XXV

230 17 0
                                    

Anggara membawa Agra ke rumahnya yang bisa dibilang sangat kecil itu. Setelah berhasil mengadopsinya, ia tentu tak tau bagaimana cara merawat anak. Mengingat dia juga tumbuh di jalanan dan terpaksa merawat dirinya sendiri.

Jadi ia bertanya pada teman temannya yang juga tumbuh bersamanya di jalanan. Banyak dari mereka menyarankan untuk memberi Agra asupan yang cukup agar anak itu berkembang.

Anggara beberapa kali berjalan jauh hanya untuk bertanya pada temannya yang juga punya adik, meminta tips untuk menjaga Agra, apa saja yang diperlukan untuk bocah 5 tahun itu.

Dan tentunya beberapa juga memberikan baju untuk Agra dan langsung menganggap anak itu sebagai keluarga mereka. Mengingat Anggara banyak membantu mereka semua walau sedang kesusahan.

Membuat mereka memberi barang bekas pada pemuda itu secara cuma cuma. Dan sekarang, Anggara kembali ke tempat dimana ia besar dan tumbuh.

Gang kecil tempat mereka sering makan bersama jika ada yang mendapat bonus dari mengumpulkan sampah, tempat mereka sering berbincang.

Ia mencoba mengingat ingat rumah kosong yang menjadi rumah bagi anak anak yang dibuang dan yang tak beruntung.

Ia melihat rumah itu, masih berdiri kokoh. Mengetuk pintu perlahan lalu mundur. Pintu terbuka menampilkan orang yang dulu menjaganya.

"Nyari siapa ya?" Anggara tersenyum, ia maju perlahan lalu memeluk tubuh itu. "Mamas~" tubuh itu melepas paksa pelukannya.

Menatapnya serius sebelum memeluk tubuh Anggara lagi "njir? Angga, ini beneran Lo? Adek gw yang ijin ke kota bawa anak? Gw kangen Lo gila" mereka berpelukan di depan pintu hingga beberapa menit sebelum Agra mencolek Anggara.

"Kenapa, Sayang?" Anggara melirik arah yang ditunjuk Agra, melihat ada beberapa orang yang berniat aneh aneh. "Biar mamas aja" orang yang memanggil dirinya mamas itu maju, melewati Agra.

Agra mengikuti dari belakang, ia sedang menggunakan headphone jadi tidak bisa terlalu mendengar obrolan mereka lagi pula tidak sopan menguping obrolan orang.

Agra masih menonton saja sebelum pemuda yang lebih tua dari Anggara itu dipukuli. Agra langsung maju, membalas pukulan itu.

3 dari 5 orang itu sudah pingsan karena Agra, dan entah kenapa ia malah di tarik mundur, tak dibiarkan maju untuk kembali memukuli mereka.

Sumpah Aksara pada Agra adalah 'Memukul orang yang Anggara atau ia sayangi akan Aksara pukul lebih dari pukulan yang mereka terima' itu sumpahnya pada anak itu.

Dan kali ini Aksara tidak akan membantu Agra, mengingat ia sudah mengajarkan anak itu untuk bisa melawan. Dan kali ini ia akan kembali tidur hingga diperlukan.

Agra mencoba menarik tangannya dari cekalan pemuda itu, menatap Anggara yang juga menggeleng. Agra berdecak, ia menendang mereka sekali lagi lalu mundur.

Anggara maju untuk menanyakan ada apa mereka datang dengan kekerasan. Anggara baru ingat jika 'mamas' nya pernah berhutang pada orang.

Ia langsung membayar semuanya hingga lunas, dan juga memberi kontrak darah. Jika mereka memukul siapapun dari rumah ini, maka darah mereka taruhannya.

Anggara menusuk tangannya sendiri menggunakan gunting milik Agra lalu menulis tanda tangannya menggunakan darah. Agra duduk di depan pintu, mengobati orang penting untuk sang Ayah.

"Angga, padahal kan mamas bisa bayar, nggak usah kamu yang bayar" Anggara tersenyum, "nggak papa, lagian juga dari dulu mamas yang selalu ngelindungin Angga, kali ini biarin Angga yang bantu" pemuda itu tersenyum lalu meringis ketika Agra menempelkan kasa dengan obat itu terlalu kasar.

"Maaf."

"Nggak papa, nama saya Azam, pengurus Abang kamu dulu dan penjaga anak anak tak beruntung yang tak memiliki rumah, dan kami semua menyambutmu disini."

Agra mengulum bibirnya sebelum tersenyum. "Gemas sekali" kepalanya diusak kasar "Abang~" Azam terkekeh "panggil mamas aja, kayak Abangmu" Agra mengangguk.

"Mamas, ada barang yang kurang nggak? Kayak makanan?"

Azam baru saja ingin menolak namun Anggara sudah menutup mulutnya, "biarin aku ngebales perbuatan Mamas buat aku dulu" Azam akhirnya menghela nafas.

Ia memberi kertas yang berisi list untuk barang apa saja yang kurang. Dan ada banyak sekali, melihat tanggalnya membuat Anggara menggeram.

"Mamas. Kalo semua makanan abis, mamas makan apa?" Azam diam, tak berani menjawab "mamas nggak makan, buat anak anak lain..." Anggara menghela nafas,

Ia melirik Agra yang menunjuk ke arah dalam. Ada seseorang yang mengintip. Ia pergi setelah mendapat izin dari Anggara, mendekati anak itu.

Anak itu mengulurkan tangan meminta tangan Agra. 'M-a-i-n b-a-r-e-n-g a-k-u' Agra menurunkan headphone nya lalu tersenyum.

Tubuhnya ditarik hingga mereka ada di tempat yang khusus berisi mainan. Agra bersama anak itu bermain puzzle dan Lego, menyusun semuanya.

"Nama kamu siapa?" Anak itu meminta tangan Agra lagi 'A-r-s-o-n' Agra mengangguk "aku Agra" Arson mengangguk paham.

Mereka bermain dalam diam sebelum pintu terbuka menampilkan Azam yang terkejut melihat Arson. "Astaga, Arson. Tidur sayang. Bukan waktunya untuk main ini" Arson menggeleng.

Anggara menatap Agra lalu bertanya melalui tatapannya. Agra hanya mengangkat bahu, ia juga tidak paham.

"Agra mau tidur juga?" Agra hanya mengangguk, dan mereka berakhir diarahkan ke arah kamar tidur.

Agra melepas jaket dan headphonenya, lalu menidurkan tubuhnya yang lelah. Arson menatap Agra yang sudah terlelap, melirik wajah yang cantik dengan beberapa yang terlihat 'menajam' Arson mengelus pipi Agra sebelum tertidur.

Azam bersama Anggara ada di luar, mereka sedang berbelanja tentu saja. "Beneran nggak papa, Angga? Mamas nggak enak" Anggara tertawa, "iya ambil aja yang mamas mau, biar Angga yang bayar" Azam akhirnya mengambil beberapa liter beras, telur, minyak, dan bahan bahan lainnya.

Anggara hanya melihat lihat sembari menunggu Azam. Dan beberapa kali Anggara menyadari Azam melirik snack yang di pajang.

Ia diam diam mengambilnya lalu membayar itu lebih dulu. Azam kembali ke sisi Anggara setelah menyadari pemuda itu ada di depan kasir.

"Beneran nggak papa?"

Anggara mengangguk, ia mengeluarkan barang barang yang baru dibeli lalu membayarnya.  "Gila, Angga. Makasih banyak banget Ngga" Anggara menggeleng "nggak papa, ini buat bayaran Mamas selama ngerawat Angga" Anggara menyerahkan beberapa juta untuk anak anak yang lain.

Mengingat Azam mengurus ribuan anak tak beruntung, apalagi tempatnya tinggal sangat jauh dari kota membuat rumah itu susah terjaga.

Azam menolak tentu saja, tapi Anggara lebih keras kepala lagi. Azam akhirnya menerimanya, dengan syarat pemuda itu akan terus memberi laporan akan apa saja yang dibeli menggunakan uang itu.

Perjalanan hari ini selesai dan saatnya beristirahat

Panjang banget bjir, baru nyadar Bai bai

Biodata

Nama: Azam
Umur: 30 tahun
TTL: 1/1 ????
Likes: ????
Dislikes: ????

Asa (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang