Bab 1

17 2 3
                                    

Pagi itu, langit Jakarta masih dipenuhi awan kelabu seakan memberi pertanda buruk. Di antara riuh rendah suara motor dan mobil yang berlomba membunyikan klakson di sepanjang jalan, Aca Adhitama berdiri di depan gerbang sekolahnya, SMA Citra Utama. Gadis dengan rambut sebahu dan kacamata bulat itu mengembuskan napas panjang, menenangkan diri sebelum menjejakkan kaki ke dalam gedung sekolah yang sudah dianggapnya seperti hutan belantara penuh dengan segala macam drama remaja.

"Gawat, terlambat lagi," gumamnya sambil melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit. Belum sempat ia berlari menuju kelas, sebuah suara keras yang sangat dikenal menghentikan langkahnya.

"Hei, kamu itu buta waktu, ya?" Suara yang diucapkan dengan nada mengejek itu berasal dari Skyzo Mahendra, cowok berperawakan tinggi dengan senyum separuh yang membuat kesal.

Aca menoleh cepat, menemukan Skyzo sedang menyandar dengan santai di dinding gerbang, seragam sekolahnya tampak tidak rapi seperti biasa. Ikat pinggangnya longgar, dasinya hanya menggantung sembarangan di leher. Seolah memperjelas bahwa Skyzo Mahendra adalah definisi lengkap dari "anak nakal yang bikin pusing."

"Apa urusanmu?" balas Aca sinis, berusaha menahan dorongan untuk melempar tasnya ke wajah cowok itu.

Skyzo mengangkat alisnya, ekspresi wajahnya berubah dari santai menjadi penuh kepuasan. "Urusanku, dong. Aku selalu senang lihat kamu kebingungan kayak gini."

Aca menghela napas panjang. Interaksi dengan Skyzo selalu meninggalkan bekas frustrasi dalam dirinya. Cowok itu seolah memiliki hobi baru mengganggunya kapan saja ada kesempatan. Mereka sudah sering terlibat dalam adu mulut kecil yang kadang kala membuat teman-teman sekelas mereka hanya bisa menggelengkan kepala.

"Maaf, tapi aku nggak punya waktu untuk ini." Aca melangkah cepat melewati Skyzo, berharap bisa tiba di kelasnya sebelum jam pelajaran dimulai.

Namun, harapannya buyar ketika Skyzo menjulurkan kaki dan membuat Aca tersandung. Gadis itu hampir terjatuh, namun berhasil menjaga keseimbangan di detik terakhir. Wajahnya memerah karena malu dan marah bercampur jadi satu. Ia memutar tubuh, menatap Skyzo dengan tatapan tajam.

"Kamu keterlaluan!" suaranya hampir berteriak.

Skyzo terkekeh pelan, matanya yang berwarna cokelat gelap menatap Aca penuh minat. "Sama seperti hari-hari biasa, kan? Hidup nggak seru kalau kamu nggak kesal sama aku, Aca."

Detik itu juga, lonceng sekolah berbunyi, mengakhiri duel pandangan mereka. Tanpa berkata-kata lagi, Aca berbalik dan berlari menuju kelas, meninggalkan Skyzo yang masih dengan tawa kecilnya. Entah mengapa, di tengah marahnya, Aca merasakan detak jantungnya berdetak lebih cepat. Perasaan yang ia benci, namun selalu muncul setiap kali Skyzo mendekat.

Kelas pagi berjalan lambat. Mata Aca terus terpaku pada papan tulis, mencoba mencerna penjelasan matematika dari Pak Dimas yang terkenal disiplin. Namun, pikirannya masih berputar di sekitar insiden pagi tadi. Dia menggigit bibir bawahnya, merasa kesal karena membiarkan Skyzo lagi-lagi mengganggu fokusnya.

Di sebelahnya, sahabatnya, Lala, berbisik pelan. "Kamu kenapa sih? Mukamu merah banget."

Aca mengerutkan kening. "Nggak ada apa-apa," jawabnya singkat, berharap Lala tidak mendalami lebih lanjut. Namun, Lala, gadis dengan rambut panjang yang selalu terlihat sempurna itu, hanya mendengus pelan.

"Kalau nggak ada apa-apa, kenapa mukamu kayak habis dikerjai Skyzo lagi?"

Aca menghela napas berat. Tentu saja, Lala tahu. Semua orang di sekolah tahu, bahkan mungkin penjaga kantin sekalipun sudah hafal bagaimana Skyzo selalu mencari cara untuk memancing emosinya. Yang lebih menyebalkan, seiring berjalannya waktu, Aca mulai merasa ada sesuatu yang lebih rumit di balik semua lelucon bodoh dan perdebatan mereka.

Cowok Nyebelin itu Ternyata JodohkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang