Bab 9. Dibenci Semua Orang

84 6 6
                                    

"Aku lebih suka melihatmu bahagia dengan orang lain, daripada aku tidak bisa melihatmu lagi selamanya. Jadi ... kumohon, untuk tetap selalu terlihat di depanku, Jingga." - Langit Biru Hanggara

☘️☘️☘️


Alasan Jingga masih dekat dengan Laura dan mencari perhatian Dikta, ternyata adalah karena dia ingin balas dendam pada kedua orang itu. Menjadi musuh dalam selimut, atau duri tersembunyi, tampaknya menjadi langkah yang diambil Jingga untuk membalaskan dendamnya.

Lantas kenapa Langit memintanya untuk menjauhi Dikta? Ketika rencananya baru akan dimulai. Tentu saja, dia menuntut Langit untuk memberikan penjelasan kepadanya. Alasan yang logis, mengapa pemuda itu memintanya menjauhi Dikta sampai membawa-bawa kematian segala?

"Kenapa diem? Kamu nggak mau jawab?" tanya Jingga untuk ke sekian kalinya, sebab Langit hanya diam saja, tak bicara sepatah katapun.

Pemuda itu hanya memandanginya dengan tatapan yang tak bisa Jingga artikan.

Jujur saja, jantung Jingga berdebar dan perasaannya tidak karuan saat Langit menatapnya seperti ini. Aneh sekali tatapan pemuda itu kepadanya.

"Langit!"

Jingga memanggil Langit, karena pemuda itu malah melangkah pergi meninggalkannya di sana dengan pertanyaan yang masih belum terjawab.

"Tiang listrik! Hey!"

Gadis itu benar-benar diabaikan, Langit bahkan tak menoleh lagi ke belakang dan melihat dirinya. Kening Jingga berkerut, dia benar-benar bingung dengan perkataan Langit yang mengandung makna.

"Perasaan dia jadi beda selama beberapa hari ini deh. Sebenarnya dia kenapa sih?" Gadis itu bertanya-tanya. "Dia bicara seolah-olah dia tahu aku bakalan mati, kalau aku deket-deket sama kak Dikta. Apa gitu?"

Jingga menebak-nebak arti perkataan Langit kepadanya. Apa benar pemuda itu tahu masa depan?

Tidak mungkin! Karena hanya dia yang kembali ke masa lalu dan tahu masa depan. Jingga pun menganggap perkataan Langit hanya angin lalu saja.

☘️☘️☘️

Usai pelajaran olahraga selesai, siswa-siswi kelas XI IPA 1 berganti pakaian, kemudian kembali ke kelas mereka untuk beristirahat sejenak, sebelum jam pelajaran kedua di mulai.

Laura terlihat sendirian, dia dijauhi oleh teman-teman sekelasnya karena dianggap sudah menindas Jingga dengan memanfaatkannya.

"Wah wah wah ... ternyata si pik mi masih berlagak jadi cewek tersakiti dan tertindas," ujar Selvi dengan tatapan mata yang tertuju pada gadis yang duduk dikursi depan. Tatapannya begitu tajam dan sinis.

Angel mengeraskan suaranya. "Padahal dia yang nindas orang lain."

"Nggak tahu diri. Mana sampe ngembat cowok orang segala lagi," ucap Salsa seraya melirik sinis Laura yang duduk di depannya, membelakangi mereka bertiga.

Sindiran pedas yang ditujukan untuknya itu, membuat Laura marah. Tapi dia pandai untuk menyembunyikan emosinya di depan orang banyak. Dia hanya bisa meluapkannya dalam bentuk air mata.

"Laura, kamu kenapa? Kamu nangis?" tanya Jingga seraya mengusap lembut bahu Laura dengan lembut. Wajahnya memperlihatkan kalau dia khawatir pada Laura. Padahal, hatinya tidak demikian.

Laura, gadis itu menangis dan sedang mengusap air matanya. Jingga dapat melihat dengan jelas air mata itu.

"Bagaimana bisa kamu yang cengeng seperti ini menusukku dari belakang Laura? Kamu tidur dengan suamiku, kamu mengkhianati persahabatan kita dan kamu ... membunuhku."

Langit Biru JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang