Disorder Episode

108 9 0
                                    


Bragghh..!!

Dasar anak tidak berguna!

Aku pergi!! Urus saja aib keluarga itu sendiri. Aku tidak akan menerimanya sampai kapan pun!

Lari, ada monster!! Aku pernah melihatnya berganti pakaian, dan dia menyimpan ular di balik celananya!

Prang..!!

Jadi namamu Freen? Kau sangat cantik. Perkenalkan, Namtan.

Aku mencintaimu, bisakah kau percaya padaku sekali ini saja?

Maaf Freen, ayo kita sudahi saja. Sebentar lagi aku akan bertunangan.

Buggh..!!

Kau Freen? Aku Heidi, bagaimana jika kita bersenang-senang sedikit?

Freen, hubungi aku kapanpun kau ingin bermain

Sreeekkhh..!!

Aku Becky.

Phi Freen~

Terima kasih sudah menjagaku phi

Permainan macam apa yang ingin kau mainkan denganku phi?

Eungghh.. Phi Freenhh..

"ARRGGHH..!!" Jeritan itu kembali menggema sama seperti sebulan kemarin.

"Freen!! Hentikan nak!" Suara raungan wanita paruh baya menginterupsi kekacauan di kamar kecilnya. Pintu itu digedor tidak sabaran. Namun Freen masih enggan membukanya.

"Freen, dengar ibu. Apapun yang orang lain katakan tentangmu. Kau selalu berharga bagi ibu" Sekali lagi isak tangis memilukan itu memadamkan kobaran api yang membakar jiwanya pagi ini.

Tubuh Freen meluruh. Ia meraung-raung kesesakan.

"Kenapa aku harus ada? Dan kalaupun aku harus ada, KENAPA AKU YANG MENDAPATKAN KESIALAN INI?!! KENAPA BU?!"

"Tidak Freen, jangan berbicara seperti itu. Kau-"

"Ayah benar, aku memalukan. Aku anak pembawa sial. Itu sebabnya ibu sendiri. Itu karena aku"

"Kau satu-satunya yang ibu punya di dunia ini. Tolong bertahanlah untuk ibu" Tidak ada jawaban lagi, benar-benar hening seketika. Membuat wanita yang tengah tersungkur di depan pintu itu gusar.

"Freen?" tidak ada sautan dari dalam sana.

"Freen sarocha"

"Freen?! Jawab ibu nak" Pekik wanita ini dengan begitu panik sembari menggedor pintu kamar putri semata wayangnya.

Cklekk..

Freen keluar dengan keadaan luar biasa kacau. Rambutnya yang acak-acakan, luka lebam di sudut bibir, telapak tangan yang terluka karna tertancap kukunya, dan jejak kaki berdarah di dalam menunjukan Freen bahkan tak peduli jika ia menginjak serpihan kaca yang berserakan di kamarnya.

Tak menunggu lama lagi. Sang ibu memeluk erat putrinya. Mengusap rambut sepunggung hitam legam milik Freen. Sang ibu melepas pelukannya. "Ayo biar ibu bantu obati luka-lukanya" ajak sang ibu menuntun Freen ke arah sofa ruang tamu. Wanita paruh baya itu begitu hati-hati membersihkan setiap goresan di tubuh Freen. Seakan bisa saja saat ia salah menyentuh, Freen akan hancur di depan matanya dalam sekejap mata.

Tidak ada obrolan apapun yang keluar dari mulut keduanya. Tidak dari sang ibu yang tengah menahan perih hatinya dan mempertahankan raut wajah tenang. Tidak juga dengan Freen yang hanya diam dengan pandangan kosongnya.

The Untitled UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang