Di balik tirai ganti, Nadya berdiri dengan perasaan ganjil namun anehnya juga nyaman, seolah dirinya telah melebur menjadi sosok lain yang nyaris tak ia kenali. Kostum kulit yang menempel ketat di tubuhnya terasa seperti bayangan dirinya yang tak kasat mata, menutupi tanpa ada rasa berat atau hambatan. Seakan-akan kostum itu bukan kain atau serat, melainkan lapisan kulit tambahan yang tumbuh langsung dari tubuhnya. Setiap gerakan—sekecil apa pun—terasa halus, mulus, dan benar-benar menyatu. Begitu menyatunya hingga ia merasa seolah berdiri telanjang bulat, tanpa perlindungan apa pun, seolah rahasia dirinya terbuka untuk dilihat tanpa sedikit pun yang tersisa.
Di luar tirai, Ning Shinta menanti dengan penuh perhatian, menyadari ketegangan yang tergambar di wajah Nadya. Tanpa berkata banyak, ia menyelipkan gamis biru dengan motif bordir halus melalui celah tirai. Gamis itu berwarna biru yang lembut, mengingatkan Nadya pada lautan yang tenang di bawah cahaya senja—kedamaian yang tak mudah ditembus. Setiap sulaman di gamis itu seakan bercerita tentang kesederhanaan dan keanggunan, seolah kisah Ning Shinta terjalin dalam setiap jahitan.
"Pakai gamis ini, Nadya," suara Ning Shinta terdengar lembut, seolah berbisik di telinganya. "Kostum itu memang dibuat agar kamu merasa seolah mirip denganku, tapi dengan gamis ini, kau akan benar-benar tampak seperti diriku—anggun dan sederhana."
Nadya menerima gamis itu dengan perlahan, kedua tangannya menyentuh kain halus yang jatuh menggantung indah. Sambil mengenakannya, ia merasakan bagaimana lapisan kain lembut itu meluncur di atas kostum kulit yang tersembunyi, menyembunyikan sosok yang terasa aneh itu dalam keanggunan Ning Shinta. Ia meloloskan lengannya ke dalam lengan gamis yang panjang dan lebar, menyelubungi dirinya hingga gamis itu membalut tubuhnya dengan pas. Motif bunga-bunga kecil yang tersebar rapi di dada dan lengan gamis menambah sentuhan yang seolah melambangkan kedewasaan dan kematangan seorang wanita sholehah yang bijak dan berwibawa.
Setelah mengenakan gamis, Nadya mengambil hijab voal yang diberikan Ning Shinta. Hijab itu terasa lembut, seperti embun pagi yang menyentuh wajah. Ketika ia memakainya, hijab itu membingkai wajahnya dengan sempurna, menciptakan kesan lembut dan teduh, mengubah Nadya menjadi sosok yang hampir tak ia kenali lagi—begitu dekat dengan sosok Ning Shinta, namun tetap ada Nadya yang asli di balik kostum kulit tersebut.
Ia mengambil napas dalam-dalam sebelum melangkah keluar dari balik tirai. Ketika ia berdiri di depan cermin besar yang berbingkai ukiran emas, Nadya terkejut dengan pantulan yang ia lihat. Sosok di cermin itu bukanlah Nadya, melainkan sosok Ning Shinta yang selalu ia kagumi, yang tenang dan berwibawa. Dengan gamis biru lembut yang menjuntai anggun, dihiasi bordir halus dan hijab yang membingkai wajahnya dengan indah, ia terlihat seperti wanita yang sholehah dan 'alim, seperti sosok Ning Shinta.
Ning Shinta, yang berdiri di sampingnya, memandang Nadya dengan penuh kebanggaan. "Sempurna," katanya dengan senyum puas, suaranya mengalir lembut seperti angin yang bertiup di senja hari. "Kini kau benar-benar menjadi diriku, lebih dari sekadar penampilan, Nadya. Kau telah menyerap diriku, seolah kau adalah bayanganku yang hidup."
Nadya menatap pantulan dirinya dengan heran, dan ada perasaan asing yang berdesir di hatinya. Ada keagungan dalam bayangan itu, sebuah keanggunan yang selama ini hanya ia saksikan dari kejauhan, kini menjadi bagian dari dirinya. Tubuhnya, yang tersembunyi dalam kostum dan gamis ini, menyatu dalam sosok Ning Shinta yang selama ini hanya ia kenal dari cerita dan pandangan sekilas. Perlahan, ia mulai merasakan kepercayaan diri mengalir dalam dirinya, seolah gamis dan hijab itu tak hanya melapisi tubuhnya, tetapi juga mengisi jiwanya dengan kekuatan dan kebijaksanaan Ning Shinta.
Sejenak, Nadya menutup mata, menarik napasnya secara perlahan-lahan untuk menenangkan hatinya. Ketika ia membuka mata lagi, ia tahu bahwa sosok yang ada di dalam cermin bukan lagi dirinya yang lama, tetapi cerminan sosok yang siap menjalani peran baru yang tak pernah ia bayangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Masalah Tak Terduga
FantasiaNing Shinta dan Gus Reyhan adalah pasangan pendakwah suami istri yang tengah naik daun di dunia dakwah. Setiap minggu, mereka selalu sibuk mengisi pengajian di berbagai kota, dan karena popularitas mereka yang terus meroket, banyak undangan datang b...