Ditengah hujan badai yang melanda sebuah desa yang dipenuhi dengan hamparan sawah yang luas, tinggallah seekor Anak Anjing bersama ibunya disebuah rumah sederhana yang terbuat dari Bambu. Mereka baru saja pindah kesana hari iru dari kota setelah kepergian sang kepala keluarga. Karena tak kuasa menahan rasa rindu dan kenangan yang menghantuinya disetiap sudut rumah lamanya. Walau berat, sang ibu membawa anak tunggalnya itu untuk tinggal bersama disebuah desa yang sunyi. Tak banyak penduduk yang menempati desa tersebut.
Malam itu rumah mereka terus-menerus diterjang oleh ganasnya air hujan yang tak juga berhenti setelah berjam-jam. Beberapa bambu yang tak begitu kokoh akhirnya ambruk, membiarkan air hujan masuk ke dalam rumah. Anak Anjing ketakutan ketika lama kelamaan air hujan mulai memenuhi lantai rumah, bak ingin merendam ia bersama ibunya yang terduduk di atas kasur yang tak begitu tinggi. Sang ibu sudah berusaha menghalau air yang masuk, namun tetap saja semua itu sia-sia karena diluar pun banjir sudah melanda desa.
Akhirnya Ibu Anjing memeluk anaknya erat, dalam hati menyesal membuat anaknya melalui semua hal itu. Sementara sang anak hanya dapat melamun, hatinya masih begitu sedih ditinggal oleh ayah tercintanya, dan juga harus meninggalkan tempat tinggal dimana ia tumbuh dan berkembang bersama sahabat-sahabatnya. Begitu banyak kehilangan yang ia rasa malam itu, tampaknya hujan yang lebat membuatnya dapat memikirkan semua kenangan menyayat hati yang selalu ia coba lupakan.
Ditengah keheningan dan suara tangis sang ibu dan anak, tiba-tiba terdengar suara dobrakan pintu dari luar rumah. Rumah yang tak memiliki ruangan lain itu membuat Ibu Anjing dan anaknya dapat langsung melihat sang pelaku. Seekor Anak Kucing berwarna oranye muncul dengan perahu rakitnya yang panjang namun masih memungkinkan untuk masuk melalui pintu rumah. Dengan senyum merekah, Anak Kucing tersebut mendekati mereka.
"Sepertinya saya punya tetangga baru" Sapa Anak Kucing tersebut. Namun karena masih memproses apa yang sedang terjadi, baik Ibu maupun Anak Anjing tak membalas sapaannya.
"Desa ini memang sering hujan, tapi malam ini memang sangat deras. Ayo naik ke kapalku, kita harus mengungsi ke atas bukit" lanjut Anak Kucing.
Bak disihir, Ibu dan Anak Anjing langsung menaiki kapal rakit itu. Pada awalnya semua terasa hening, Anak Kucing tak enak hati ingin berbicara lebih banyak. Sebab dari raut wajah keduanya tampak adanya kesedihan. Sesampainya di atas bukit, mereka terus mendaki dipandu oleh Anak Kucing yang tampak sudah lihai. Keadaan masih sangat hening seperti semula, hingga Ibu Anjing memecahkan keheningan itu.
"Nak, maaf kami tidak sempat mengucapkan terima kasih tadi. Terima kasih ya atas bantuannya" Ibu Anjing tersenyum tulus.
"Tidak masalah tante, tadi saya kebetulan lewat dan melihat lampu menyala di rumah yang sudah lama kosong. Jadi dugaan saya adalah ada yang baru saja menempatinya. Namun karena saya khawatir pemilik baru tak mengetahui hujan yang sering terjadi di desa ini, sehingga saya mendatangi, takut kalau pemilik tak melakukan persiapan apa-apa" jelas Anak Kucing panjang lebar dengan sopan.
"Kamu baik sekali, tapi keluargamu sudah sampai duluan disini kan?" Tanya Ibu Anjing lagi.
Ada keheningan sesaat, lalu Anak Kucing berkata sambil tersenyum "Saya sudah tidak punya keluarga tante". Lalu entah mengapa, masih dengan senyumnya, Anak Kucing menceritakan tentang keluarganya yang meninggalkannya sendirian di desa ini saat ia masih kecil. Sehingga ia harus tinggal sendirian. Anak Kucing merasa aneh pada dirinya yang tak biasa karena menceritakan kisah hidupnya ke orang yang baru dikenalnya. Namun jauh di lubuk hatinya ada rasa kepercayaan yang dalam terhadap Ibu dan Anak anjing. Saat tengah malam, Anak Anjing yang tak bisa tidur pun menghampiri Anak Kucing yang termenung sendirian, sementara ibunya sedang tertidur lelap. Anak Anjing juga menceritakan kisah hidupnya serta kesedihan atas kepergian orang-orang yang disayanginya. Ia berharap Anak Kucing tidak merasa sendirian didunia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Rimba: Lantunan Kisah Tak Terukir Para Fauna
Krótkie OpowiadaniaKisah para Fauna yang tak pernah terukir, namun selalu mengalir bersamaan dengan hikmah yang dapat dipetik.