*Jangan lupa untuk meninggalkan jejak, vote dan komennya guys. Terimakasih 💙🍓*
Waktu terus berjalan dan kehamilannya kian besar. Mengingat Prince sudah besar, maka dokter merekomendasikan melahirkan secara normal. Airin setuju, Seokjin sempat cemas karena sering mendengar cerita bahwa melahirkan normal harus menahan rasa sakit seperti dipatahkannya semua tulang.
Namun keputusan Airin sudah bulat, ingin melahirkan secara normal. Airin menjadi rutin mengikuti kelas senam hamil untuk mempermudah persalinan. Ia juga sering jalan kaki di taman rumah jika pagi.
Dokter juga mengatakan aman untuk saling menyalurkan hasrat, karena apa yang keluar dari suami dapat mempermudah dan merangsang kontraksi mulut rahim. Tentu itu kabar baik bagi suaminya. Terbukti, Seokjin langsung melirik dan tersenyum bahagia, sedangkan Airin langsung menepuk keningnya.
Sekembalinya dari dokter, Seokjin disibukkan dengan laporan yang masuk ke ipad-nya. Hingga lupa dengan keinginannya saat di rumah sakit.
"Seokjin." Airin yang sedang menonton televisi tiba-tiba terlihat gelisah. Memegang perut dan mengira-ngira Apa yang dirasakan padahal keduanya baru saja pulang dari kontrol dokter.
Seokjin yang telah membaca laporan menoleh dan membuka kacamata bacanya.
"Kenapa, sayang?" Tanya Seokjin.
"Perutku, sakit. Entah kontraksi betulan atau palsu." Ucap Airin dengan nafas yang tersengal-sengal. Setelah itu ia kembali tenang, tapi jarak beberapa menit aja melenguh lagi. Sepertinya benar-benar mengalami kontraksi untuk melahirkan.
"Ya Tuhan..." Seokjin segera mengambil ponsel dan menghubungi Ken agar menghubungi dokter kandungan Airin, juga meminta menyiapkan mobil.
"Seokjin, semakin sakit." Pekik Airin sambil memegangi perutnya, air mata tiba-tiba saja menetes.
Seokjin segera menyongsong dan merangkul Airin dan mengelus perutnya, "sabar, ayo! Jalan perlahan." Ucap Seokjin memampah Airin.
Baru beberapa langkah Airin sudah tidak kuasa dan mengerang hebat.
"Sakit sekali, Seokjin." Keluh Airin sambil membungkukkan tubuhnya sedikit dan meniup-niupkan udara, agar tidak terasa sangat sakit.
Seokjin langsung mengangkat tubuh Airin dan membawanya ke depan, mobil telah siap. Sepanjang jalan Airin hanya mengerang, merintih dan tidak jarang menangis. Seokjin benar-benar panik, tapi berusaha tenang dan hanya mencium tangan Airin atau keningnya.
Tiba di rumah sakit, Airin langsung dibawa ke ruang bersalin. Beberapa alat pemantau gerak janin dipasang, infus dan alat-alat lain yang dibutuhkan.
"Dokter, sesar saja. Aku tidak tega melihatnya merintih terus." Seokjin terlihat cemas karena sudah tiga puluh menit istrinya hanya memekik kecil dan sesekali seperti menangis.
"Itu alami, Tuan, melahirkan normal memang merasakan sakit di awal. Tapi setelahnya cepat pulih, beda dengan sesar, kebalikannya. Anda tenang saja, temani nyonya dan berikan dukungan kekuatan dan pujian agar dia semangat." Ucap dokter.
Seokjin kembali ke sisi Airin yang kini mulai merintih lagi dan terus menangis menahan dorongan kuat dari perutnya.
"Jangan didorong dulu, nyonya. Agar rahim anda tidak terluka. Buang nafas dan tarik lagi, lalu buang lagi setiap kali rasa mulas datang." Dokter terus memantau dan menemani Airin.
Airin hanya berusaha mengurangi dorongan alamiah itu. "Tetap saja sakit." Keluh Airin.
"Kamu pasti bisa, sayang. Aku di sini, akan selalu di sini." Bisik Seokjin sambil mengecup pipi Airin yang mulai basah oleh air mata dan keringat.