【 O7 】

58 14 0
                                    

"Terima kasih karena sudah menemani aku berkeliling, Kinich." Sebuah ungkapan terima kasih mengudara melewati telinga sang pemuda dengan bandana. Kini (Name) dan Kinich berada di perbatasan suku Tirai Daun. Setelah berjalan mengelilingi beberapa tempat di sana, sang gadis berniat pulang karena telah menuntaskan apa yang memang telah jadi tujuan utamanya, yakni memberikan pesanan pedang yang telah ia tempa.

Kedua insan itu berhadapan. Berniat saling mengucap kata selamat tinggal—sebenarnya sang gadis yang miliki niat demikian, entah bagaimana dengan sang pemuda yang jarang tampakkan emosinya tersebut.

"Kalau mau mengirim lagi salah satu tempaan ke sini, kau bisa hubungi aku. Mungkin aku bisa lebih membantu kalau kau berkunjung ke sini lain kali," respon Kinich masih dengan nada suara monoton. Tetapi meski begitu terdapat ketulusan yang (Name) rasakan begitu dengar apa yang Kinich ucapkan.

Anggukan kepala diberikan. "Kalau begitu saat aku berkunjung lagi, aku akan mentraktirmu sesuatu yang enak di sini!" ungkap sang gadis dengan antusias. "Oh, dan Ajaw! aku merasa agak kesepian karena sedari tadi tak mendengar suaranya yang biasa selalu membanggakan dirinya." Seketika dia teringat akan saurian yang selalu bersama Kinich. Walau di jangka waktu tadi dia masih belum kembali setelah sang pemuda melemparnya.

Kinich mengangkat bahu. "Sepertinya sikap Ajaw akan lebih menyebalkan ketika dia mendapat suatu hal gratis secara terus-menerus." Tawaan renyah yang singkat terdengar dari lisan yang perempuan. "Yah, betul juga."

"Kalau begitu aku pulang sekarang," ucap (Name) seraya mengangkat tangan untuk beri lambai pada yang di hadapan. Kinich mengangguk dan berdehem.

(Name) balikkan badan usai dengar respon Kinich, beri senyum singkat sebagai perpisahan sementara. Sedangkan Kinich juga lakukan hal demikian. Dia balikkan badan setelah ungkapkan respon pada sang gadis yang tersenyum padanya.

Tunggu, ini aneh.

Kakinya menapak maju, tapi kenapa isi hatinya berbeda dengan apa yang ingin ia lakukan?

(Name) berjalan ke depan dengan perasaan ragu. Masih coba mencerna apa yang sebenarnya saat ini ia rasakan.

"Eh, apa ini? kenapa rasanya tidak rela untuk melangkah pergi, ya.." Batin kecilnya berucap, diiringi dengan perasaan ragu untuk melangkah lebih jauh.

Dia akhirnya hentikan tapak kaki tepat dihitungan dua puluh langkah. Menunduk ke bawah melihat tanah berhias rumput liar warna hijau. Buat dia teringat akan satu sosok yang memang didominasi warna hijau di seluruh bagian tubuhnya. 

"Kenapa aku ini, padahal baru saja mengucap selamat tinggal padanya." Salah satu sudut bibirnya terangkat. Dia menyentuh kepalanya dengan seringai yang tak bisa diartikan.

Pemuda dengan bandana warna hijau telah mengangguk kala sang gadis ucap buah perpisahan, bahkan ditambah senyuman, namun entah kenapa ada suatu hal mengganjal yang bertentangan dengan aksinya.

Dia baru saja membiarkan sang gadis pergi, dan itu adalah keputusan yang keduanya telah sepakati karena sama-sama mengiyakan kepergian masing-masing.

Kinich adalah orang yang rasional pemikirannya, dia jarang merasakan suatu penyesalan karena telah buat suatu keputusan. Tapi yang kali ini berbeda, entah bagaimana caranya karena satu sosok yang hadir dalam hidupnya.

Lantas pemuda itu hentikan langkah, mengubah arah pandangnya ke belakang.

"Kinich, sepertinya aku ingin kamu mengantarku sampai ke rumah!"

Keterkejutan adalah suatu hal wajar yang saat ini sang pemuda rasakan. Pasalnya, dia hanya ingin mengintip eksistensi (Name) secara singkat dari kejauhan, namun semesta justru membiarkan yang perempuan menghampiri dan ucapkan sebuah kata yang buat matanya membulat lebih dari biasa.

𝐑𝐄𝐏𝐀𝐘 ー⌗KinichTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang