- MWY : 28 -

8 3 0
                                    

— 𝜗𐑞 —

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

— 𝜗𐑞 —

Usai prosesi pemakaman selesai, Biantara mengantarkan Kalangga pulang ke rumah dengan tatapan yang kosong.

Biantara memberikan waktu untuk Kalangga berusaha mengikhlaskan dan menerima ini semua. Dirinya merasa kasihan, teman baiknya itu harus merasakan kehilangan seseorang yang di sayangi untuk kedua kalinya.

"Bi..." panggilnya dengan suara serak.

"Ada apa, Kal?" jawabnya.

"Gue izin libur cari informasi empat pembully Janice, ya. Kayaknya, gue harus pulang kampung biar gak keinget ibu terus." ucap Kalangga sembari tersenyum hambar.

"Boleh, sebulan juga gue kasih izin. Kalau dengan pulang kampung bisa buat rasa sedih lo hilang dengan cepat, gue juga izinin banget."

"Iya, makasih."

"Sama-sama."

"Pas nanti lo bulan madu ke Milan, lo gak usah khawatirkan keadaan dan kondisi gue, lo fokus bulan madu dan habiskan waktu berdua sama Janice aja. Gue bakal baik-baik aja, kok."

"Iya, tapi misalkan lo butuh uang atau hal lain, jangan sungkan chat atau telfon gue, ya? Anggap aja gue ini Abang kandung lo." ucap Biantara.

"Ya." balasnya singkat.

Melihat ke arah luar jendela mobil, Kalangga langsung mendapati langit sangat gelap yang menandakan sebentar lagi akan turun hujan. Sepertinya, langit juga turut merasakan  kesedihannya.

Kalangga merenung sembari suara rintikan hujan yang jatuh di atas mobil. Saat pulang ke rumah, pastinya terasa sangat suntuk dan sepi tanpa ibu nya di rumah.

Kini, semua yang terjadi dan di alaminya menjadi sebuah kenangan yang tak dapat di lupakan sampai kapanpun. Kalangga menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi, kalau saja saat itu dirinya sedang berada di rumah, pasti tidak akan sampai seperti ini.

Tangannya perlahan mengepal kuat dan otaknya berkecamuk memikirkan kesalahannya. Hidup tanpa Ayah saja sudah sangat berat apalagi tanpa kehadiran sang Ibu.

"Bu, kenapa ibu pergi secepat ini? Kalau ibu ninggalin Angga sendirian, nanti siapa yang suka bikin Angga ketawa-ketawa di rumah?" gumam Kalangga.

"Kal, gak boleh gitu, kan tadi pas di rumah sakit lo sempat bilang kalau semua ini takdir Tuhan." tegur Biantara.

"Tetap aja, gue gak ikhlas. Kalau aja takdir bisa dirubah, gue lebih bersedia buat mati lebih dulu. Dunia gue gak ada bokap aja berat, apalagi gak ada nyokap gue? Bisa-bisa hancur." tuturnya.

"Gue tahu, ini semua pasti berat. Tapi, lo harus bisa ikhlas dan menerimanya dengan lapang dada. Ibu lo bakal sedih kalau lihat anak nya yang biasanya selalu ceria, malah kayak begini."

"Apa...gue jual aja rumah gue, ya? Supaya gue cepat ikhlas dan gak sedih terus?" tanya Kalangga.

"Gue gak setuju, mau sesedih apapun, jangan berani-beraninya lo jual barang yang menurut lo banyak kenangan di dalamnya, termasuk rumah lo. Ingat, lo pernah ketawa, sedih dan senang bareng kedua orang tua lo. Pastinya mereka gak akan setuju juga."

Married With You || MinTzuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang