Yoel tanpa pernah menduga. Sosok wanita yang bahkan dalam mimpinya pun tak pernah lagi tampil. Dan Wendy muncul begitu saja dalam acara presale. Sebenarnya Yoel sendiri sudah kewalahan menahan kerinduannya. Lebih-lebih ketika Wendy begitu menawan dalam balutan pakaian formal kantor. Hampir saja Yoel berlari untuk merangkulnya mengumbar kerinduan.
Mereka bertiga, bersama dengan Bian. Bersahabat sejak kuliah. Persahabatan mereka merenggang saat Bian datang melamar Airin. Sejak awal ia tahu, Wendy cinta mati pada Bian. Bahkan dirinya pun tidak bisa menahan kepergiannya keluar negeri. Yeol sudah merelakan segalanya termasuk Wendy. Dunia terasa sempit bahkan iapun satu kantor dengan Airin atas rekomendasi pak Haris. Hubungannya dengan Bian kembali membaik. Waktu memang mengajarkannya dewasa dan berdamai akan keadaan. Bian juga sudah memiliki istri. Mungkin kini waktu yang tepat datang kembali untuk Wendy.
"Sudah lama nunggu Wen?" Yoel bertanya seolah-olah baru datang padahal dirinya sudah tidak sabar menjemput Wendy pulang kantor dengan embel-embel dirinya bertemu customer yang lokasinya kebetulan dekat dari Queen tower. Yoel tidak ingin tampil terlalu agresif takut-takut Wendy merasa risih. Terlebih mereka bersahabat baik, khawatir suasana menjadi canggung.
"Enggak, aku yang menumpang masa kak Yoel masih harus menunggu."
"Wendy, kamu lagi buru-buru ngga?"
"Kenapa?"
"Nanti mampir ke toko kue dulu ya. Mamaku nitip."
"Boleh, tumben banget."
"Katanya lagi mau manis-manis"
Tetapi bukan Yoel kalau tidak mampu meyakinkan orang. Customernya saja berhasil diyakinkan dan membeli produknya. Ada maksud terselubung Yoel membawanya ke toko roti. Ia tahu kesukaan Wendy. "Kamu mau kue machanya Wen?" Tanyanya sambil menunjuk kearah estalase yang di dalamnya memajang kue berwarna hijau cantik yang menggoda lidah.
"Keliatan enak."
"Biar aku belikan."
"Aku beli sendiri saja."
"Anggap ucapan selamat datang."
"Thanks Kak Yoel."
Sepanjang perjalanan senyumannya tidak pernah memudar. Hatinya berbunga-bunga, bak mimpi. diam-diam ia melirik kearah Wendy. Pikirnya Wendy akan menetap di luar negeri. Sesekali mereka berdua berbincang bertukar kabar memecah keheningan. Dan Wendy mengundangnya ke pesta pernikahan kakak perempuan Wendy akhir pekan depan.
***
Airin pulang ke rumah dengan membawa sebongkah kepengapan dari kantor. Selain segudang pekerjaan. Mengawasi KUT yang sedang berjalan di Queen tower benar-benar menguras energinya. Suka tidak suka ia jadi sering bertemu Wendy. Mengapa ia sekarang sedemikian cemburu? Airin sendiri benci pada kecemburuannya. Sungguh tidak masuk akal! Dan alam bawah sadarnya seolah tidak ingin kalah saing dengan Wendy. Sulit mengontrol emosinya dan tidak bisa bersikap profesional merupakan stress baginya.
Sudah beberapa hari ini Airin marah-marah terus di kantor. Semua karyawan tidak ada yang luput dari omelannya. Ada-ada saja kesalahan mereka. Mungkin itu sebab belakangan terakhir Airin jadi mudah letih tetapi bagaimana ia dapat meluangkan waktu untuk pergi ke dokter jika pekerjaan terus datang menyambut. Ketenangan rumah sesuatu yang Airin dambakan bila ia pulang dalam keadaan letih dari kantor dan tidak pula diperolehnya sekarang.
Begitu turun dari mobil, hendak membuka pintu pagar. Suara gelak tawa dan genjrengan gitar hingar-bingar telah menggedor-gedor gendang telinganya yang tengah sensitif. Melihat motor-motor yang diparkir seenaknya di garasi. Airin tahu Bian tidak seorang diri dirumah. Padahal Airin begitu ingin istirahat. Dia ingin berbaring di kasur empuk sambil mendengarkan musik. Sudah seharian ia bekerja di kantor. Berbagai masalah harus diselesaikan memenuhi otaknya. Sekarang otaknya sudah letih ingin beristirahat, rupanya ketenangan dan istirahat yang didambakannya itu tidak dapat di raihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi biru | BaekRene
Fiksi PenggemarKisah pasangan suami-istri yang berjuang bersama melewati persoalan rumah tangga. Airin seorang istri sekaligus wanita karir, sementara suaminya Bian terpaut 5 tahun lebih muda. Semuanya terasa berbeda semenjak Airin mendapat promosi di perusahaan t...