HTN Spesial Part 14 & 15 ada di karyakarsa bagi yang mau. Makasih :)
Selamat membaca :)Heksa menatap Lizia yang menggeliat, membuka matanya perlahan. Terdiam mengumpulkan nyawa lalu tersenyum tipis, tersipu cantik. Muka bantalnya begitu menggemaskan.
"Putri malu," bisik Heksa sambil mengecup keningnya sekilas dengan gemas.
Lizia menatap Heksa yang jelas tidak akan tidur, dia hantu. Jika pun tidur, paling hanya tidur ayam.
"Kita berangkat siang ini," Lizia tersenyum sambil mengamati wajah Heksa. Tampan sekali. "Kamu seneng?" tanyanya pelan.
Heksa mengangguk. "Seneng, karena kamu seneng." godanya lalu mencolek hidung Lizia dan beranjak setelahnya.
Heksa membuka tirai kamar Lizia. Matahari mulai mengintip. Heksa berdebar, apa yang akan terjadi ke depannya?
Kenapa bisa Lanon curiga dengan yang katanya ibunya itu. Heksa menjadi aneh saat ini. Ingatannya begitu berantakan. Sampai kesulitan merangkainya.
Heksa terpejam sekilas, menahan sakit di kepalanya. Dia menutupi semua itu dari Lizia.
"Bangun cantiknya aku, jangan males. Kecuali kalau kamu mau demam lagi," Heksa berdiri di samping Lizia.
Dengan usil Heksa meraih jemari Lizia, meletakannya di pusatnya. Lizia melotot dan seketika merona. Tapi, tidak menarik jemarinya.
"Nakal." kekeh Heksa geli.
Lizia tersipu lucu. Dasar pemalu. Tapi entah kenapa, Lizia kini malah terlihat seperti remaja kasmaran.
***
Heksa menatap kaki jenjang Lizia. Indah sekali kaki yang selalu dia jilati dan kecupi itu. Hari ini Lizia cantik dengan kaos crop top dan rok jeans di atas lutut.
Lizia meraih tas selempangnya, memakainya, mengisinya dengan beberapa keperluan bahkan beberapa bahan pengusir hantu.
"Bawa secukupnya. Ada aku sama Lanon, ga usah khawatir." Heksa mengacak pelan rambut Lizia lalu tersenyum manis.
"Iya." Lizia berhenti memasukan barang. Dia meraih ponsel, dompet barulah dia turun ke bawah.
Di sana sudah ada Sion dan Nimas.
"Gea mana?" tanya pelan Lizia.
"Kak— maksudnya, Lanon yang jemput." jawab Nimas.
Celine dengan riang gembira menyuguhkan beberapa cemilan. "Loh, anaknya mama udah turun, coba cek dulu suhu tubuhnya." dia sentuh kening anaknya.
"Udah engga, ma." Lizia tersenyum.
"Iya, udah sembuh." Celine kecup gemas pipi Lizia. "Mama seneng kamu berubah," bisiknya dengan tulus.
"Mama seneng kamu jadi banyak teman," tambah Celine dengan berbisik.
Lizia tersenyum semakin lebar.
"Ayo, dimakan ga usah sungkan. Anggap rumah sendiri, makasih udah mau jadi temennya Lizia," haru Celine.
"Lizia baik, tan. Dia keren," seru Sion dengan mengacungi dua jempol baru mulai memakan cemilan.
Heksa menatapnya sinis. Ada rasa cemburu menyeruak mendengar pujian dari laki-laki lain untuk Lizianya.
Sion menelan kunyahannya lalu celingukan. Kenapa rasanya dia sedang ditatap sesuatu yang menyeramkan.
Dekat dengan Lizia memang rasanya dia jadi sensitif walau tidak bisa melihat secara jelas sosok hantu.
"Apa mama boleh tahu? Kenapa kalian ramai-ramai mau ke desa?" Celine mematap ketiganya.
Lizia terlihat gugup.