Chapter 37 (Selesai)

57 25 16
                                    

Empat netra yang saling menyimpan arti tersendiri di balik tatapan mereka, kini kembali beradu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Empat netra yang saling menyimpan arti tersendiri di balik tatapan mereka, kini kembali beradu. Dua insan itu sedang berdiri di lorong perumahan Launa. Hari ini hari jumat, satu hari sebelum acara kelulusan besok. Sepulang bekerja, Launa mengajak Mahen untuk bertemu.

"Aku mau putus."

Tiga kata dari gadis itu berhasil membuat lutut Mahen lemas, jantungnya seakan berhenti berdetak saat itu juga.

Dari awal, perasaan Mahen sudah tidak enak. Namun, laki-laki itu tidak mengira kalau akan mendengar hal seperti itu keluar dari mulut Launa.

Mahen mengembuskan napas berat, ia menahan bulir air mata yang sebentar lagi akan keluar dari sudut matanya.

"Kenapa, Lau?" tanyanya.

"Aku capek."

Dahinya mengernyit. "Kenapa harus putus?" tanya Mahen lagi, ia seakan tak terima Launa ingin mengakhiri hubungan mereka. Kenapa harus diakhiri jika lelah? Bukankah hubungan selalu ada titik lelahnya? Laki-laki itu tahu kalau Launa lelah, terlebih lagi dengan pekerjaan yang membebankan pikiran gadis itu, namun kenapa harus melampiaskan hal itu padanya?

"Aku rasa nggak ada yang perlu aku jelasin, Hen. Aku harap kamu ngerti," jawab Launa.

"Gimana aku mau ngerti, Lau? Kamu nggak kasih tau ke aku apa alasan kamu minta putus sama aku."

Mata laki-laki itu berkabut, Mahen maju satu langkah, ia memegang kedua tangan Launa.

"Lau, aku nggak mau." Mahen menyeka air matanya. "Kalau kamu capek bilang, Lau, aku bisa bantu kamu, Lau. Aku nggak akan ngerepotin kamu, aku janji, Lau. Aku mohon sama kamu jangan putus, aku bakalan ngerti semua kesibukan kamu."

Kehadiran Mahen adalah hal yang patut disayangi oleh Launa. Laki-laki itu membawa banyak warna di hidupnya, Mahen selalu menjadi alasan tersenyum Launa.

Namun, kadang kala kita harus melepaskan orang yang kita cintai, bukan karena sudah tidak lagi cinta, tapi karena hal yang mengharuskan untuk berpisah.

"Kita sampai di sini, Hen," ucap Launa dengan senyum tipis di wajahnya.

Senyum itu tidak lagi menyejukkan hati Mahen. Untuk pertama dalam hidupnya ia tidak ingin melihat senyum Launa, senyum gadis itu terlalu menyakitkan hatinya.

Sudut bibir Mahen tertarik dengan mata yang berkaca-kaca. Entah kesalahan apa yang ia perbuat hingga Launa mencampakkannya.

Konon katanya, kisah yang berawal di masa sekolah akan berakhir setelah lulus sekolah.

Ternyata itu benar, Mahen mengalaminya sendiri. Bertahun-tahun laki-laki itu mencintai gadis berwajah kecil itu, bertahun-tahun juga ia memimpikan untuk bisa bersama dengan gadis itu.

Kini, cinta itu terasa menyakitkan baginya. Ia membenci kisah yang berakhir menyedihkan, ia benci dengan hubungan yang harus berakhir.

Mahen mendekat, dipegangnya pipi gadis itu. Bercampur aduk perasaannya, sedih dan amarah jadi satu.

Im In Love With Mahen (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang