•
•
•
HAPPY READING"Pembawa sial!"
"Anak tak tau diri!"
"Gue nggak mau punya anak pembunuh kayak Lo! Pergi dari rumah ini!"
Sosok anak kecil berusia lima tahun itu terisak, menatap tak mengerti pada wanita paruh baya di hadapannya
"Nggak usah cengeng kamu!"Mata bulat itu kembali meneteskan air mata yang tak berniat di hapusnya, menatap dalam pada wanita paruh baya yang telah melahirkan nya ke dunia yang kejam ini.
"Mama maafin Laut"
Hanya itu yang bisa anak itu ucapkan, dia tak tahu benar apa yang membuat wanita dihadapannya selalu kasar semenjak ia tahu sang papa telah meninggalkan mereka."Jangan panggil saya mama, saya benci kamu, anak pembunuh!"
Prang!
"Maaf.."
"Maafin Laut ma.."
"Jangan benci laut ma.."Sosok pemuda manis yang tengah tertidur itu mengeliat tak nyaman sembari mengigau, bahkan keringat dingin mengucur membasahi wajahnya
"MAMA"
suara teriakan itu menghantarkan Laut untuk bangun dari mimpi buruknya, Laut terduduk menatap kosong, mengatur pernapasan dia yang bahkan tak beraturanLelaki itu mencengkram erat rambutnya, memundurkan tubuhnya hingga terbentur pada headbed, menggeleng lemah di tengah temaram yang melingkupi nya
"Laut nggak salah.. laut bukan pembunuh.." suara itu tercekat, tangan yang semula mencengkram keplanya kini beralih mencengkram erat kedua sisi kasurnya
Air mata tanpa permisi membasahi wajah putih pucat itu merembes Hinga bercampur dengan keringat nya"L-laut Bu..kan.. pembunuh.." Laut beegumam di sela Isak tangisnya, tambah merapatkan tubuhnya, dan memeluk lutut sendiri, lalu membenamkan wajahnya disana
"Laut capek... Hiks.. laut mau ikut papa..."
"Disini sakit pa, Laut di benci, Laut bikin dia nggak bahagia pa, dia pasti juga ngerasain sakit yang Laut rasain dulu pa..."
Pemuda itu beralih membuka nakas, hingga tangannya berhasil menemukan sebotol obat penenang yang diam-diam dia beli, pemuda itu meraih gelas di atas nakas lalu meminum air dan obat itu bersamaan
Setelahnya Laut kembali mencoba merebahkan tubuhnya, mencoba memejamkan mata walau masih dengan perasaan yang berkecamuk hebat.
⋆.˚✮🌷✮˚.⋆
Seharusnya seperti biasa, namun kali ini Laut sungguh tak berdaya, hingga ia yang biasanya tepat waktu harus terlambat datang ke sekolah
Mendapat ceramah singkat dari guru BK hingga berakhir Laut mendapat hukuman menyapu lapangan yang selebar dosa kalian, berjanda... Maksudnya selebar lebarnya.
Laut memang tak sendirian, ia kebetulan mendapat bagian itu bersama seorang teman seangkatannya, lebih tepatnya teman dekat Althan
"Ini kayaknya sengaja nggak di sapu deh!" Seseorang di sebelah Laut menggerutu kesal
Sosok itu menoleh pada Laut yang menatap pasrah pada lapangan di hadapan mereka, dengan sapu lidi yang setia di genggaman nya"Gue kayaknya belum pernah liat tampang polos kayak Lo dihukum deh"
Laut menoleh sekilas pada orang yang ia ketahui bernama Leon itu, kembali memandangi lapangan di hadapan mereka
"Baru kali ini gue telat" sahut Laut malas
Leon ber oh ria
"Pantesan, tapi Lo pucat banget loh"
Laut kembali menoleh pada sosok dengan rambut acak-acakan itu, mendapati tatapan cemas di wajah itu
KAMU SEDANG MEMBACA
WE CAN'T
Подростковая литератураWARNING ⚠️ • • • Laut harus hidup berdampingan menjadi saudara untuk seseorang yang bahkan tak pernah menganggap kehadirannya. tapi kata orang benci dan cinta itu beda tipis... Laut selalu berusaha untuk mendekatkan dirinya dengan Althan, namun baga...