part 31

27 4 0
                                    

********

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

********

Ketika Rey dan Luna tiba di rumah, Gretta menyambut mereka dengan senyum hangat dan lembut. Luna, masih merasa sedikit canggung, menghampiri Gretta dan memberikan roti yang baru saja dibelinya bersama Rey. "Ini, Ma. Tadi aku beli roti, dan aku ingat Mama suka yang ini," ucapnya dengan tulus.

Gretta terharu menerima perhatian dari putri tirinya. Ia mengusap kepala Luna dengan lembut dan penuh kasih sayang. "Terima kasih, Luna. Mama senang sekali," kata Gretta, senyum lembutnya memperlihatkan kasih yang tulus.

Di sudut ruangan, Danny mengamati momen hangat itu. Matanya terfokus pada Luna, pandangannya sulit diartikan, seolah menyimpan begitu banyak hal yang tak terucap. Saat pandangan mereka bertemu, Luna memberinya senyuman manis yang begitu tulus. Senyuman itu seolah langsung menusuk hati Danny, mengaduk-aduk perasaan yang selama ini ia coba pendam dalam-dalam.

Danny tahu betul bahwa perasaannya ini salah dan terlarang. Mereka tidak memiliki ikatan darah, tapi status keluarga sebagai kakak-adik tiri membuat segalanya begitu rumit. Meski begitu, setiap hari perasaannya terhadap Luna justru semakin dalam. Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk selalu menjaga, melindungi, dan berada di sisi gadis itu, namun ia juga sadar betul bahwa itu hanya akan menimbulkan masalah.

Di balik senyumannya, Danny merasakan getir yang sulit ia sembunyikan. Ia merasa begitu terjebak dalam dilema, antara rasa yang tulus namun terlarang. Sambil menahan segala pergolakan batinnya, Danny hanya bisa mengalihkan pandangan, mencoba menutupi perasaannya yang semakin sulit ia bendung.

Setelah Rey masuk ke kamar dan Gretta sibuk menyiapkan makan malam, Luna mendekati Danny yang duduk di ruang tengah dengan wajah yang terlihat sedikit lesu. Rasa khawatir menguasai wajah Luna saat dia memperhatikan kakaknya. "Kak, kamu sakit ya? Kenapa kelihatan lemas gitu?" tanyanya lembut.

Danny tersenyum kecil, berusaha menepis kecemasan Luna dengan lelucon khasnya. "Ah, Luna, lo aja kali yang terlalu perhatian," katanya sambil terkekeh. Namun, tiba-tiba, tangannya terulur dan menarik Luna ke dalam pelukan. Luna terkejut, tak menduga Danny akan memeluknya begitu mendadak. Hatinya berdegup tak menentu, ada rasa hangat namun juga canggung karena dia jarang menerima pelukan seperti ini dari Danny.

Danny mempererat pelukannya sejenak, seolah mencari ketenangan dalam kebersamaan mereka. "Gue cuma lelah, Luna," bisiknya, nada suaranya terdengar sedikit melembut, menunjukkan kehangatan yang jarang ia tunjukkan. "Rasanya... perlu pelukan ini sebentar aja."

Luna diam, membiarkan dirinya tenggelam dalam momen singkat itu. Meski tidak terlalu peka, ia bisa merasakan ada sesuatu yang dipendam oleh kakaknya, sesuatu yang mungkin lebih dalam dari sekedar rasa lelah. Tapi seperti biasa, ia memilih untuk tidak bertanya lebih jauh, cukup berada di sampingnya dan memberikan dukungan tanpa kata.

Setelah beberapa detik, Danny melepas pelukannya dan tersenyum tipis pada Luna. "Udah cukup, lo enggak perlu khawatir," ucapnya, berusaha menyembunyikan perasaan yang bergejolak di dalam dadanya.

Dear Luna (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang