Bab 3

621 22 4
                                    

Pagi itu matahari mulai mengintip malu-malu, menyusupkan sinarnya di antara daun-daun yang tertiup angin pelan. Nadya baru saja terjaga dari tidur lelapnya ketika pintu kamar diketuk perlahan. Seorang santri ndalem berdiri di ambang pintu, memberikan salam penuh hormat dan menyampaikan pesan: Ning Shinta meminta Nadya untuk segera menemuinya di ndalem (rumahnya).

Rasa penasaran memenuhi benak Nadya. Ada apa gerangan di pagi seindah ini hingga Ning Shinta perlu memanggilnya? Bergegas ia membenahi diri, lalu melangkah menuju ndalem Ning Shinta dan Gus Reyhan. Udara pagi menyegarkan, membawa sedikit ketenangan di antara jantungnya yang berdebar tak sabar.

Di depan pintu, Nadya mengetuk perlahan. Tak lama, pintu itu terbuka, dan di sana tampaklah Ning Shinta yang anggun dalam balutan gamis warna lembut, hijabnya tertata rapi dengan warna senada, menambah keindahan wajahnya yang tenang. Ning Shinta menyambut Nadya dengan senyum teduh, membuat Nadya merasa lebih tenteram.

"Nadya, ayo masuk," ajak Ning Shinta, suaranya lembut dan penuh kasih sayang, seakan-akan tak ada persoalan berat yang akan dibicarakan. Nadya mengikuti dengan takzim, duduk di ruang tamu yang nyaman dan harum, serasa diselimuti ketenangan.

Ning Shinta menatap Nadya, lalu menghela napas sejenak sebelum memulai. "Nadya," suaranya begitu lembut namun tegas, "ada sesuatu yang Ning ingin minta darimu."

"Baik, Ning. Apa yang bisa saya bantu?" tanya Nadya dengan penuh hormat.

"Besok Aku seharusnya hadir di pengajian di Malang. Namun, Aku harus melakukan pemeriksaan kesehatan mendadak. Karena itu, Ning berharap kamu bisa menggantikan Ning di acara pengajian itu."

Mata Nadya membesar, hatinya berdesir kaget sekaligus bingung. "Menggantikan Anda, Ning?" Nadya nyaris berbisik. "Saya... saya rasa saya tidak akan mampu," lanjutnya dengan penuh keraguan. "Mengisi pengajian sebesar itu, bagaimana mungkin saya bisa tampil seperti Anda?"

Ning Shinta tersenyum lembut, seperti angin pagi yang menenangkan, kemudian menggenggam tangan Nadya dengan erat. "Nadya, Aku tidak memintamu untuk menjadi sempurna. Aku memintamu agar kamu mencoba. Bukan untukku, tapi untuk dirimu sendiri. Kamu akan ditemani Gus Reyhan, namun ini adalah hal pribadi. Cukup antara kita saja yang tahu."

Nadya merasakan gelombang kegugupan dan kecemasan yang bercampur di hatinya. "Tapi, Ning, bagaimana mungkin mereka tidak tahu bahwa saya bukan Anda? Semua orang sudah mengenal Ning Shinta..."

Ning Shinta mengangguk pelan dan tersenyum penuh misteri. "Itulah sebabnya, Ning telah menyiapkan sesuatu yang istimewa. Mari, ikut ke kamar."

Dengan penuh penasaran, Nadya mengikuti langkah Ning Shinta menuju kamar pribadinya. Ning Shinta membuka lemari besar yang tertata rapi, lalu mengambil sesuatu yang tampak seperti pakaian kulit khusus, halus namun kokoh, dengan warna yang menyatu sempurna dengan kulit.

"Nadya, ini adalah kostum khusus yang aku pesan. Ketika kamu memakainya, kamu akan terlihat seperti Ning, bahkan hingga ke gerak-gerik dan ekspresi wajah."

Nadya menatap kostum itu dengan penuh takjub. "Jadi, Ning, jika saya memakai ini, orang-orang benar-benar akan percaya bahwa saya adalah Anda?"

Ning Shinta mengangguk, matanya penuh keyakinan. "Benar, Nadya. Ini bukan hanya tentang bagaimana kamu terlihat. Ini adalah tentang bagaimana kamu membawa peran ini dengan sepenuh hati. Ning percaya, kamu bisa."

Nadya terdiam sejenak, merenungi ucapan Ning Shinta. Namun, tiba-tiba, sebuah pemikiran melintas di kepalanya, membuat wajahnya sedikit pucat. Ia menatap Ning Shinta dengan mata membulat. "Ning... berarti aku juga harus berpura-pura sebagai... istri dari Gus Reyhan?"

Ning Shinta tersenyum simpul, sedikit geli melihat kekhawatiran di wajah Nadya. "Ya, Nadya. Sebagai Ning Shinta, kamu memang harus terlihat seperti diriku, baik dalam tampilan maupun sikap. Namun ingat, kamu tidak perlu berbicara terlalu banyak. Cukup bawa dirimu dengan tenang, dan biarkan Gus Reyhan mengisi acara. Kamu hanya perlu hadir, membawa keberanian dan ketenangan."

"Ah, Ning, tapi... saya sungguh merasa tak pantas..." Nadya menggigit bibirnya, merasa gemetar. "Bagaimana kalau... bagaimana kalau Gus Reyhan menyadari bahwa saya bukan Anda?"

Ning Shinta tertawa kecil, menepuk bahu Nadya. "Gus Reyhan tidak akan menyadarinya. Dia akan menganggap kamu sebagai Ning Shinta yang seperti biasa berdakwah di atas panggung. Jangan khawatir, Nadya. Ini akan menjadi pengalaman berharga bagimu. Anggaplah ini sebuah pelajaran, kesempatan untuk memahami bagaimana menjadi seseorang yang memiliki tanggung jawab besar."

Nadya mengangguk, meski masih terasa ragu, namun sedikit demi sedikit ia merasakan semangat yang mengalir dari tatapan penuh keyakinan Ning Shinta.

"Baiklah, Ning... saya akan mencoba. Meskipun rasanya berat, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menggantikan Anda. Ini adalah amanah, dan saya akan menjaga kehormatan Anda."

Masih dengan hati yang ragu namun mulai terpengaruh oleh kata-kata Ning Shinta, Nadya perlahan mengangguk. "Baiklah, Ning. Aku akan mencoba. Tapi... bagaimana caranya agar aku bisa benar-benar terlihat seperti Anda?"

Ning Shinta tersenyum penuh misteri, lalu berdiri dan mengajak Nadya ke sebuah kamar di sisi lain rumah itu. Di dalam kamar itu, Nadya melihat sebuah kostum yang tergantung di lemari – sebuah kostum kulit yang terlihat seperti replika tubuh Ning Shinta. Nadya membelalakkan mata, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Ini adalah kostum khusus yang sudah kupesan," jelas Ning Shinta. "Dengan ini, kamu akan benar-benar terlihat seperti aku dari kepala hingga kaki."

Nadya merasa jantungnya berdebar semakin kencang. Ia tak menyangka akan mengenakan sesuatu seperti itu untuk menyamar sebagai Ning Shinta. "Aku... benar-benar akan mengenakan ini, Ning?"

"Benar, Nadya. Dengan kostum ini, penampilanmu akan sangat mirip denganku, bahkan Gus Reyhan tak akan menyadari perbedaannya," jawab Ning Shinta sambil tertawa kecil, menyadari keheranan Nadya.

Sebuah Masalah Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang