SM; PROLOG

343 80 18
                                    

  Tw // Blood, Gun.⚠️

***

Malam itu, hujan turun begitu deras. Suara petir terdengar menggelegar bersama beberapa kilatan. Lalu disusul dengan beberapa bunyi tembakan yang  diikuti oleh aliran air merah mengental.

Amis.

Cairan pekat itu menyeruak masuk menyapa hidung. Namun hal tersebut tak menghentikan kegiatan seorang lelaki yang masih asyik bermain dengan senjata api.

Dor!

Pelatuk itu, ditarik lagi. Padahal figur yang ditargetkan sudah terkapar tak sadarkan diri. Ah, atau mungkin, sudah mati.

Dalam remang-remang lampu ruangan, lelaki itu mengepulkan asap rokoknya tinggi-tinggi. Terlihat puas saat melihat korbannya mati.

"Itu akibatnya jika kamu berani mengkhianatiku."

Aran Mbayung Baratandu, lelaki itu meludah tepat di jasad korban yang tadi ditembaknya. Raut jijik terpatri jelas di wajah tegasnya. Tanpa rasa bersalah, juga tanpa rasa iba layaknya perasaan yang biasa dimiliki oleh seorang manusia, lelaki ini terus menembaki tanpa henti. Bisa dibilang, Aran adalah manusia yang tak punya hati. Dia bahkan dengan bangga menyebut dirinya adalah monster yang siap menembak mati jika ada yang berani mengkhianati.

"Tuanku,"

Aran mengangkat tangan ketika panggilan dari anak buahnya tersapa telinga; memberi instruksi agar bawahannya tak berbicara lagi. Sebab ia tak suka dipanggil dua kali.

Lalu dengan obsidian tajam yang tak berperasaan, monster berhati baja ini bertanya, "Apa semuanya sudah mati?"

"Ampun, tuanku. Masih ada satu nyawa lagi yang tersisa. Saya rasa dia cukup pintar bersembunyi."

Gigi Aran menggertak. "Bodoh." ucapnya lantang sedikit berteriak. "Tinggal satu nyawa saja, tapi kalian tidak bisa membunuhnya?" mata elang itu mengedar di antara barisan anak buahnya yang tengah menunduk ketakutan.

"M-maaf, tuanku. Tapi—"

Dor!

Besi panas itu langsung menembus kepala salah satu bawahannya yang tadi berbicara.

"Tidak berguna." desis Aran tanpa iba. Dia paling tidak suka jika ada satu tikus yang lolos dari tangan mautnya.

"Cari satu nyawa yang si bodoh maksud itu sekarang juga. Jika gagal, maka pistol ini akan menembus kepala kalian."

Langsung saja, semua bawahannya bergerak cepat menyebar ke penjuru arah. Mereka tidak ingin mati sia-sia di tangan monster gila berwajah dewa. Sekarang, sang tuan tengah murka. Jika perintahnya tidak diselesaikan dengan segera, maka semua nyawa bawahannya akan hilang malam ini juga. Aran tidak akan segan-segan menarik pelatuknya lagi; menembak keji orang-orang yang tidak becus melaksanakan titahnya.

Di rumah kecil tempat ia berada sekarang, sudah ada 4 nyawa yang melayang. Dan yang ia tembak sebelum bawahannya tadi adalah dalang dari semuanya. Revano, orang rendahan yang berani-beraninya bermain api dengannya.

Menjijikkan.

Aran membenci orang seperti itu. Baginya, sudah tidak ada ampun lagi. Mereka yang berani bermain api di belakangnya harus mati. Karena bumi sudah tidak pantas untuk mereka pijaki.

Mafia dengan gelar monster berwajah dewa ini memang terkenal sebagai malaikat maut seantero negeri. Matanya yang tajam, wajahnya yang tegas, serta pembawaannya yang dingin menciptakan aura yang akan membuat siapa saja tunduk sembah di bawah kakinya. Dia adalah yang terkejam dari yang paling kejam. Beruntung saja bajingan monster ini memiliki wajah tampan bak seorang dewa sehingga banyak orang yang tertipu dengan bagaimana sosok asli yang mafia itu punya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

STILL MONSTER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang