinya tak mau diam tanda dia sedang resah. Entah memang Freya terlalu banyak menonton drakor atau apa, Freya langsung memiliki pikiran seperti drakor yang pernah ia tonton.
Dia mengambil satu kertas dari buku diarynya dari dalam tas, dan sebilah bolpain warna biru.
Untuk yang punya mobil, saya minta maaf ya, pak/bu. Mobilnya lecet dikit, gak sengaja kena batu yang saya tendang. Kalau mau minta ganti rugi, bisa hubungi no yang saya tulis ini. +62 bla-bla-bla-bla,
dari pelaku utama,
Nasyiffa Freya.
Sreek!
Freya langsung menyobek kertas itu, dan menaruhnya di selipan kaca pintu mobil. Berharap, sang pemilik dapat membacanya dan menghubunginya hendak membuka pintu-jika memang meminta ganti rugi.
"Kayanya kaya gini aman deh," gumamnya pelan.
"Siapa kamu?"
Saat hendak beranjak, tiba-tiba dari arah belakang datang seorang yang memegang ponsel di telinga. Seorang wanita berpakaian rapi dengan rambut digerai. Freya menelan ludah susah, pasti dia pemilik mobil mewah ini.
Wanita itu memandangi Freya lekat lewat wajah dingin tak berekspresinya.
"Mobil saya mau kamu apain?" tanyanya, datar.
"Oh, si mba-eh, Nyonya yang punya mobil ini, ya?" Freya bertanya, gugup.
Wanita itu hanya diam, menatap tajam.
Freya menggaruk kepalanya tak gatal. "Anu, Nyonya, saya nggak sengaja lecetin body mobilnya Nyonya. Tapi beneran nggak sengaja kok! Tadi nggak sengaja kena batu yang saya tendang."
"Kamu atlet?"
"Eh?" Freya mengerjab.
"Kenapa nendang batu? Bola banyak. Orang gila mana yang nendang batu di pinggir jalan kaya gini? Orang nggak punya kerjaan kamu?"
Dada Freya langsung terasa sakit. Wanita ini blak-blakan sekali saat berbicara.
"Maaf, Nyonya," sahut Freya, tulus. "Tapi saya memang beneran nggak sengaja kok. Sumpah. Saya nendangnya pelan tapi nggak tahu kenapa jatuhnya ke body mobilnya, Nyonya. Saya... siap ganti rugi."
Wanita langsung menoleh, berdiri dari jongkok mengamati bodynya yang lecet mengerikan. "Ganti rugi?" tanyanya, memastikan.
Freya mengangguk, mengangkat dua tangannya ke atas. "Iya, Nyonya. Saya siap ganti rugi, tapi nyicil ya, Nyonya? Saya nggak bisa lunasin langsung."
"Kerja di mana kamu?"
"Saya? Saya kerja di minimarket 24 jam Eight, Nyonya. Saya kasir," jawab Freya, tak mengerti.
Kenapa pekerjaannya dipertanyakan?
Wanita mengangguk tipis. Kemudian masuk ke dalam mobilnya. Kertas pesan yang ditulis Freya tadi dia comot dan diremas menjadi bola kertas, lalu membuangnya asal.
Mata Freya berkedut, hanya begitu saja nasib pesan yang ia tulis dengan sepenuh hati?
Tin!
Freya tersentak, langsung menoleh ke arah wanita tadi.
"Ngapain di situ? Ayo masuk!" suruh wanita itu.
Freya menoleh sekitar, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Saya?"
"Iya, kamu. Cepatan masuk, jangan kaya orang hilang di sana. Cepetan!"
"Eh, tapi mau kemana, Nyonya?"
Wanita itu berdecak gemas, wajahnya garang. "Cepat masuk! Atau kelakuan kamu yang ngerusakin body mobil saya bakal saya bawa ke Hukum. Mau kamu dipenjara?"
Freya melotot. Langsung berlari dan masuk ke dalam mobil tepat di samping pengemudi. "Saya udah naik, Nyonya. Please jangan bawa saya ke penjara, ya?"
"Tinggal masuk apa susahnya bagi kamu, heh?" Wanita menggeleng pelan, mulai melajukan mobilnya.
Freya tak tahu akan dibawa kemana dia bersama wanita ini. Dia tidak terlalu peduli memperhatikan jalan, fokusnya lebih ke dalam mobil mewah ini.
Jarang-jarang Freya bisa menaiki mobil semewah ini dan sebagus ini.
"Siapa nama kamu?"
Sontak, Freya menoleh, alisnya bertaut. "Saya?"
Bukankah tadi Freya sudah menulis namanya di kertas berisi pesan tadi?
Wanita itu menghela, "Iya, kamu. Siapa lagi kalau bukan kamu di mobil saya?"
"Saya Freya, Nyonya," sahut Freya menyengir.
"Jangan panggil saya "Nyonya", saya masih single," Wanita itu berdehem. "Nama saya Lenathea," lanjutnya.
"Lenathea doang?"
"Marsha. Boleh kamu panggil Marsha," tambah Marsha kemudian. "Lalu namamu, Nasyiffa siapa?"
"Nasyiffa Freya, Nyon-Kak."
"Itu lebih baik ketimbang Nyonya."
Freya menyengir.
"Saya anggap itu sebagai pujian, deh."
Perjalanan berlanjut.
Saat Freya mengamati jalanan dari balik kaca, Freya seperti cukup hafal dengan daerah yang mereka berdua lalui ini. Dia pun menoleh, dan berkata, "Kak Marsha nganterin saya kerja?"
"Nggak."
"La terus? Ini..."
Mobil putih itu berhenti di depan minimarket tempat Freya bekerja. Freya belum beranjak, masih menatap Marsha dengan wajah heran.
Bukankah dia baru saja melecetkan body mobil Marsha, lalu kenapa Marsha malah berbaik hati menghantarkannya bekerja.
Marsha menunjuk dagu jauh. "Kamu tahu gedung tinggi itu?"
Freya mengikuti, "Yang abu-abu itu, Kak?" tanyanya.
Marsha mengangguk.
"Itu kantor saya, atau lebih tepatnya perusahaan saya. Dan kamu, mulai saat ini," Marsha sedikit menjeda.
Freya menelan ludah kasar.
Marsha tersenyum penuh arti.
"Wajib datang ke kantor saya setiap jam makan siang. Setiap hari. Sebagai ganti rugi body mobil saya yang kamu gerogotin itu."
Shit!
~si Cantik milik si CEO