— WARNING! 🔞
Cassandra terhuyung ke belakang saat Leo mendorongnya masuk ke mobil. Tubuhnya terhempas ke jok belakang, dan dia meringkuk di sana, mencoba menahan rasa mual yang tiba-tiba menghantamnya. Tangannya gemetar, jari-jarinya terasa dingin seperti es, seakan semua kehangatan telah tersedot keluar dari tubuhnya. Matanya menatap lurus ke depan, namun pandangannya kosong, terpaku pada sesuatu yang tidak ada di sana—bayangan tubuh Ryan, terbaring tak bernyawa di atas aspal yang dingin dan keras.
Mobil melaju dengan kecepatan gila, meninggalkan deru mesin yang mengaum liar di telinganya. Leo menginjak pedal gas tanpa ampun. Tapi bagi Cassandra, semakin cepat mereka melaju, semakin kuat rasa takut dan penyesalan itu mencengkramnya, membuat napasnya semakin pendek dan tak beraturan.
"Bagaimana bisa aku sampai di sini?" pikirnya, hampir seperti jeritan di dalam kepalanya. "Ryan... aku... maafkan aku... ini semua salahku." Kata-kata itu, meski hanya dalam batinnya, terdengar memecah seperti retakan kaca. Sesuatu dalam dirinya patah, namun tidak pecah sepenuhnya—seperti tali yang hampir putus, tapi masih menggantung pada sisa seratnya.
Leo mengangkat telepon, memutar nomor dengan tangan kiri sementara tangan kanannya masih mengendalikan setir. Matanya tetap fokus di jalan, tapi suaranya terdengar tajam, dingin, dan mengerikan saat berbicara di telepon. "Ya, bereskan semuanya. Pastikan tidak ada yang tersisa," katanya, nada bicaranya seperti perintah yang tak bisa ditawar. "Kau tahu apa yang harus dilakukan."
Kata-kata itu membuat jantung Cassandra berdebar lebih kencang. Bereskan semuanya Artinya, tubuh Ryan akan hilang, dan tidak ada yang akan tahu apa yang sebenarnya terjadi malam ini. Tidak akan ada bukti. Tidak akan ada keadilan. Dan Ryan... akan lenyap begitu saja, seperti tidak pernah ada.
Air mata Cassandra mengalir pelan di pipinya, dan dia menggigit bibirnya untuk menahan suara isakan yang ingin keluar. Dia tidak mau terlihat lemah di depan Leo, tidak mau memberinya alasan lain untuk menghancurkan sisa-sisa keberanian yang masih dia punya. Tapi hatinya terasa seperti dihantam berkali-kali, rasa bersalah itu tumbuh makin dalam, menggenggam jiwanya hingga terasa sulit bernapas.
Leo mengakhiri panggilan dan melemparkan ponselnya ke kursi sebelah, seolah-olah itu tidak berarti apa-apa. Dia melirik ke cermin dalam mobil, menatap Cassandra sekilas, sebelum kembali fokus ke jalan. "Dengar, Cassie. Aku tidak suka melakukan ini, tapi kau memaksaku," katanya, suaranya terdengar datar namun penuh ancaman yang samar. "Aku sudah bilang, kau milikku. Dan aku tidak akan biarkan siapapun mengambilmu dariku."
Kata-kata itu seharusnya membuatnya marah, seharusnya menyalakan api kemarahan di dalam dirinya. Tapi yang Cassandra rasakan hanyalah kehampaan, seperti lubang besar yang semakin lebar di dadanya. Dia memejamkan mata, berusaha menghilangkan semua suara di sekitarnya—suara mesin, suara Leo, dan suara hatinya sendiri yang terus-menerus menyalahkan. Tapi semuanya tetap di sana, memenuhi kepalanya dengan hiruk pikuk yang tak henti-henti, seperti badai yang mengamuk dan menolak reda.
Satu-satunya hal yang masih ada di sana adalah ketakutan. Ketakutan bahwa dia tidak akan pernah bisa keluar dari ini. Ketakutan bahwa Ryan mati sia-sia karena dia tidak cukup kuat untuk melawan. Ketakutan bahwa pada akhirnya, dia akan selamanya terjebak di bawah bayang-bayang Leo, tidak pernah bisa meraih kebebasan yang dia impikan.
Mobil melaju kencang memasuki jalan yang semakin sepi, menjauh dari hiruk-pikuk kota. Cahaya lampu jalan perlahan menghilang, digantikan oleh bayang-bayang gelap pepohonan yang menjulang di kedua sisi jalan. Hutan di sekitar mereka seperti merangkul kegelapan malam, hanya menyisakan kilatan cahaya dari lampu depan mobil yang memantul di antara batang-batang pohon yang kaku. Suara gemuruh mesin terasa lebih mengancam di tengah keheningan ini, seperti jeritan sunyi yang memecah kesepian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prigioniera
ChickLitKarena berani menolong sahabatnya yang kabur dari cengkeraman mafia, Cassandra Clark harus menanggung akibatnya. Gadis pemberani ini kini terjebak di bawah kekuasaan Leonardo Bianchi, tangan kanan mafia yang kejam.