Chapter 41

222 44 7
                                    

Happy reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
***

Di dalam sebuah kamar, duduklah seorang pria yang rambutnya sudah memutih namun tubuhnya masih tegap dan kekar

Dia menatap ke sebuah lukisan cantik yang ada di depannya

Bisma tersenyum tipis saat melihat raut wajah putri kecilnya di lukisan itu, dia ingat dengan baik saat itu Mastani sedang bermain kemudian Bisma memanggilnya untuk di lukis membuatnya cemberut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bisma tersenyum tipis saat melihat raut wajah putri kecilnya di lukisan itu, dia ingat dengan baik saat itu Mastani sedang bermain kemudian Bisma memanggilnya untuk di lukis membuatnya cemberut

Namun beberapa saat kemudian Bisma menghela nafas kasar, tangan kekar itu perlahan terangkat dan mengelus lukisan itu dengan lembut

"Putriku.. maafkan ayah nak"

"Ayah tidak mampu berbuat apa-apa.."

"Maafkan ayah Mastani.."

Alasan mengapa Bisma diam saat Mastani di sidang hanya dia dan Dewa yang mengetahuinya

Air mata menetes, Bisma merasa ia tidak cukup baik untuk menjadi seorang ayah

Pertama kali dia menggendong Mastani, rasanya ada yang aneh di dalam hatinya, menggendong tubuh mungil itu, menidurkannya.. menyuapinya, mengajarinya, menjaganya..

Bisma sendiri tidak menyangka bahwa ia mengasuh seorang anak gadis, yang adalah anak dari Mahadewa dan Dewi Parwati

Meski Mastani bukanlah anaknya tapi tidak dapat di pungkiri dia juga begitu menyayangi Mastani

"Anakku, dimanapun kau berada.. jangan pernah melupakan ajaranku."

Sebenarnya apa alasan Bisma sehingga dia tidak membela Mastani?

***

Saat itu hari sudah mulai gelap, namun Mastani masih berada di luar pondok, dia sedang duduk di ayunan kesukaannya di pinggir sungai, menikmati angin sore yang menenangkan

Sudah setahun terlewati, yang artinya ini tahun bagi Mastani untuk melahirkan, namun sudah beberapa waktu ini Mastani tidak merasakan apapun

Justru yang ada dia semakin semangat dan rasa sakit yang biasanya ia rasakan di perut kini hampir jarang di rasakan

"Apakah mungkin aku harus menahannya satu tahun lagi?"tanya Mastani dengan wajah aneh nya, namun Mastani kemudian menggelengkan kepalanya
"Ah, terserah.."

Mastani kemudian mengambil kecapi yang ada di sampingnya, sambil melihat langit jingga yang indah, Mastani mulai memetik kecapi itu

"Dimana angin utara berjumpa lautan, ada sungai penuh kenangan"

Lirik lagu mulai terucap dari mulut indah itu
"Tidurlah sayang, aman dan nyenyak"

Matanya menatap pada sungai yang mengalir
"Karena di sungai inilah semua di temukan. Di perairannya dalam dan nyata"

Mastani Venenum WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang