xii. Denouement

222 33 8
                                    

cw // blood, vomit


.


.


.


Sudah dua puluh tiga menit berlalu dan belum ada tanda-tanda Dokter keluar dari ruangan di depannya. Ia merasa déjà vuㅡ duduk di posisi sama untuk menunggu siapapun memanggil namanya, memberitahukan kalau Jiwoong baik-baik saja di dalam sana. Baru satu hari berlalu dan ia harus kembali dalam situasi ini.

Pikirannya melayang, bahkan ia tidak merasakan kakinya menapak pada tanah. Suara pergerakan jarum pada jam dinding terdengar nyaring, dengan jelas ia bisa mendengar bunyi detak jantungnya yang berdegup kencangㅡ memacu adrenalin yang entah datang dari mana.

Derap langkah terdengar mendekat ke arahnya namun ia memilih tak peduli. Pandangannya hanya tertuju pada kedua telapak tangannya yang penuh dengan noda darah yang mengering. Darah Jiwoongㅡ sahabatnya yang ia sayangi dengan sepenuh hati ; suaminya yang ia janjikan keselamatannya, kesehatannya, kebahagiaannya, di hadapan Tuhan melalui janji suci.


Jiwoong


Jiwoong


Jiwoong


Bibirnya hanya kuasa menyebut namanya. Tak lupa menyelipkan untaian kata bahwa semua akan baik-baik saja. Ya, semuanya akan baik-baik saja.

Badannya dipeluk oleh seseorang yang ia hafal wangi parfum khasnya, familiar tercium di hidungnya. Raga yang mendekapnya mengatakan sesuatu yang telinganya tak bisa ia tangkap dengan jelas.

"Hao..."

Ibu Kim. Ia tidak tahu kapan Ibunya berada disini, karena terakhir yang ia tahu Ayah dan Ibu mertuanya itu masih berada di Swiss. Dan ia juga tak memiliki tenaga untuk sekedar berbasa-basi mencari tahu.

"Hao, tenang ya." Tangan dinginnya digenggam, mengalihkan perhatiannya. Sejak tadi ia ditemani Gyuvin yang saat ini mungkin masih mengurus administrasi. Adiknya itu datang tepat saat ia meraung memanggil nama Jiwoong yang tidak lagi memberikan respon. Ia bersyukur masih ada yang bisa berpikir logis di antara mereka untuk memanggil ambulance, meskipun keadaan Gyuvin juga sama kacaunya.

Sepanjang jalan menuju Rumah Sakit tangannya tak lepas memegang erat tangan Jiwoong, meskipun tak ada balasan genggaman disana. Bibirnya tidak absen memanggil 'sayang' meskipun ia tahu tak akan ada jawaban. Kata-kata dari tim medis yang memintanya untuk tetap tenang ia indahkanㅡ bagaimana cara agar tetap tenang saat melihat tubuh di depannya terkulai lemas tanpa daya, seperti tak bernyawa.

Ia hanya mengangguk dan menggeleng saat nurse bertanya padanya sesaat mereka sampai di Rumah Sakit. Ia baru pada kesadarannya ketika Gyuvin memegang lengannya dan menuntunnya untuk duduk di kursi depan ruangan bertuliskan Unit Gawat Darurat yang tercetak huruf kapital berwarna merah.

"Kakak tunggu disini ya, aku urus dulu administrasinya."


Ia sendiri.


Maka saat Ibu Kim menggenggam tangan dan memeluk tubuhnya, ia bisa bernapas dengan lega, mengeluarkan rasa sesak yang bergejolak dalam dadanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Iridescent (neuljyung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang