Happy birthday, Ar (2) -Cry

62 11 0
                                    

Arcela tersenyum menerima bucket bunga yang tampak asing, ia tak mengenal bucket bunga bermodel yang sama dengan yang di berikan Adelion.

"Iya, itu gue yang bikin sendiri langsung," Arcela tersenyum canggung, Adelion masih saja bisa meramal isi hatinya sekarang.

"Silahkan tiup lilin, maaf mengganggu waktu nya, Ar dan semuanya," Adelion mundur pergi ke barisan tamu undangan, Arcela tersenyum, pria itu sopan sekali.

****

Saat Adelion ingin melangkah kan kakinya pergi dari kerumunan, tangan nya di tarik seseorang untuk menepi membuat nya diam. "Hai, lo Adelion?" Adelion mengangguk singkat.

"Kenalin, gue Yessica, saudara Arcela," Adelion mengangguk anggukkan kepalanya. "Terus?"

Yessica menaikkan satu alisnya terkekeh pelan, "Gue cuman ngasi tau, Arcela udah ada yang baru,"

"Hubungan nya sama kamu?" Yessica menghentakkan kakinya berulang kali saat Adelion meninggalkan nya begitu saja, "Awas aja lo, Adelion,"

|•••|-|•••|-|•••|
_______________________

"Lion, sendirian aja," Adelion membuka satu matanya, melihat Arcela yang sedang memegang satu piring kecil berisikan kue ulang tahun nya.

"Haha, iya Ar. Arnan lagi sibuk pdkt sama cewe," Adelion mensejajarkan punggung nya lagi, menarikkan satu kursi di sampingnya untuk di duduki oleh Arcela.

"Dimakan ya, makasi atas kedatangan nya," Adelion mengacungkan jempol nya, menerima piring kecil itu untuk di makan nya.

"Itu ada stroberi nya, tepiin aja. Masi gasuka stroberi, kan?" Adelion menyungging senyum nya, gadis itu masih mengingat tentang nya.

"Tentang lo itu selalu abadi," Hanya kalimat itu yang selalu di ingat Adelion. Menjalin hubungan dengan Ar saat itu sangat istimewa, rasanya, Ar itu istimewa sekali.

Mereka diam, di landa keheningan yang tiba tiba tercipta di antara keduanya. Tentunya, kedua nya benci suasana ini. Tak ada pelukan lagi di hari ulang tahun Arcela, dan tidak ada lagi yang merengek Adelion untuk datang ke acaranya.

Rasanya, semua itu sudah hilang.

"Selalu terbiasa tanpa adanya gue ya, Ar," Arcela mengeryitkan alisnya.

"Maksud nya?"

"Udah di hitung bulan, gue udah ga di Andaresta. Dan Papa ngajuin gue buat kuliah di Harvard, Ar,"

*****

"Nan, lo dimana?" Sayup-sayup matanya, sembari menelfon Arnan yang sudah tak terlihat di acara Arcela. Ia hanya mengkhawatirkan Arnan, karena berangkat bersama, pulang juga harus bersama.

"Aduh Del, sorry ya, gue udah balik duluan sama abang gue. Waktu itu gue udah nyariin lo, tapi ga ada," Adelion hanya berdehem.

"Oke dah, gapapa. Selamat bertemu di sekolah Nan," Arnan mengiyakan, dirinya langsung keluar dengan mata yang seharusnya tidak di perbolehkan untuk menyetir mobil.

|•••|-|•••|-|•••|

"Mata gue udah pengen terpejam rasanya," Lirih nya menguap berulang kali, dirinya kelelahan mengobrol dengan orang asing disana.

Lagu demi lagu sudah di putar, tetapi dirinya masih tetap kekeuh untuk melajukan mobilnya. Mobil melaju dengan sedang, sampailah di tikungan melewati rel kereta.

****

"Di kabarkan terjadi kecelakaan di Jln. Arjena No 324, info terkait, ada mobil bewarna hitam yang melewati rel kereta tanpa berhenti terlebih dahulu, yang membuat mobil sudah tidak terbentuk,"

"Korban sedang di larikan di RS terdekat di Jakarta, sekian info malam, terimakasih,"

Siaran televisi itu sudah tersebar, satu keluarga kecil itu langsung saling menatap, mengotak atik handphone nya.

"Gue harap, itu bukan orang yang kini statusnya adik gue," Batin seorang kakak lelaki yang buru-buru melihat jam terakhir adik nya membuka telfon.

"Pah, udah ada info belum? Siapa korban nya?" Tanya sang ibunda yang di panggil dengan sebutan 'mamah' itu.

"Belum," Satu keluarga kecil itu hanya mampu berdo'a, semoga itu bukan salah satu anggota keluarga nya yang sedang pergi menemui sang mantan kasih.

Telefon berdering di handphone ayah nya, dengan cepat ayahnya meng-klik tombol bewarna hijau itu.

"Dengan keluarga Adelion?"

"Iya! Saya Papah nya!" Seru sang ayah yang jantung nya sudah berdebar.

"Datangi RS. Sriwijaya pak, pemuda bernama Adelion mengalami kecelakaan menabrak kereta,"

Sudah, satu keluarga terpaku mendengar penuturan pria dalam telfon tersebut. Dengan cepat sang ayah membuang ponsel nya dan meraih kunci mobilnya.

***

"Adelion, kalo hari ini di berhentikan dari pukul dua belas siang, lo ga bakal ngalamin ini, Dek," Cairan bening itu menetes mengenai perban adiknya.

Adiknya sudah tak terbentuk, sudah di baluti perban yang mengelilingi tubuh bugar nya dulu. Hancur sekali rasanya melihat adik nya tersiksa dengan siksaan dunia yang tak ada habisnya.

Selalu ada cobaan.

"Fredric, udah ya, adik kamu pasti selamat. Dia kuat, percaya sama Papah," Fredric hanya menghiraukan ucapan ayahnya, sekuat apapun adiknya, ia tak kuat melihat adik nya begini.

"Rasanya pukul sepuluh pagi, tawaran lo ngajak gue ngegame bareng itu tawaran emas, dan sayang nya gue lebih milih revisi skripsian, daripada lo, Dek,"

Cairan tangis tetap saja tertetes sampai terbitnya matahari, keluarga kecil itu masih setia menggenggam tangan yang sudah di perban dan kaku itu.

"Gue rasa, orang yang terakhir berbicara bareng lo, itu orang yang beruntung,"

"Gue rasa, orang yang terakhir berbicara bareng lo, itu orang yang beruntung,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Fredric Saloka

TBC.

Cobaan itu selalu ada, tandanya, Tuhan itu cinta kita. Tuhan tidak pernah menguji dengan batas kemampuan umatnya.

Orang lama atau orang baru?

Serana 20 Min ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang