Kehangatan Terakhir

107 12 4
                                    

Kini waktu yang ditunggu akhirnya telah tiba, jantung Jovaniel berdebar begitu kencang. Bukan karena ia sedang salah tingkah, namun rasa sakit yang terasa begitu sakit kian meningkat daripada sebelumnya sebab ia ingin mengakhiri semuanya.

Tubuhnya mungkin akan menjadi begitu lemas ketika berhadapan dengan Haidar nanti, bagaimanapun juga Jovaniel harus melakukannya demi menghindari patah hati yang lebih dalam.

Tak perlu menunggu lama, Jovaniel berjalan pelan menuju kelasnya tanpa berniat untuk melihat apa yang terjadi dengan sekelilingnya. Begitu memasuki ruangan kelasnya, Jovaniel langsung mendudukkan tubuhnya, ia hanya bisa membisu, tak tahu apa yang akan Jovaniel lakukan di dalam sana.

Memikirkan apa yang akan ia dapatkan saat dirinya memberanikan diri untuk melontarkan emosinya berhasil membuat isi kepalanya menjadi kalut. Bagaimanapun, tak mungkin jika Jovaniel meminta bantuan sang Sahabat untuk melakukannya.

Masih terbayang kenangan indah yang ia lalui bersama Haidar beberapa waktu lalu, ia tersenyum tipis dan menundukkan kepalanya. Matanya terpejam hingga berulang kali menghembuskan napasnya perlahan guna menenangkan dirinya.

Sejak menginjak bangku kuliah, Jovaniel berpikir hidupnya akan lebih berwarna dari sebelumnya. Namun, ternyata semua terasa sama saja, perlahan berubah menjadi tak cerah lagi.

Di tengah lamunannya, suara bel berbunyi begitu keras hingga membuat Jovaniel terkejut. Dengan sigap Jovaniel kembali mengubah posisi tubuhnya agar tak menjadi pusat perhatian.

Pada akhirnya, Jovaniel harus membuat dirinya menutup luka di hadapan banyak orang dengan senyuman yang terpaksa ia lakukan. Menunggu waktu yang tepat, Jovaniel berpikir untuk berbicara dengan Haidar saat jam kuliah telah selesai.

You're Mine, Jovaniel

Hati Jovaniel kembali berdetak kencang saat kakinya melangkah menghampiri Haidar yang tersenyum begitu lebar menunggu kehadirannya. Tak ingin menjadi pusat perhatian, Jovaniel mengajak Haidar untuk segera meninggalkan Fakultas dan mencari tempat untuk mengobrol.

Tanpa berpikir panjang, Haidar langsung menyetujui apa yang Jovaniel inginkan. Tangannya menggenggam tangan Jovaniel dan menuntunnya menuju mobil yang ia parkir di belakang Fakultas.

Ketika mereka masih berjalan melewati lorong, ingin rasanya Jovaniel melepaskan genggaman tangannya. Namun ia tak ingin membuat Haidar berpikir terlalu cepat dengan sikapnya yang aneh.

Beberapa menit telah berlalu, kini mereka telah tiba di parkiran. Seperti biasa Haidar membukakan pintu mobilnya untuk sang Kekasih sebelum ia menaiki mobilnya, senyumnya tak kunjung pudar.

Melihat Jovaniel yang hanya terdiam, Haidar langsung segera melajukan mobilnya. Ia berpikir bahwa mungkin sang Kekasih sedang tak ingin membuang waktunya terlalu lama.

45 menit kemudian

Jalanan yang mereka lalui terasa sangat panjang dan berliku-liku, sepanjang perjalanan Jovaniel hanya fokus memandangi jalanan dengan pikirannya yang tak terisikan oleh apapun.

Waktu demi waktu tentu tak terasa, namun hubungannya dengan Jovaniel bukan waktu yang cepat. Haidar cukup peka terhadap suasana hati Jovaniel saat ini, namun ia memilih untuk terdiam takut jika suasana hatinya akan semakin buruk.

Dengan sikap Jovaniel yang seperti ini, Haidar mencium ada yang tidak beres dengan Jovaniel. Bahkan, ketika ia mencoba untuk bertanya ke mana tujuan yang Jovaniel inginkan, sang Kekasih menyuruhnya untuk pergi ke tempat yang tak begitu ramai sebab tak ingin terganggu.

Dirasa sudah tak tahu harus ke mana, Haidar memilih untuk mengajak Jovaniel pulang ke rumahnya. Jovaniel tersadar ketika Haidar memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah Haidar, sontak ia menatap wajah Haidar yang sudah memandanginya sedari tadi tanpa sepengetahuannya.

You're Mine, JovanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang