*******
Hari itu menjadi awal yang berbeda untuk semester baru di kampus. Luna menjalani pagi dengan perasaan biasa saja, tak menyadari bahwa ada sesuatu yang telah direncanakan Danny bersama Willi. Setelah kelas usai, Danny datang menjemput Luna di depan kampus. Dengan senyuman hangat, Danny menggenggam tangan Luna dengan lembut, membawanya keluar dari kerumunan teman-teman mereka.
Mereka berpamitan pada Riri, Travis, Jaden, dan Naomi, yang melambaikan tangan sambil bertanya-tanya tentang rencana mereka. Luna merasa ada sesuatu yang tidak biasa, tetapi ia memilih untuk mempercayai kakaknya. Sepanjang perjalanan, Luna duduk di belakang motor Danny sambil sesekali bertanya ke mana mereka akan pergi. Danny hanya menjawab dengan senyuman misterius, tidak memberikan petunjuk apa pun.
Setelah beberapa menit perjalanan, motor Danny berhenti di depan sebuah rumah besar dengan taman yang rapi. Mata Luna membesar, mengenali tempat itu sebagai rumah keluarga Willi, keluarga dari ibunya, Lussi. Tubuhnya membeku, hatinya dipenuhi perasaan campur aduk—rasa gugup, takut, dan kebingungan.
"Luna, ayo turun," kata Danny sambil melepas helmnya, lalu membantu Luna turun dari motor.
Luna hanya bisa menatap Danny dengan bingung. "Kenapa kita di sini, Kak?" tanyanya dengan suara pelan.
Danny tersenyum lembut, menggenggam kedua bahu Luna dengan mantap. "Mereka menunggumu, Luna. Keluarga ibumu. Ini saatnya kau bertemu lagi dengan mereka. Aku juga tahu bahwa kau tidak pernah benar-benar sendirian."
Sebelum Luna sempat menjawab, pintu rumah terbuka, dan sosok Willi muncul di ambang pintu. Mata lembutnya bertemu dengan pandangan Luna. Meski ada gejolak di hatinya, Willi sudah mempersiapkan diri untuk menerima keadaan ini. Ia tersenyum simpul, menghampiri mereka.
"Hai, Luna," sapanya dengan suara tenang. "Keluarga kami sudah berkumpul di dalam. Mereka semua menunggumu."
Luna merasa seluruh dunianya berhenti sejenak. Tatapan Willi tidak lagi seperti seorang pria yang pernah ia cintai, tetapi seperti seorang saudara sepupu yang peduli. Perlahan, ia mengangguk, mencoba mengumpulkan keberanian untuk melangkah masuk.
Danny menepuk bahu Luna dengan lembut. "Aku di sini, Luna. Aku akan menemanimu."
Luna menarik napas dalam-dalam, kemudian melangkah ke arah pintu dengan Danny dan Willi di sisinya. Di dalam rumah, wajah-wajah yang sebelumnya hanya ia dengar dari cerita sekarang nyata di depannya. Neneknya, Hannah, dengan mata berkaca-kaca, berdiri sambil tersenyum penuh haru. Di sampingnya ada Beni, kakeknya, serta Sherly dan Steven, adik dan ipar ibunya.
"Luna..." Hannah memanggil namanya dengan suara gemetar.
Luna berhenti di ambang pintu, air mata mulai menggenang di matanya. Ia melihat keluarga ini, orang-orang yang pernah mencari keberadaannya, kini menatapnya dengan cinta dan kerinduan yang mendalam. Langkah-langkah berikutnya terasa berat, tetapi hatinya berkata ini adalah tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Luna (END)
Teen Fiction⚠️jangan plagiat‼️ide mahall sengkuu, yuk guys sebelum baca janlup follow dulu⚠️ "Orang menangis bukan karena mereka lemah. Tapi, mereka menangis karena telah berusaha kuat dalam waktu yang lama" -Luna Ruzelia "Tujuanku adalah selalu membuatmu, ter...