*Jangan lupa untuk meninggalkan jejak, vote dan komennya guys. Terimakasih 💙🍓*
Seokjin menarik nafas dalam selama perjalanan kantor. Pikirannya mulai kacau karena stress pekerjaan dan keinginan yang tidak tersalurkan. Hingga tiba di kantor, ia masih malas memeriksa berkas-berkas yang dibawa oleh asisten-asistennya.
Interkomnya berbunyi, ia menekannya dan sekretarisnya bilang tamu yang ia tunggu telah datang. Seokjin langsung menyuruhnya masuk dan ternyata dia seorang perempuan. Wanita itu terlihat mengenakan rok selutut yang ketat, dan kemeja yang kancingnya tidak terpasang dengan baik. Dan rambut ikalnya yang tampak halus. Seokjin sempat memandang wanita itu dari atas hingga ujung kaki.
"Sudah selesai mengamatiku Tuan Seokjin?" Godanya sambil tertawa geli.
Seokjin langsung tersenyum sambil berdiri. "Maaf. Karena aku pikir Tuan Brahma yang akan datang." Ucap Seokjin dengan sedikit malu.
"Namaku Natasha, Putri Tuan Brahma." Wanita itu mengulurkan tangan.
Seokjin langsung menyambutnya dan mempersilakannya duduk di sofa tamu. Mereka membahas pekerjaan yang akan dikerjakan bersama oleh perusahaan mereka. Suka tidak suka, memang Natasha sangat mempesona terutama ketika tertawa dan memamerkan deretan giginya yang putih, serta cara duduknya yang bersilang kaki memamerkan kaki yang jenjang, cantik.
*****
Seokjin kembali ke rumah, dan masih mendapati sikap cuek Airin. Meski sudah mulai mengobrol, membahas Jean dan Prince, tapi jika Seokjin mendekat dan bersikap mesra, Airin akan menjauh dan mencari alasan.
Seokjin mulai kehilangan kesabaran, ingin rasanya memaksanya seperti dulu, ah... Andai Airin tidak sedang mengandung anak ketiganya.
"Aku merindukanmu Airin." Bisik Seokjin sambil memeluk Airin yang mulai pulas. Jika belum, pasti Airin akan protes...bau.
*****
Esoknya Seokjin kembali bertemu Natasha, mereka makin fokus pada urusan pekerjaan. Dan tentu tidak ada salahnya makan siang bersama, toh mereka memang sedang mengecek sebuah proyek di lapangan. Tidak biasanya turun tangan meninjau lokasi proyek, tapi kali ini Seokjin ingin melihat langsung seperti apa prosesnya, sedangkan John dan Ken ditugaskan untuk pekerjaan lain.
John menghubungi Seokjin, kakak iparnya yang juga atasannya itu mengatakan bersama Natasha meninjau proyek baru.
"Aku mulai merasa firasat buruk." John berkirim pesan pada Ken.
"Hey, tidak mungkin dia macam-macam. Dia sangat mencintai kakakmu." Ken segera menghubungi John.
"Susul dia!" John masih tidak nyaman. Mengingat kakaknya sedang ngidam aneh selalu menghindari suaminya. Jadi wajar jika Dia mengira Seokjin bisa saja main-main lagi untuk pelampiasan.
"Ayolah... Dia dulu juga membayangkan kakakmu." Protes Ken.
Entahlah, tapi John benar-benar Tidak enak hati. Dia berpikir keras. Haruskah memberitahu Airin? Bahwa Seokjin sedang bersama seorang wanita cantik?
*****
John yang merasakan firasat buruk akhirnya menghubungi Airin. Dia menanyakan apa Seokjin sudah menelpon atau tidak hari ini? Airin menjawab belum sejak pagi, itu tidak biasanya.
"Memangnya ada apa?" Tanya Airin heran. Tidak biasanya John menanyakan hal semacam itu.
"Dia pergi melihat proyek dengan... Nona Natasha. Anak Tuan Brahma." John garuk-garuk tak gatal.
"Lalu?" Airin masih santai.
"Dan... Perasaanku tidak enak," ucap John bingung. "Tadi aku menghubungi Adam asisten kakak ipar dan katanya Mereka pergi ke hotel XXX," lanjutnya menelan saliva dengan susah payah.
"Okay, lalu?" Tanya Airin mencoba tenang.
"Natasha itu cantik." Jawab John ragu.
Airin langsung mematikan sambungan telepon dengan adiknya. Awalnya Dia masa bodoh, toh ia tidak mencintainya kan?
Tapi tunggu, Airin adalah ibu dari tiga anak Seokjin saat ini. Tentu keterlaluan jika Seokjin menyalurkan hasratnya pada wanita lain hanya karena ia tidak bisa melaksanakan tugasnya, itupun karena hamil.
Airin langsung keluar kamar dan meminta sopir membawanya ke hotel XXX yang jaraknya sekitar tiga puluh menit. Dan sudah bisa dibayangkan, Airin teringat seperti apa suaminya dulu. Beberapa kali Airin melihat Seokjin selesai bercumbu bersama dengan para wanita bodoh kala itu. Dengan alasan membayangkan dia, dulu bisa dimaafkan. Tapi tidak sekarang! Airin mulai tegang, ia takut andai kali ini harus melihat suaminya Tengah asik bersama wanita lain.
John yang mengetahui Airin menyusul Seokjin, langsung tancap gas juga ke hotel yang sama. Juga Ken. Mereka tidak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Bagaimana jika Airin melihat hal mengerikan, lalu dia pingsan atau lebih buruk lagi dia menghajar wanita itu, ah mustahil. Atau bahkan membenci Seokjin selamanya? Tapi lebih menyeramkan jika terjadi sesuatu pada kehamilannya. John dan Ken terus melajukan mobil mereka dengan tegang.
Airin tiba lebih dulu. Dengan perut besarnya dia menemui resepsionis dan menanyakan kamar Seokjin.
"Tuan Seokjin Grisham check in di sini? Bisa tahu kamar nomor berapa? Aku istrinya." Ucap Airin dengan wajah tegang.
"Sebentar nyonya," ucap resepsionis begitu mendengar nama Grisham.
Airin mengetukkan jari-jarinya kemeja resepsionis dengan terus mengatur nafasnya.
"Maaf, tidak ada check in atas nama Tuan Seokjin Grisham, Nyonya." Resepsionis itu tersenyum ramah.
Apa? Bukankah John bilang mereka di sini.
"Oh oke, atas nama Kenzy Dewangga?" Airin curiga Seokjin memakai nama Ken.
Resepsionis kembali mengecek. Dan masih tidak ada. Airin meniupkan nafasnya, ia mulai berpikir keras dan ingat satu nama.
"Mmmm... Natasha... Brahma?" Tanyanya kaku dan kelu harus menyebutkan nama wanita itu.
Kembali sang resepsionis melakukan checking. Airin tampak tegang, cemas juga bimbang.
"Tidak ada juga, Nyonya." Jawab resepsionis.
"Tolong cek yang benar." Airin penasaran.
Namun, setelah dicek berulang kali, tidak ada tamu atas nama Seokjin atau Natasha bahkan asisten Seokjin yang baru Adam.
Airin malenggang ke arah lobi dan berpikir sejenak. Ia mengambil ponsel hendak menghubungi Seokjin. Ah, tidak asik. Sama saja, membiarkan Seokjin meloloskan diri darinya, dengan mencari alasan dan alibi.
"Kakak?" John tiba dan langsung menemui Airin dengan terengah-engah.
"Mereka tidak ada." Jawab Airin langsung pada intinya.
Tidak lama Ken datang dengan wajah tegang juga. John menggeleng, mengisyaratkan Seokjin tidak ada di sini. Ken menghubungi Adam dan pura-pura menanyakan sesuatu.
"Kalian masih di mana?" Tanya Ken di akhir obrolan.
"Masih di hotel XXX. Makan siang dan belum selesai. Kami berempat sambil membahas proyek." Jawab Adam heran.
"Oke." Balas Ken singkat, selalu menoleh ke arah Airin yang mulai pucat pasi.
"Mereka sepertinya hanya mampir ke restoran, makan siang. Berempat." Ucap Ken lega sambil melirik sinis pada John.
"Mungkin saja belum." John tetap cemas.
Airin langsung berjalan mendahului mereka hendak ke restoran tersebut. Baginya, percuma saling debat jika tidak menyaksikannya sendiri.
Bersambung.