part 28

23 3 0
                                    

*********

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*********

Luna melambaikan tangan pada Willi sambil tersenyum lembut. "Makasih banyak buat ya hari ini, Willi. Aku seneng banget," katanya.

Willi tersenyum lebar, mata berbinar penuh kehangatan. "Sama-sama, Luna. Seneng banget bisa ngabisin waktu bareng kamu," jawabnya. Ia menatap Luna dalam-dalam, lalu menggoda sedikit, "Jangan kangen ya nanti."

Luna tertawa kecil, tersipu. "Yakin nggak bakal kangen?"

Willi tertawa dan menggeleng main-main, "Oke, mungkin aku yang bakal kangen." Ia pun memberi salam perpisahan, kemudian perlahan berbalik menuju mobilnya. Luna berdiri di depan gerbang, melihat mobil Willi yang perlahan menjauh, dan perasaannya terasa ringan, penuh kebahagiaan.

Saat Luna membuka pintu, ia langsung melihat Danny berdiri di ambang, menatapnya dengan tatapan penuh selidik. Mata Danny menyipit, seolah ingin mencari tahu lebih dari yang ingin Luna katakan. Sekilas Luna bisa melihat ekspresi cemburu yang Danny coba sembunyikan, tapi seperti biasanya, Danny memilih untuk menyembunyikannya di balik gaya jahilnya.

"Seru banget, ya, jalan-jalannya? Sampai lupa pulang," Danny menyindir dengan nada menggoda.

Luna mendesah, sedikit jengkel, tapi ia tersenyum kecil. "Kak Danny, serius banget nanyanya. Lagi pula aku gak telat ko," jawabnya sambil melepaskan jaketnya.

Danny mendekat dan menepuk pelan puncak kepala Luna, sambil berkata, "ya kan udah lama nih nggak ngeganggu lo, siapa tau lo udah lupa rasanya."

Luna memutar mata, lalu dengan refleks memukul lengan Danny pelan, seolah memberi balasan. "Dasar kakak, nggak ada kerjaan lain ya selain gangguin aku?"

Danny hanya terkekeh. Meski pukulan kecil Luna tidak terasa sakit, tapi momen itu justru membuat hatinya berdebar. Ia tahu, perasaannya pada Luna telah berkembang jauh dari sekadar ikatan saudara tiri, tetapi ia tetap menjaga jarak, menyembunyikan semuanya di balik sikap usilnya.

"Yah, kan siapa tahu lo kangen diganggu sama gue?" godanya sambil tersenyum.

Luna menghela napas sambil tersenyum kecil, tanpa menyadari makna dalam tatapan Danny. Bagi Danny, momen kecil seperti ini adalah sesuatu yang sangat ia nikmati—momen di mana ia bisa merasakan kedekatan dengan Luna, tanpa perlu mengungkapkan perasaan yang ia tahu tak akan pernah bisa ia sampaikan.

Rey dan Gretta turun dari lantai dua dan melihat kedua anak mereka, Danny dan Luna, sedang bercekcok kecil di ruang depan. Keadaan itu terlihat seperti biasa, namun Rey tidak bisa menahan diri untuk bertanya. Ia menghampiri mereka dengan langkah tenang.

"Ada apa ini, Danny?" tanya Rey, matanya melirik ke arah Danny yang terlihat agak kikuk. "Kenapa ribut-ribut begitu?"

Danny yang merasa sedikit terpojok, tanpa sadar hampir mengungkapkan hal yang tidak ingin diketahui oleh ayahnya. "Luna tadi diantar pulang sama pacarnya, Pa—"

Dear Luna (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang