Selamat Membaca
Pagi itu, Sean I Natlan, jenderal angkatan laut yang terkenal dengan ketegasan dan kebijaksanaannya, menerima kabar yang sangat mengejutkan. Salah satu prajuritnya datang dengan wajah penuh kegembiraan, membawa kabar baik yang sudah lama dinantikan.
"Jenderal, kami baru saja menerima laporan dari pengamatan udara," kata prajurit itu, suaranya terengah-engah karena terburu-buru. "Kami melihat tanda SOS di pulau terpencil, dan kami yakin itu adalah tanda dari Zee dan Marsha!"
Mata Sean menyipit, sementara hatinya berdebar kencang. Sudah lama dia merasa cemas dan khawatir atas nasib anaknya, Zee, yang dilaporkan hilang bersama Marsha setelah kapal mereka diserang. Kabar ini memberikan secercah harapan yang selama ini hilang.
"Tanda SOS?" tanya Sean dengan suara berat, mencoba menahan emosinya. "Apakah kalian yakin itu dari mereka?"
Prajurit itu mengangguk. "Kami yakin, Jenderal. Tanda itu sangat jelas, dan kami sudah melakukan pengecekan. Kami sedang menuju ke sana sekarang."
Sean, yang selama ini tidak pernah menunjukkan keraguan di hadapan anak buahnya, merasakan campuran perasaan. Kelegaan, kegembiraan, dan juga ketegangan. "Segera persiapkan semua pasukan. Kita berangkat sekarang juga. Jangan ada yang terlambat," perintahnya dengan suara tegas.
Seketika, pasukan yang terlatih dan siap siaga langsung bergerak cepat, mempersiapkan perahu dan perlengkapan untuk menuju pulau tersebut. Sean, meski sebagai jenderal, tidak sabar menunggu. Hatinya hanya ingin segera memastikan keadaan Zee dan Marsha, dua orang yang sangat berarti baginya.
Sementara itu, di pulau terpencil yang jauh dari peradaban, Zee dan Marsha masih berjuang untuk bertahan hidup, tanpa mengetahui bahwa harapan mereka kini semakin mendekat.
Marsha yang sedang duduk di atas pasir, memandangi laut, tiba-tiba terperanjat ketika melihat sesuatu yang bergerak di langit. Dengan cepat, ia berdiri dan menunjuk ke arah langit, matanya berbinar penuh harapan.
"Zee, lihat! Helikopter!" teriaknya dengan suara yang hampir tak bisa menahan kegembiraannya.
Zee yang sedang memeriksa perahu mereka yang masih rusak, mendongak ke atas, melihat helikopter yang semakin mendekat. Jantungnya berdebar kencang. Setelah sekian lama mereka terjebak di pulau ini, kemungkinan untuk diselamatkan akhirnya ada di depan mata mereka.
"Benarkah itu helikopter?!" tanya Zee, suaranya penuh harap dan tak percaya. Ia berlari ke arah Marsha, matanya terpaku pada helikopter yang semakin jelas terlihat, tanda bahwa ada yang sedang menuju ke arah mereka.
Helikopter itu berputar beberapa kali di atas pulau, seolah memastikan apakah mereka benar-benar melihat tanda SOS
Marsha yang masih tertegun melihat helikopter itu, kemudian beralih melihat ke laut lepas, matanya menatap jauh ke horizon. Tiba-tiba, dia melihat sesuatu yang membuat hatinya berdegup kencang lagi. "Kapal!" serunya dengan suara penuh kelegaan dan kebingungannya.
Zee yang mendengar seruan Marsha langsung menoleh, mengikuti arah pandangannya. Dari kejauhan, sebuah kapal besar mulai terlihat jelas mendekat, bergerak cepat menuju pulau mereka. Setelah berhari-hari terjebak, akhirnya ada harapan yang nyata.
"Benarkah itu?" tanya Zee, memastikan sambil menatap kapal yang semakin mendekat. Seketika, rasa cemas dan lelah yang selama ini menggerogoti dirinya mulai sedikit menghilang.
Marsha mengangguk, matanya tak lepas dari kapal itu. "Itu pasti mereka! Itu kapal penyelamat!" jawabnya dengan suara bergetar, penuh harapan.
Kapal itu semakin mendekat, dan Zee serta Marsha bisa melihat lebih jelas
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Samudra
Ficção GeralKita dan Samudra adalah kisah tentang dua jiwa yang dipersatukan oleh takdir tetapi dipisahkan oleh perbedaan dan luka masa lalu. Zee, seorang perwira muda Angkatan Laut yang penuh dedikasi, tumbuh di bawah didikan keras ayahnya, Jenderal Sean I Nat...