Seperti biasa sepulang sekolah, Evi mampir dulu ke masjid Al-Karim yang berada di sebelah sekolahnya, untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Prinsipnya sangat kuat, harus sholat di awal waktu, tepat setelah adzan selesai berkumandang.
Saat berada di depan sekolah, ia berhenti sejenak untuk melihat sesuatu yang sedang terjadi tepat di dekat gerbang samping sekolah. Ia melihat ada beberapa siswi yang sedang melempari seorang siswi dengan tepung dan telur. Evi bergidik melihatnya. Dalam hati ia kesal melihat hal itu. Ulang tahun bukan sesuatu yang harus dirayakan. Apalagi kalau dirayakannya dengan hal mubazir seperti itu.
"Evi, mau ke masjid ya?" Tiba-tiba Evi mendengar suara yang ia kenal tak jauh dari tempat ia berdiri. Kiki, teman sekelasnya.
"Eh, iya Ki. Mau ikut?" tanya Evi.
"Nggak ah, aku mau sholat di rumah aja. Lagian, aku mau ke pasar dulu. Beli titipan Ibu." jawab Kiki sambil tersenyum.
"Oh gitu Iya deh." ujar Evi sambil mengangkat bahunya.
"Eh Vi, kamu lihat nggak tuh, ada yang lagi dapet sureprise ulang tahun?" tanya Kiki sambil melirik ke arah kumpulan siswi yang sedang pesta terigu.
"Iya. Mubazir banget deh. Mending terigu sama telornya dibuat dadar." ujar Evi tenang.
"Haha. Tapi seru loh, Vi. Artinya ada yang perhatian sama kita." kata Kiki.
"Seru gimana? Dosa iya." celetuk Evi.
"Duuilee mode Bu Ustadz-nya kambuh lagi euy hehe. Ya udah atuh, aku pamit duluan ya. Sampe ketemu besok." kata Kiki sambil melanjutkan langkah lebarnya.
"Hehe. Oke, hati-hati Ki."
Setelah Kiki pergi, Evi kembali melanjutkan langkahnya menuju masjid.
* * *
Pagi ini, Evi baru tiba di kelas. Ia melihat Kiki dan Safia sedang membaca sebuah buku yang agak besar di mejanya.
"Assalamu'alaikum." sapa Evi sambil duduk di bangkunya, tidak jauh dari Kiki dan Safia.
"Wa'alaikum salam, Evi." sahut mereka tanpa mengalihkan pandangan dari buku besar itu.
"Kok pada serius banget? Ada apa sih?" tanya Evi penasaran saat sedang melepas ranselnya dan meletakkannya di bangkunya.
"Ini lho, Safia disuruh Bu Erna untuk rekap data dari buku ini. Kita mau lihat tanggal lahir anak-anak." ujar Kiki.
"Hmm gitu." kata Evi tanpa mendekati mereka berdua, malah ia segera duduk dan membuka tasnya untuk mengambil buku paketnya.
Beberapa lama kemudian, Safia bersorak seperti menemukan sesuatu.
"Hei, hei Ki. Bentar lagi Evi ulang tahun!" seru Safia, membuat Evi mengalihkan pandangannya ke arah Safia dan Kiki.
"Eh? Mana?" tanya Kiki penasaran, tanpa sadar telah diperhatikan oleh Evi dengan penuh selidik.
"Nih. Evita Syakira Lubis. 22 April 1996." jawab Safia sambil menegok ke arah Evi yang wajahnya mulai linglung.
"Loh memang kenapa kalau bentar lagi aku ulang tahun?" tanya Evi.
"Ngng... Yang pasti kita minta traktir. Ya kan, Saf?" ujar Kiki sambil terkikik.
Evi terdiam. Evi sudah bertekad tidak ingin merayakan ulang tahunnya. Ulang tahun bukan sesuatu yang dirayakan. Seharusnya itu jadi hari di mana ia harus bermuhasabbah, dan mengingat kalau usianya berkurang setahun. Bukan untuk bersenang-senang.
Tapi sulit baginya untuk mejelaskannya pada mereka. Mereka tidak akan mendengar.
"Cieee yang bentar lagi ulang tahun, dapet traktiran ihiw!" ujar Safia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milad
SpiritualUlang Tahun adalah hal yang paling menyenangkan setiap tahunnya bagi setiap orang. Namun, hukum Islam mengenai perayaan Ulang Tahun membuat Evi harus meninggalkan kebiasaan merayakan Ulang Tahun yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Hal yang tidak m...