"Eh Na, ini ketinggalan ih." Bunda berjalan dengan cepat keluar rumah dengan menenteng sebuah tote bag. Bikin Nadikta yang baru menaiki motornya menoleh, dan menepuk dahinya, "Oh iya, Bunda sih tadi ngeburu-buru."
"Dih kamu yang lupa malah nyalahin Bunda, nanti fotoin dong keadaan Jevan. Bunda kan pengen liat juga,"
"Iya boleh, nanti aku fotoin deh."
"Apa kamu kasih alamat dia aja?"
"Buat apa ih? Udah gak usah deh, aku fotoin aja."
Bunda mencabikkan bibirnya. "Pelit kamu!" Nadikta malah memeletkan lidahnya meledek.
"Dadah, aku berangkat ya."
"Hati-hati!"
Pukul setengah tujuh kurang Nadikta sudah membelah jalanan, udara pagi ini terasa dingin untung dia pake hoodie jadinya terlindungi deh. Semalam Bunda nya bikin makanan, ada beberapa jenis dan pagi ini meminta Nadikta untuk memberikan nya pada Rajevan.
Bunda tuh udah minta alamat sebenarnya, biar beliau sendiri yang kasih tapi anaknya itu gak mau kasih. Heran juga Bunda, kok pelit amat sih timbang alamat rumah temen aja. Ya pikir Nadikta sih Buat apa gitu loh, takut Rajevan nya gak nyaman juga.
Hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menitan untuk sampai ke sekolahnya, gerbang masih terbuka dengan lebar dan Nadikta segera melenggang masuk dan pergi ke area parkir.
Matanya berkedip saat melihat perawakan tak asing melewati gerbang setelah turun dari mobil. "Loh?" Gumamnya penuh tanya, sambil bergerak dengan cepat melepaskan helm nya dan berlari menuju seseorang itu.
"Jevan!" Panggilnya, mendapati sang empunya nama menoleh dan mengangkat sebelah tangannya sambil tersenyum.
"Selamat pagi, cantik," sapa nya setelah Nadikta sampai tepat dihadapan dia.
"Kok sekolah sih?!"
"Lah, gue bolos salah, gue sekolah pun salah?"
"Kan lo sakit ih, bukan bolos dong itungan nya."
Rajevan terkekeh, dia menyampirkan sebelah tangannya untuk merangkul Nadikta dan melangkah kembali. "Gapapa cantik, udah sembuh ini mah. Kan gue udah gak masuk kemarin, cukup banget itu istirahat nya."
Nadikta mendengus. "Kalau nanti pusing atau sakit langsung bilang ya? Jangan ditahan, jangan dipendem!"
"Siap!" Balasnya dengan suara tegas sambil mengadukan pelan kepala mereka. Pelan aja kok tenang.
Mereka menyusuri koridor dengan tenang, sudah ramai; jelas saja tinggal beberapa menit lagi menuju pukul tujuh tepat dimana bel masuk akan berbunyi dan gerbang ditutup. Diantara banyaknya murid di koridor mata Nadikta tak sengaja menangkap figur Yona yang tengah berdiri di pintu salah satu ruang kelas.
Mata mereka sempat bertatapan dan Nadikta mendapati gadis itu menatapnya dengan sinis, dia mendengus, apa-apaan coba Rajevan yang nolak malah dia yang kena sinisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Bucin | nomin.
Historia Corta"Sakit ternyata suka sama orang yang belum selesai dengan masa lalunya." "Makanya pacaran sama gue, dijamin bahagia terus." "Alah kentut. Pacaran sama playboy kayak lo lebih nyakitin!"