80. Ending. (ini asli tamat)

186 34 68
                                    

Tiga bulan berlalu, setelah ujian tengah semester, kegiatan di SMA Monsta mulai padat lagi. Gempa, sebagai pengurus OSIS kelas XI, disibukkan dengan berbagai kegiatan sekolah.

Tugas-tugas OSIS semakin bertambah, apalagi saat banyak acara sekolah yang harus diurus. Gempa sering terlihat sibuk di koridor dengan berkas di tangan atau tergesa-gesa bolak-balik ke ruang guru dan ruangan OSIS.

Ketika Gempa sedang mengecek persiapan acara untuk olahraga antar kelas, Gempa melihat Taufan datang ke kelas XI IPS 1 untuk mengunjunginya. Taufan sering ngobrol bersama Blaze, Ice dan Solar sebelum menemui Gempa.

Taufan melambaikan tangan pada Gempa dari ambang pintu kelas. "Lagi sibuk banget, ya?" tanyanya sambil tersenyum.

Gempa tertawa, terlihat kelelahan tetapi dia senang melihat abangnya. "Ya, begitulah. OSIS bikin pusing, Kak Taufan. Bentar lagi persiapan lomba olahraga antar kelas, belum lagi rapat," katanya sambil menghela napas panjang.

Solar tersenyum mendengar percakapan mereka. Solar sering duduk bersama Blaze dan Ice di sela-sela jam istirahat karena Gempa sibuk dan tidak bisa diganggu.

"Jangan lupa istirahat, Gempa," kata Taufan sambil memberikan bekal untuk adiknya itu.

Gempa terdiam melihat bekal itu, tubuhnya kaku, matanya melirik pada Taufan yang tersenyum dan menatapnya dengan hangat.

"Kak Taufan masak apa?" Gempa bertanya, berusaha terlihat biasa saja.

"Nugget sama nasi goreng, semoga suka," kata Taufan sebelum pergi mwnghampiri Blaze.

Mereka berdua segera main game setelah Taufan mengeluarkan ponselnya. Sedangkan Ice diam-diam pergi ke bangkunya Gempa dan duduk di sebelahnya.

Gempa memegang kotak bekal itu lalu menghela napas sebelum menghabiskan bekal itu, sesekali Ice memberikan air untuk Gempa minum.

"Rasanya gimana?" tanya Ice.

"Kebanyakan garam sama kecap, nuggetnya juga belum terlalu matang," jawab Gempa sambil berbisik.

"Kasihan kamu, gak mau ngomong ke Kak Taufan kalau masakannya gak enak?" Ice bertanya dengan suara pelan.

Gempa menggeleng. "Aku nggak tega," jawabnya.

Solar dan Blaze saling berpandangan, mereka melihat Gempa dan Ice dari bangku belakang. Blaze menyikut lengan Solar sambil melirik-lirik Taufan.

Solar meletakkan ponselnya sebelum memanggil Taufan.

"Hmmm?" Taufan mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

"Lo nggak pernah makan masakan lo sendiri kah?" tanya Solar pada akhirnya.

Taufan menggeleng. "Kenapa emangnya?"

"Masakan lo gak enak, kami semua pengen jujur aja ya. Kasihan Gempa ngabisin masakan lo mulu meskipun rasanya ancur banget," kata Solar dengan terang-terangan.

Ekspresi Taufan langsung berubah saat mendengar pernyataan Solar. Mulutnya terbuka sedikit, matanya membulat tak percaya. Taufan terdiam sejenak, pikirannya melayang pada bekal yang baru saja dia berikan pada Gempa. Rasa bersalah mulai menjalar di hatinya.

Dengan langkah ragu, Taufan mendekati Gempa. Pemuda itu melihat adiknya sedang meneguk air putih dengan raut wajah yang sulit dibaca.

"Gempa, maafin gue. Gue gak tahu kalau masakan gue rasanya kayak gitu," kata Taufan, dia menepuk pelan kepala Gempa.

Gempa terdiam mendengar permintaan maaf Taufan. Tangannya yang menggenggam botol mengencang. Gempa menatap abangnya sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang