Toxic | JaemJen / MarkNo

887 65 9
                                    

Happy reading

"Aaaaahhh..." lenguhan panjang terdengar di ruangan yang kini dipenuhi oleh aroma maskulin hasil persenggamaan dua insan manusia tersebut.

Sang dominan menghentak beberapa kali hingga titik penghabisan spermanya. Sementara sang submissive yang nampak sudah kepayahan sibuk mengatur nafasnya sembari merasakan sakit di sekujur tubuhnya akibat permainan sang dominan yang kasar. Pemuda berkulit putih pucat itu tertelungkup di ranjang seolah tak memiliki daya. Netranya tertutup sempurna. Bisa ditebak, tak lama lagi kesadarannya akan terenggut sempurna.

Beberapa menit kemudian ia merasakan usapan lembut sebuah fabric pada tubuh bagian belakangnya. Basah dan hangat yang ia rasakan. Sang dominan membersihkan tubuhnya dengan handuk yang lembut yang sudah dibasahi oleh air hangat. Pun dengan belakang kepalanya yang berkeringat, serta bagian bawahnya yang kini terasa sakit luar biasa setelah berhasil memuaskan sang dominan beberapa kali. Desisannya lolos saat fabric itu diusapkan disana. Perih. Dan nyeri luar biasa. Tapi ia tak protes. Ia hanya diam saja menerima semua perlakuan lembut itu.

Selesai membersihkan tubuhnya bagian belakang, sang dominan membaliknya dengan lembut. Dibersihkannya tubuh pemuda cantik yang sudah 2 tahun ini dipacarinya. Seluruh bagian tubuh yang penuh bercak merah keunguan tersebut diusapnya dengan lembut dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kemudian setelah dirasa bersih, sang dominan mengangkat tubuh lemas itu dan membawanya menuju sofa. Hal yang sudah pasti ia lakukan setelahnya adalah membersihkan tempat tidur yang nampak kacau. Si submissive sudah hapal betul kebiasaan dominannya seusai sesi panas mereka. Karena itu ia memilih tenggelam dalam dunia mimpi.

⋇⋆✦⋆⋇ 

"Chy-"

"Michy..."

Samar suara tersebut akhirnya didengar oleh pemuda beriris rembulan yang tengah tidur bagaikan orang mati. Nada cemas dalam nada suara si pemanggil sudah sangat akrab di telinganya.

"Mic- Oh, syukurlah kamu akhirnya bangun!"

Kelegaan terdengar ketara diucap pemuda yang berusia setahun di atasnya tersebut. Michy mencoba membuka matanya semakin lebar meski terasa sangat berat.

"Kak..." lirihnya.

Nafasnya sedikit tersengal.

"Aku bantu bangun, kamu minum obat dulu. Ya?"

Michy mengangguk. Walaupun sangat lemah, tapi ia berusaha sekuat tenaga untuk bangkit. Dengan dibantu oleh Maxime -nama pemuda itu- tentunya. Pemuda yang tak lain adalah seniornya di kampus itu membantunya dengan sangat telaten.

"Sshh..." desisan keluar dari bibir Michy kala ia kembali berbaring.

"Sakit?" cemas Maxim.

Michy hanya mengangguk. Ia terlalu lemah untuk berbicara. Membuat yang tua menghela nafasnya.

"Kali ini apa masalahnya?"

Tak ada jawaban. Pemuda di hadapan Maxime kembali memejamkan matanya.

"Mau sampe kapan kamu kaya' gini terus Chy? Sudah kakak bilang kan, dia itu toxic. Kamu harusnya-"

"Kak," potong Michy lirih.

Maxime terdiam. Ditatapnya Michy lekat-lekat. Perlahan netra cantik berpayung bulu mata lentik yang nampak sayu itu terbuka.

"Kepala aku pusing banget. Bisa gak ngomelnya dipending dulu?"

"Ya gimana gak pusing? Orang kamu demam tinggi begini! Kakak ngomel bukan karena kakak jahat. Tapi karena kakak care sama kamu. Kakak paling gak bisa liat kamu sakit begini, Chy!" ungkapan kekesalan Maxime membuat Michy terdiam.

"Setiap ada masalah, kalian bertengkar, ujung-ujungnya dia siksa kamu kaya' gini! Mana abis gitu ditinggalin lagi! Kamu gak marah? Kamu gak sakit hati? Kalo kakak pasti sakit hati banget, Chy! Disodok, dipukuli, disiksa, abis itu ditinggal. Aaargh! Brengsek banget itu manusia! Anjing! Biadab!"

Tak ada suara atau pergerakan sedikit pun dari sosok yang berbaring di ranjang.

"Dan kamu masih bisa bertahan? Oh ayolah Michy! Kamu itu cantik. Kamu populer. Kamu bisa dapetin yang lebih baik dari dia. Yang bisa memperlakukan kamu dengan baik. Yang bisa merajakan kamu. Bukannya jadiin kamu budak seks dia setiap dia kesel atau kalian lagi ada masalah."

Michy masih tetap membisu. Namun ia memutar badannya menghadap pada Maxime yang duduk di tepi ranjang. Pemuda itu meringkuk di hadapan si kakak tingkat. Sementara Maxime menatapnya dengan lamat. Hingga akhirnya ia lihat tubuh pemuda itu mulai bergetar. Maxime yang sudah menduganya segera meraih tangannya. Menggenggamnya dengan lembut, lalu mengusapnya dengan ibu jari.

Mendapat perlakuan lembut itu, isakan Michy lantas terdengar. Ia semakin mendekat pada Maxime, mengubah posisi tubuhnya, mengangkat kepalanya yang sakit luar biasa, lalu meletakkannya di pangkuan yang lebih tua. Sementara tangannya melingkar pada pinggang pemuda itu. Setelahnya isakannya terdengar lebih keras. Michy menangis tersedu-sedu.

Maxime hanya bisa diam. Ia tak lagi mengatakan apapun. Tangannya kini sibuk mengusapi kepala Michy. Dengan penuh kelembutan. Mencoba menghantarkan sedikit ketenangan pada pemuda tersebut. Meskipun ia sendiri sedang tidak tenang. Ia kesal. Ia marah luar biasa.

Michy sakit. Michy menangis. Michy yang ia jaga bak permata. Michy yang ia sayang setulus hati. Dan Michy yang ia cinta sedalam samudra, namun tak pernah membalas cintanya. Tak apalah asal Michy bahagia. Begitu pikirnya dulu. Namun nyatanya, Michy justru tersiksa oleh pilihan hatinya. Michy justru tersiksa karena perasaan cintanya. Dan Maxime semakin terluka karenanya.

Next?

Or

No.

All About Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang