16 :: Don't Bother Me, Please!

18 5 7
                                    

Jangan lupa tekan ⭐

...

Seungmin mendorong pintu ruang guru yang sudah akrab baginya, menyeimbangkan setumpuk buku catatan di tangannya dengan sedikit susah payah.

Sebagai ketua kelas, ia sudah terbiasa menjadi perwakilan kelas untuk mengumpulkan tugas, meskipun teman-temannya sering berbisik penuh rasa bersalah setiap kali memberinya lebih banyak pekerjaan. Seungmin tahu mereka tidak bermaksud jahat—hanya saja, kalau bukan dia yang mengurus, siapa lagi?

"Seungmin! Rajinnya kamu, nak," sapa Guru Marin, wali kelasnya, yang duduk di meja pojok sambil tersenyum ramah. "Tiap hari kamu kelihatan sibuk saja mengurus teman-temanmu. Kapan giliran kamu main?"

"Mau gimana lagi, Bu? Kalau bukan ketua kelas yang bawa, siapa lagi?"

Guru Marin tertawa kecil. "Eh, kamu anak yang tanggung jawab, ya! Tapi jangan sampai lupa bersenang-senang juga. Nanti malah tua sebelum waktunya."

Sebagai responnya Seungmin hanya tersenyum tipis, mata yang biasanya datar kini memancarkan sedikit kilauan tawa saat ia mendengar candaan dari gurunya itu. Secepat senyum itu datang, ekspresinya segera kembali tenang.

Dengan tarikan napas pendek, Seungmin mengembalikan fokusnya, mengalihkan perhatian ke tujuan awalnya untuk menuju ruang guru. Ia meletakkan setumpuk buku milik semua teman-temannya di atas meja guru Kimia yang tampak kosong, mengingat jam istirahat sedang berlangsung dan di ruangan hanya ada sebagian guru.

Kemudian, ia bergerak cekatan meletakkan catatan tugas miliknya satu per satu di meja masing-masing guru mata pelajaran yang berbeda, sesuai instruksi yang sudah diberikan sebelumnya.

Dengan hati-hati, ia memastikan setiap tugas tertinggalnya sudah tertata rapi di meja yang tepat, merasa lega karena akhirnya bisa mengumpulkan semua pekerjaan yang sempat tertunda karena absen.

Di bilik meja lain, Pak Choi, guru matematika berbadan gempal, asik mengunyah camilan keripik dari bungkus besar. Saat matanya melihat Seungmin, ia tersenyum lebar dan mengangkat bungkus camilannya.

"Hei, Seungmin! Mau? Sekali-sekali biar kamu tambah semangat kerja kerasnya," kata Pak Choi sambil menyodorkan sebungkus keripik, disertai tawa khasnya.

"Wah, terima kasih, Pak. Tapi nanti saya malah jadi mirip Bapak kalau kebanyakan ngemil," balas Seungmin sambil terkikik.

Pak Choi tertawa terbahak-bahak, sambil menepuk perutnya yang sudah cukup besar. "Wah, kamu benar juga! Kalau kamu nggak mau ngemil, bisa-bisa ini keripik habis semua di saya, dong!"

Suasana ruang guru itu hangat dan penuh canda. Semua guru seolah menikmati momen kecil itu, bercanda bersama murid yang mereka tahu sering bekerja keras. Tak lama kemudian pintu ruang guru terbuka, dan Guru Jibon muncul dengan membawa beberapa kotak kardus besar.

"Nah, Seungmin, kebetulan kamu ada di sini. Buku-buku baru buat perpustakaan sudah datang. Tapi, aduh, Bapak lelah sekali, udah hampir patah pinggang ini ngangkat-ngangkat!" kata Guru Jibon dengan nada lelah, namun penuh arti.

Seungmin memandang Guru Jibon dan mengangkat alis. "Oh, berarti maksud Bapak, aku harus jadi babu lagi buat susun buku-buku itu, ya?" ucapnya tajam, tapi diiringi senyum miring yang jenaka.

"Nah, itu dia! Seungmin ini anak yang teliti, rapi banget kalau nyusun buku di rak. Memang sudah langganan kalau Bapak butuh bantuan anak yang serba bisa!"

Seungmin menghela napas dramatis, berpura-pura kesal. "Iya, iya. Udah tahu, 'kan? Kalau nggak sanggup, Bapak panggil Seungmin aja."

Seluruh guru yang ada di ruang guru tertawa mendengar candaan mereka. Suasana ruangan dipenuhi dengan tawa dan gurauan hangat. Bagi mereka, Seungmin bukan hanya sekadar murid, tapi sudah seperti rekan dalam momen-momen penuh canda ini. Seungmin sendiri, meski sering menggoda, tahu betapa ia menikmati perhatian para guru yang sudah seperti keluarganya ini.

Muñeca ⋮ Kim SeungminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang