Chapter 9 : A Night To Remember

140 41 9
                                    

Tawa canggung Alunan membahana, memenuhi seantero apartemen ini. Kepalanya menggeleng. Tangannya kemudian memukul pelan lengan Arka di seberangnya sambil memasang ekspresi gemas yang dibuat-buat.

"Bercanda nih. Nggak lucu ah!" ucap Alunan.

Namun, Arka tidak ikut tertawa bersamanya. Cowok itu hanya mengulas senyum tipis. Tatapannya juga mengunci tatapan mata Alunan. Sorot matanya yang teduh itu tampak semakin membuat jantung cewek itu berdegup tak keruan.

Apa ... dia serius? Alunan bertanya-tanya. Kenapa?

Seketika tawa Alunan memudar. Kali ini ekspresi seriusnya terpasang. Suaranya agak memelan saat bertanya pada Arka, "Kamu ... serius?"

Arka mengangguk. "Sangat serius."

"Kenapa?" Alunan terus mencerca Arka dengan pertanyaan yang ada di kepalanya. "Ka, kurasa batas hubungan kita nggak perlu sampai ciuman. Apalagi nggak sampai lima hari lagi semuanya ... kelar."

Ketika mengatakan hubungannya akan berakhir tidak sampai lima hari lagi, hati Alunan seperti diremas kuat-kuat. Dia tidak suka fakta ini. Rasanya dia ingin terus menggenggam tangan Arka, memeluk cowok itu, bahkan mungkin memberanikan diri untuk mengiakan ajakan ciuman ini.

Namun, Alunan mengingat jelas surat perjanjian mereka. Dia tidak ingin seperti para tokoh ataupun aktor-aktris dalam drama romantis yang dia baca dan tonton. Semuanya selalu melanggar kontrak perjanjian pacar pura-pura. Cewek itu tidak mau melanggar apalagi mengacaukan hubungan abadi mereka sebagai sahabat.

"Kamu masih kepikiran mau kelar?"

Nada suara Arka terdengar meninggi. Cowok itu sampai menaruh kembali peralatan makannya di piring.

Alunan sendiri bingung bagaimana menjawab pertanyaan itu. Jujur atau tidak? Setiap jawaban yang diberikan pasti memiliki sebab dan akibat masing-masing. Masalahnya cewek itu harus memilih. Tidak mungkin dia membiarkan pertanyaan Arka menggantung. Tidak mungkin juga dia mengalihkan pertanyaan dan menjadikan cowok itu semakin kesal.

"Gimanapun ...." Alunan menelan ludah banyak-banyak. Dia sudah membuat keputusan. "Surat perjanjian itu bilang gitu."

Arka mendengkus keras. Tiba-tiba saja dia berdiri dari kursinya. "Aku pusing dan nggak nafsu makan. Maaf, aku ke kamar dulu."

Saat Arka pergi, detik itu pula Alunan merasa kecewa karena ditinggalkan sendiri. Namun, cewek itu sadar, sepertinya ini salahnya. Sekarang hatinya campur-aduk. Dia di antara dua keinginan sulit, antara maju atau mundur.

***

Alunan menyadari ada yang salah dengan dirinya. Kepalanya terus memikirkan Arka dan bagaimana sikap cowok itu setelah obrolan mereka saat sarapan. Hatinya juga terasa tidak nyaman apalagi saat menyadari sorot mata cowok itu menyimpan kekecewaan saat melihat dirinya.

Sekarang Alunan hanya bisa duduk di depan meja belajarnya. Laptop terbuka lebar, tetapi tidak ada yang dia tulis. Padahal biasanya jam segini waktunya dia untuk mengetik suatu cerita demi melanjutkan novel panjangnya.

Tanpa sadar perhatian Alunan jatuh pada pigura foto dia dan Arka beserta empat sahabat mereka yang lain. Foto yang diambil saat mereka wisuda beberapa tahun yang lalu, dua atau sepertinya belum genap dua tahun lalu, cewek itu terlalu banyak pikiran hingga sulit menghitung.

2018 ....

Akhirnya, meja makan kafe ini tidak lagi dipenuhi dengan buku pelajaran ataupun kertas-kertas hasil cetak skripsi, tapi hanya ada makanan dan minuman berkalori tinggi. Setelah berjuang selama satu semester lebih dengan berbagai dramanya, Alunan dan kelima sahabatnya ini lulus juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Quarantine Boyfriend (Novelet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang