1.

1.5K 47 2
                                    

Semua berawal dari keinginanku dan dirinya..
Mendirikan sebuah kedai kopi baru untuk mereka yang hendak memulai hari dengan secangkir semangat..
Meski tak besar juga terkenal, kami yakin usaha kami akan merangkak naik, tinggi dan meroket menembus langit..
Hingga akhirnya...

"Septiaaannn!", nada yang cukup lantang memanggilku untuk menjadi kurir pengantar secangkir kopi kepada siapapun yang datang dan memesan disini.

"Tuh, yang diujung satu sama di sebelahnya satu. Yang di tangan kiri kamu itu yang ga pake gula, jangan ketuker!", dia adalah pacarku. Dia manis, dia kembar dan juga dia lucu. Aku bersyukur lahir dan batin memilikinya sebagai pendamping hidupku.

"Iya Dena, iya!"

"Ci Desy, yang ini kesana!", bak perintah, segelas kopi hangat disambut oleh kakak dari pacarku sendiri yang memang mereka ini kembar identik.

"Yang baju ijo?"

"Yaaa!", suara komunikasi kami saat bekerja memang harus lantang, atau nanti setiap panggilan hanya akan mengeluarkan suara khas atas ketulian sementara.

Suara percakapan antar tamu yang singgah mengisi suasana ramai di dalam kedai kopi ini. Dan sebetulnya, kami tak hanya menyajikan kopi tubruk saja sebagai 'flagship' kami. Adapun sepiring nasi lemak yang kami jajakan juga boleh dipesan untuk umum.

Lalu aku kembali ke meja peramu kopi, meracik segelas kopiku sendiri saat semua pelanggan sudah ku antarkan kopi hangat yang mereka pesan.

"Udah, be?"

"Udah, Den. Ini lagi bikin kopi biar mata celik. Hehehe"

"Hihihi, yaudah. Roti yang semalem masih tersisa, tuh! Di kulkas, tinggal keluarin aja kalo mau.."

"Sip deh, Dena"

Aku bangga. Ya, aku benar-benar merasa bangga. Mereka berdua adalah salah satu yang menemani usaha kecil ini dari awal merintis sampai pada akhirnya kami mampu bergerak meski harus merangkak pada arus ekonomi yang terkadang masih kurang stabil.

Oh iya, namanya adalah Dena Natalia. Gadis berperawakan cukup tinggi dengan rambut hitam sebahu yang lurus, kulit putih serta wajah yang serupa dengan kembarannya yang seorang kakak.

"Bee.."

"Iya, Dena?"

Ia duduk di hadapanku, lalu tanpa alasan jelas ia menatap mataku tanpa berkedip. Sedikit senyuman ia lontarkan, membuatku gemas lalu mengusap pipinya.

"Bee, kayaknya ntar malem aku mau beli daleman deh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bee, kayaknya ntar malem aku mau beli daleman deh. Daleman lama aku digigitin tikus, jadi bolong. Kamu mau kan temenin aku, bee?"

"Iya, Dena. Aku temenin deh.."

Bahkan sangking gemasnya, ia yang pipinya tengah terus kuusap itu memejamkan mata dan memperlihatkan raut wajah yang lucu.

"Gausah senyum-senyum gemes gitu. Kamu mau bikin aku mati diabet liat kamu begitu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hallucinationism To RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang