Selamat membaca
Setelah beberapa hari penuh keceriaan, di mana Gracie dan Michie aktif bermain bersama, suasana di rumah tiba-tiba berubah. Pagi itu, Gracie terlihat lesu, matanya tampak sedikit sayu. Michie, yang biasanya ceria dan aktif, kini juga terlihat lemas, hanya duduk di atas kasur dengan tatapan kosong. Tubuh mereka terasa panas, dan mereka tampak tak bersemangat seperti biasa.
Marsha dan Zee segera menyadari ada yang tidak beres. Ketika Marsha mendekati Gracie, ia merasakan suhu tubuhnya yang memanas. "Gracie, kamu merasa apa?" tanya Marsha dengan cemas, mengelus dahi anaknya dengan lembut.
Gracie hanya menggelengkan kepala, matanya berkaca-kaca. "Mama, Kakak nggak enak badan... Badan Kakak panas," ujarnya pelan, suaranya hampir hilang karena kelelahan.
Zee yang mendekat ke Michie juga merasa tubuhnya sangat panas. "Adek Michie juga demam," katanya, khawatir. Michie hanya terdiam di pelukan Zee, wajahnya pucat dan tampak tidak nyaman.
Marsha dengan cepat mengambil termometer dan mengukur suhu tubuh Gracie dan Michie. Hasilnya membuat hatinya semakin cemas. "Suhu mereka tinggi, Zee. Kita harus bawa mereka ke dokter secepatnya," kata Marsha dengan suara yang sedikit bergetar.
Zee mengangguk, tampaknya terkejut namun segera bertindak. "Aku akan siapkan mobil. Kita bawa mereka sekarang juga," jawabnya tegas, meskipun ada kekhawatiran yang mendalam di dalam hati.
Sementara itu, Gracie dan Michie mulai menangis pelan, merasa tidak nyaman dengan rasa panas yang menyelimuti tubuh mereka. "Mama... Kakak nggak mau ke rumah sakit..." kata Gracie dengan suara lemah, menangis sambil meraih tangan Marsha.
Marsha mendekap Gracie erat, berusaha menenangkan. "Semuanya akan baik-baik saja, Kakak. Mama dan Papa akan selalu ada di samping kalian," ucap Marsha dengan lembut, mencoba memberi rasa aman kepada anak-anaknya.
Zee segera membawa mereka berdua ke mobil dan mengarahkan perjalanan ke rumah sakit. Di dalam perjalanan, suasana menjadi sunyi. Gracie dan Michie terbaring lemah di pelukan orangtua mereka, tubuh mereka masih terasa panas.
Sesampainya di rumah sakit, dokter segera memeriksa kondisi mereka. Setelah beberapa saat, dokter datang dengan hasil pemeriksaan. "Anak-anak mengalami demam tinggi, mungkin karena infeksi ringan atau virus. Kami akan memberikan penanganan yang tepat," jelas dokter dengan tenang, meskipun ada kekhawatiran di wajahnya.
Marsha dan Zee merasa sedikit lega, meskipun masih ada kecemasan yang menyelimutinya. "Terima kasih, Dokter," kata Zee dengan suara yang penuh syukur. Ia menggenggam tangan Marsha, mencoba memberikan kekuatan.
Malam itu, Gracie dan Michie tertidur dengan tubuh yang lebih tenang setelah mendapatkan perawatan. Marsha dan Zee tetap berada di sisi mereka, menjaga dengan penuh perhatian. Meskipun hati mereka pilu melihat anak-anak mereka yang sakit, mereka tahu bahwa dengan cinta dan perhatian, semuanya akan segera membaik.
Suasana yang sebelumnya penuh keceriaan kini digantikan dengan ketenangan yang penuh harapan, dan keluarga kecil itu bersatu dalam kebersamaan, saling mendukung satu sama lain dalam momen yang sulit ini.
Setelah beberapa jam perawatan di rumah sakit, meskipun demam Gracie dan Michie mulai sedikit mereda, mereka tetap merasa lemas dan tidak nyaman. Keduanya enggan melepaskan orangtua mereka, terutama saat mereka terbangun di tengah malam, merasa bingung dan takut.
Gracie yang biasanya aktif dan ceria, kini hanya berbaring di tempat tidur rumah sakit, matanya masih tampak sayu. "Mama... Papa..." bisiknya, suaranya penuh dengan kecemasan. "Kakak takut, Mama," tambahnya dengan suara pelan, menggenggam tangan Marsha erat-erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Samudra
Ficción GeneralKita dan Samudra adalah kisah tentang dua jiwa yang dipersatukan oleh takdir tetapi dipisahkan oleh perbedaan dan luka masa lalu. Zee, seorang perwira muda Angkatan Laut yang penuh dedikasi, tumbuh di bawah didikan keras ayahnya, Jenderal Sean I Nat...