16 : the big man sulked

169 18 3
                                    

Pagi itu, Max duduk di sudut meja makan panjang, memandang keluar jendela dengan wajah masam.

Tangannya memainkan sendok garpu di depannya tanpa minat, dan ekspresinya seolah menyimpan amarah yang terpendam. Bahkan, beberapa pelayan tampak ragu-ragu mendekat untuk melayani, khawatir akan kemarahan yang bisa tiba-tiba meledak dari pria itu.

Dengan langkah pelan, Ann mendekat ke arah Max, berusaha menjaga agar ekspresinya tetap tenang.

Namun ketika Max menyadari kehadirannya, dia hanya memandang Ann sekilas dengan tatapan tajam, lalu kembali memalingkan wajahnya menatap ke luar jendela tanpa sepatah kata.

Ann mengernyit. Tumben sekali.

"Selamat pagi, Max," sapa Ann dengan suara lembut, namun Max hanya mendengus pelan, tidak ada balasan, hanya tatapan kosong ke luar jendela.

Mencoba tetap tenang, Ann mendekat sedikit lagi, meski dalam hati merasa sedikit gugup.

"Kau terlihat murung pagi ini. Ada yang ingin kau bicarakan?"

Max mendengus lagi, kali ini lebih jelas. "Sepertinya aku bukan orang yang perlu bicara," jawabnya dingin, dengan nada yang tak bisa disangkal menyembunyikan kemarahan.

Ann memandangnya dengan kening berkerut, bingung. "A-apa maksudmu, Max?" tanyanya, mencoba memahami apa yang membuat pria itu begitu kesal.

Bukannya menjawab, Max malah menggebrak meja dengan keras, membuat sendok garpu di depannya bergemerincing.

Pria itu berdiri tiba-tiba, membuat para pelayan lain menatapnya dengan cemas dari kejauhan.

"Siapkan bajuku," perintahnya, suaranya tajam dan tidak sabar, meskipun tugas apapun yang berkaitan dengan dirinya sebenarnya adalah tanggung jawab Ann.

Namun kali ini, seolah ia tidak peduli siapa yang melakukannya.

Ann menarik napas dalam, mencoba meredam perasaan tak nyaman dalam dirinya. Ia memberikan pandangan singkat pada para pelayan yang tampak ketakutan, lalu, tanpa berkata apa-apa, ia mengikuti Max menuju kamarnya, mencoba memahami apa yang membuat pria itu merajuk dengan mood seburuk ini.

Awalnya, Ann ingin membantu Max memasangkan pakaiannya seperti biasa, namun pria itu seolah bisa melakukan semuanya sendiri kini, tanpa menatap Ann sedikit pun.

Ann mengernyit heran, mencoba mengingat apa yang mungkin membuat pria itu mendadak bersikap begitu dingin.

"Max, kau tidak tidur nyenyak tadi malam?" tanyanya, mencoba melunakkan suasana.

Namun, mendengar itu, seolah Max semakin kesal. Dia hanya mendengus lagi. "Aku baik-baik saja," jawabnya singkat, suaranya datar.

Tangannya mulai merapikan dasinya, tetapi tampaknya ia sedikit kesulitan dengan simpulnya. Ann memperhatikan itu, merasa tergelitik untuk membantu.

"Aku bantu pasangkan dasimu," kata Ann sambil mendekat. Ia meraih ujung dasi Max dengan gerakan hati-hati.

Namun, sebelum Ann bisa melanjutkan, Max memalingkan wajahnya dan melepaskan dasinya dari tangan Ann dengan gerakan tegas.

"Aku bisa sendiri!" katanya dingin, tak menatap Ann.

Ann tertegun, sedikit kaget dengan penolakan yang tiba-tiba itu. Ia memandang Max yang masih sibuk dengan dasinya, meski simpulnya terlihat semakin kacau.

"Max… apa aku melakukan sesuatu yang salah?" tanyanya pelan, mencoba mencari tahu alasan perubahan sikap Max.

Max tidak segera menjawab, tetapi rahangnya terlihat mengeras.

Die Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang