Pada zaman dahulu kala, ketika peradaban dunia belum secanggih saat ini, terjadilah pergantian musim yang signifikan. Dari cuaca yang hangat dan lembab menurun drastis hingga mengubah banyak hutan menjadi padang rumput. Disanalah juga hidup banyak jenis ular yang membangun sarangnya. Saat itu ular tak dikenal dengan bisanya, mereka bertahan hidup dengan melilit mangsanya.
Jika mengintip sedikit ke daerah tebing yang ditumbuhi rerumputan, dapat ditemukan seekor Ibu Ular dan anaknya yang sakit-sakitan. Sang ibu selalu menjaga dan merawat anaknya dengan baik. Anak Ular tersebut sudah sejak lahir mengalami sakit yang parah dimana ia akan kesulitan bernafas tiap kali mencoba merayap menjangkau tempat yang bahkan dekat darinya. Sehingga sejak menyadari anaknya sakit, sang ibu yang akan menggendong anaknya kemanapun pergi.
Seluruh hewan disekitarnya salut melihat kegigihan Ibu Ular dalam merawat anaknya. Para kelelawar bersaksi bahwa dengan mata mereka sendiri melihat bagaimana Ibu Ular terjaga sepanjang malam menjaga anaknya. Para kuda juga memberitahu hewan-hewan lainnya betapa takjubnya mereka ketika melihat Ibu Ular mengendong anaknya kemanapun ia pergi. Begitulah kira-kira pembicaraan hewan-hewan itu mengenai sang Ibu Ular dan anaknya tiap harinya. Mereka selalu terharu setiap kali melihat aksi heroik Ibu Ular itu.
Jangan tanya kepada sang anak, ia sangat bangga memiliki ibu yang menyayanginya dengan sangat teramat itu. Namun disisi lain, ada perasaan terbebani mengenai itu. Setiap detik kehidupan Anak Ular selalu dihabiskan rasa bersalah yang dalam kepada ibunya. Ia merasa kehadirannya adalah sebuah bencana.
Anak Ular sadar ketika ia membuka matanya dimalam hari, ia dapat melihat ibunya terjaga disebelahnya, memastikan dirinya aman. Mulutnya terlalu berat untuk mengucapkan kata-kata ajakan untuk ibunya tidur saja disampingnya. Kasih sayang Ibu dan Anak ular tak pernah diungkapkan lewat kata-kata, semuanya mengalir melalui perbuatan. Hal itu terkesan indah, namun juga membuat Ibu Ular dan Anak Ular sulit memahami isi hati satu sama lain.
Dilain hari ketika ibunya mengendong dirinya untuk pindah ke tempat yang memilki sumber air, Anak Ular menatap pundak sang ibu sendu. Kemudian ia menatap dirinya sendiri. Meratapi nasibnya yang tak bisa melakukan apa-apa sendirian. Akan tetapi ada hal aneh lain yang ia rasakan. Entah mengapa terkadang ada perasaan senang ketika sang ibu mengkhawatirkan dirinya yang sedang sakit, sang Anak Ular merasa disayangi oleh ibunya. 'Bagaimana seseorang bisa begitu menyayangi orang lain sampai seperti itu?' batin Anak Ular.
Disisi lain, Ibu Ular berjalan lurus, lelah dan letihnya sungguh tak dapat dibendung. Namun apapun yang terjadi tak akan menghentikan langkahnya untuk melindungi sang anak. Ibu Ular kesulitan dalam mengungkapkan perasaan kepada sang anak satu-satunya. Baginya perbuatannya sudah cukup untuk membuat sang anak menyadari betapa sayang dirinya.
Hujan turun lebat malam itu, petir yang menyambar kuat membuat Anak Ular terbangun dari tidurnya. Betapa terkejutnya ia melihat sang ibu menggigil duduk didepan gua kecil tempatnya berteduh sambil membelakanginya. Ia bisa tertidur hangat disini, namun sang ibu harus berperang dengan dinginnya air hujan, ia tak sanggup lagi melihat ibunya terus mengalah demi dirinya. Dengan tubuh gemetarnya, Anak Ular menghampiri ibunya.
"Ibu... Masuklah ke gua, tidurlah bersamaku..." Ucap Anak Ular dengan suara paraunya.
Ibu Ular yang mendengar suara anaknya tersentak, kemudian langsung berbalik badan dan berkata " Tidak... Masuklah... Jangan paksakan menggerakkan tubuhmu..."
"Tidak bu, aku mohon masuklah ke dalam" pinta Anak Ular kembali.
Ibu Ular mendorong anaknya untuk masuk ke dalam gua, "masuklah ke dalam, dengarkanlah ibu! Inilah yang membuat tubuh penyakitanmu tak sembuh-sembuh, kau tak pernah mendengarkan perkataan ibu!" Teriak Ibu Ular.
Setelah mengatakan itu Ibu Ular tersadar dengan perkataannya. Tubuh dan pikirannya yang lelah membuat dirinya tak sengaja mengatakan hal yang sebenarnya tak ia maksudkan. Ingin rasanya ia berbalik ke beberapa detik yang lalu untuk menahan mulutnya sendiri.
Sementara Anak Ular yang mendengar perkataan ibunya hanya mematung, ia tak menyangka perkataan itu keluar dari ibunya. Perkataan yang tampak tak menjadi masalah besar itu sungguh seperti peluru yang menembak tepat di hatinya. Ia tak masalah ketika hewan lain membicarakan tubuhnya yang penyakitan, asal bukan sang ibu. Anak Ular pun tertunduk, kemudian dengan sekuat tenaganya ia merayap meninggalkan gua itu.
Ibu Ular yang sedang termenung menyesali perkataannya itu kembali tersadar dari renungannya ketika anaknya sudah pergi. Dengan kelimpungan Ibu Ular segera mencari anaknya, jantungnya jadi berdetak kencang. Ia menangis dibawah hujan hingga air matanya menyatu dengan derasnya air hujan malam itu.
Disisi lain, Anak Ular yang sudah merasakan nafasnya sesak sehingga pandangannya menjadi buram tak menyadari ada lubang yang dibuat oleh Teringgiling. Alhasil tubuh lemah Anak Ular terjerembab ke dalam lobang yang dalam itu. Anak Ular berusaha sekuat tenaganya untuk naik ke atas, namun hal itu percuma saja. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah duduk dan menunggu energinya pulih, ia pun memilih untuk memejamkan matanya sejenak.
Sudah berjam-jam Anak Ular terjebak di dalam lubang itu, hujan yang semakin deras mengisi lubang tersebut dengan air perlahan-lahan. Jika Anak Ular tak segera keluar dari sana, dapat diyakinkan ia akan tenggelam karena air yang semakin tinggi. Anak Ular pun berteriak kepada siapapun diatas sana untuk menolongnya. Hatinya sudah pasrah karena tak ada satu suara pun yang menjawab.
Namun tak lama, terdengar suara gesekan rumput, kemudian tampak wajah Ibu Ular mengintip ke bawah lubang. Ternyata Ibu Ular sudah berkeliling mencari anaknya, kemudian tak sengaja mendengar suara teriakan Anak Ular dan segera menghampiri suara itu secepatnya.
"Ibu?!" Teriak Anak Ular, ia tak dapat melihat wajah sang ibu dengan jelas karena air yang sudah merendam sebagian tubuhnya.
Ibu Ular menangis hebat melihat anaknya yang hampir terlahap oleh air yang ada didalam lubang. "Tunggulah disana nak! Ibu akan mencarikan bantuan apapun yang terjadi!" Ucap Ibu Ular, kemudian ia mencari akar atau apapun yang dapat meraih sang anak. Akan tetapi nihil, akar-akar yang ia temukan selalu tak dapat diraih atau tak kuat menahan tubuh sang Anak Ular. Dan satu-satunya pohon yang ada didekat lubang itu adalah pohon gundul tanpa satupun daun.
"Ibu, sudahlah, sepertinya tak ada yang bisa kita lakukan lagi, lagian semua ini salahku. Ibu, maafkan aku karena selalu menyusahkan dan membuatmu bersedih. Ketahuilah bahwa sebenarnya aku sangat menyayangi ibu...." Ucap Anak Ular kepada ibunya yang masih berusaha menjulurkan akar pohon yang tak cukup panjang.
"Tidak! Bertahanlah sedikit lagi anakku, aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkanmu, bahkan jika itu mungkin harus mengorbankan diriku sendiri" Jawab Ibu Ular dengan air mata yang mengalir lebih deras.
Setelah Ibu Ular mengatakan hal itu, petir menyambar dengan kuat. Langit menjadi sangat gelap, dan seakan-akan alam itu sendiri berbisik, "Apakah kau siap menukar kekuatanmu demi keselamatan anakmu?" Suara itu datang bukan sebagai perintah, melainkan sebagai ujian, menguji sejauh mana kasih ibu yang tak terhingga bisa mengubah takdir.
Dengan cepat Ibu Ular mengangguk, ia akan melakukan apapun untuk menyelamatkan anaknya. "Tentu saja, apapun, aku akan melakukan apapun."
Kemudian, seperti mimpi, pohon yang sudah gundul di sekitar lubang itu berubah menjadi sebuah pohon banyan yang besar dengan akar panjangnya yang menjalar hingga ke dalam lubang. Anak Ular langsung meraih akar tersebut hingga ia akhirnya bisa keluar dari lubang itu. Dengan cepat sang Anak Ular langsung memeluk ibunya.
"Ibu maafkan aku, aku sangat menyangka ibu" Ucap Anak Ular dengan rasa yang haru.
"Maafkan ibu juga nak, ibu sungguh tak bermaksud berkata jahat seperti tadi, ibu sangat menyayangimu" Balas Ibu Ular meminta maaf kepada anaknya.
Setelah kejadian itu Ibu Ular mulai mengungkapkan rasa sayangnya dengan kata-kata juga, begitu juga sebaliknya. Karena menurut mereka, tindakan saja tak cukup untuk membuat mengerti satu sama lain selamanya. Begitupun Anak Ular, ia kini mengerti betapa kesusahan ibunya, ia a ingin sembuh lebih cepat agar dapat membantu ibunya.
Akan tetapi seperti janji sang Ibu Ular, kekuatannya untuk berburu kini menghilang. Digantikan dengan racun yang ada didekat taringnya. Begitulah ular tersebut dikenal dengan sebutan Ular Kobra, dan menjadi ular berbisa pertama di wilayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Rimba: Lantunan Kisah Tak Terukir Para Fauna
Short StoryKisah para Fauna yang tak pernah terukir, namun selalu mengalir bersamaan dengan hikmah yang dapat dipetik.