Bertemu Kembali

87 18 2
                                    

°
°
°
°
°
°
[ BAGIAN DUA ]

Aula kampus terasa lebih sempit dari yang Diana ingat. Aroma nostalgia menusuk hidungnya, campuran aroma kopi dan buku-buku tua yang membangkitkan kenangan pahit sekaligus manis. Acara reuni teman kampus ini bukanlah ide yang baik, pikirnya. Apalagi saat matanya menangkap sosok Dikta di sudut ruangan, berbincang dengan beberapa teman lama. Jantungnya berdebar tak karuan.

Sebuah senyum canggung terukir di bibir Diana saat ia mendekat. Dikta menoleh, wajahnya menunjukkan kejutan yang bercampur dengan sedikit keraguan, namun di matanya, Diana melihat kilatan sesuatu yang familiar, sesuatu yang membuatnya sedikit bergetar.

"Diana?" sapa Dikta, suaranya terdengar sedikit serak, seperti mengalunkan sebuah melodi yang lama terpendam.

"Mas Dikta," jawab Diana, suaranya sedikit bergetar, namun ada nada hangat yang tak bisa disembunyikan. "Lama nggak ketemu."

"Iya, lama banget," jawab Dikta, senyumnya masih tampak terpaksa, namun ada usaha untuk terlihat lebih tulus. "Kamu... kelihatan bahagia." Tatapannya lembut, seakan ingin mengukir setiap detail wajah Diana dalam memorinya.

"Aku bahagia," jawab Diana, mencoba tersenyum lebih lebar, namun ada sedikit kesedihan yang tersirat di balik senyumnya. "Kamu juga kelihatan baik."  Kalimat itu keluar begitu saja, sebuah pernyataan yang sederhana namun sarat makna.

"Terima kasih," jawab Dikta, matanya menatap Diana dengan tatapan yang dalam, penuh dengan kerinduan yang terpendam. Ada sedikit kerinduan, sedikit kesedihan, dan lebih dari itu, sebuah rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Mereka berbincang sebentar, mengolah cerita lama tentang masa kuliah mereka. Namun, di antara tawa dan cerita, terasa ada keheningan yang lebih romantis daripada kata-kata, sebuah keheningan yang dipenuhi oleh kenangan dan perasaan yang tak terucapkan.

"Mas Dikta," Diana memulai, suaranya sedikit lebih pelan, "aku pulang dulu ya."

"Oh, iya," jawab Dikta, suaranya terdengar lebih sedih dari sebelumnya, "kamu pulang kemana, Di?." Dikta mulai khawatir ketika melihat Diana yang ingin pulang namun diluar sana, langit mulai mendung dan bisa saja saat Diana pulang akan ada hujan besar membasahi.

"Aku pulang ke rumah ibu, Mas" jawab Diana, lalu berbalik dan pergi, meninggalkan Dikta yang masih terpaku di tempatnya, matanya mengikuti kepergian Diana, seakan ingin menyimpan bayangannya selamanya.

Diana berjalan dengan langkah gontai, hatinya bercampur aduk. Ia bahagia karena bertemu kembali dengan Dikta, tetapi juga sedih karena mereka tak bisa bersama lagi. Kenangan lama bermunculan di pikirannya, kenangan tentang cinta pertama yang tak pernah ia lupakan, cinta yang tak pernah benar-benar mati, hanya tertidur dalam kedalaman hatinya.

Di tengah kerumunan teman-teman kampus, Diana merasa sendiri. Ia merasa terasing, terpisah oleh waktu dan takdir. Ia mengingat kata-kata Dikta, "Kamu kelihatan bahagia." Ya, ia bahagia dengan suaminya, tetapi sebagian hatinya masih tertinggal di masa lalu, bersama Dikta. Sebuah cinta yang tak pernah benar-benar berakhir, hanya berubah bentuk menjadi kenangan yang abadi.

Diana semakin dekat dengan pintu keluar gedung, saat kakinya ingin melangkah lebih jauh, ada seseorang yang berlari dibelakang nya sambil berteriak penuh usaha.

"Diana!" Suara itu terdengar jelas oleh si pemilik nama, Diana menoleh, ia mendapatkan Dikta yang sedang ter-engah engah karena lari begitu jauh untuk mengejarnya.

Tentu saja Diana terkejut dan sedikit khawatir melihat Dikta dihadapannya yang sedang memegang kedua lutut nya karena berlari terlalu cepat. "Lho kamu kenapa, Mas? Kok lari lari gitu." Tanya Diana dengan wajahnya yang penuh rasa khawatir.

Kini Dikta menatapnya, membuat Diana semakin bingung, ada apa dengan pria yang ada dihadapannya?.

"Sudah gerimis, Di. Kamu pulang bareng saya ya? Hujan begini pasti susah untuk mendapatkan taxi." Diana yang mendengar hanya diam, memikirkan jawaban untuk mengiyakan atau justru menolak.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, Diana hanya mengangguk untuk mengiyakan ajakan dari "teman lama" nya itu.

Awalnya Diana ingin menolak ajakan dari Dikta, tapi ketika ia melihat hujan yang mulai deras diluar sana dan petir yang kini mulai bergemuruh, sepertinya ia tidak harus berpikir lebih lama.


***

Jangan lupa untuk VOTE ya bub😉

Instagram Account : @/mcflurallery
TikTok Account : @/mcflurallery

Yang ingin bergabung saluran wa untuk dapat spoiler-an bab berikutnya dan info info terbaru, bisa cek di instagram author ya.... Terimakasih🙏🏻🤍🫶🏼🫶🏼

Diana Et Son MondeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang