Chapter 1

13 4 0
                                    

Malam yang gelap di sinari oleh terangnya rembulan di atas langit, angin malam begitu sejuk cocok untuk orang-orang yang ingin menggalau.

Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, waktunya untuk anak anak pergi ke alam mimpi mereka, tapi tidak untuk 1 bocah yang sedang mengendap endap agar tidak ketahuan oleh kakaknya.

Ia berusaha menuju ke kamarnya yang berada di lantai 2 tanpa ketahuan, rumah itu sunyi mungkin mereka belum pulang batinnya, ia terlambat pulang karena keasikan bergosip dengan temannya.

Saat sedang mengendap-endap ia di kejutkan dengan suara berat milik kakaknya.
"Bagus, baru pulang"

Jantungnya berdegup kencang jangan bilang padanya bahwa sang kakak berada di belakangnya, ia pun membalikkan tubuhnya dan mendapati tubuh jangkung sang kakak pertama yang sedang menatapnya tajam.

Keringatnya mulai turun sungguh ia sangat takut setiap kali di tatap dengan tajam oleh kakak pertamanya, ia panik.

"Kenapa baru pulang? Liat udah jam berapa sekarang"

Ia harus jawab apa.
"M-maaf kak, Nafi keasikan ngobrol sama temen Nafi..." ucapnya sembari menundukkan kepalanya, ia sangat takut.

Manggala hanya menatap adiknya tanpa membalas perkataan sang adik, tanpa babibu Manggala mengangkat badan adiknya ala karung beras, yang diangkat hanya bisa pasrah.

"Sekarang tidur, besok pagi jelasinnya"

Aduh bisa bisa dia di omelin oleh kakak kakaknya, terutama kakak ke 5 nya, tolongin dia pls.

...

Matahari menunjukkan sinarnya menerangkan kegelapan malam menjadi terang benderang, sinar matahari memasuki kamar remaja yang sedang tertidur lelap, matanya bergerak tak nyaman karena sinar yang mengusik tidurnya.

Mata cantik itu perlahan terbuka dan mengerjap ngerjapkan matanya, menyesuaikan dengan cahaya matahari yang memasuki kamarnya.

Remaja itu melamun sebentar untuk sekedar mengumpulkan nyawanya yang masih belum terkumpul, rutinitas setiap manusia sehabis bangun tidur mereka pasti akan terdiam sebentar di ranjang mereka masing-masing.

Ia beranjak dari ranjangnya dan berjalan menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap karena ia harus sekolah, butuh 15 menit ia bersiap ia pun keluar dari kamar mandinya dan menuju ke meja belajar untuk menyiapkan tasnya.

Saat sedang memasukkan buku ke dalam tasnya, pintu kamarnya diketuk serta terdengar suara kakaknya yang memanggil dirinya untuk sarapan pagi sebelum berangkat sekolah.

Dengan cepat ia pun membereskan semuanya dan mengendong tas di pundaknya, ia pun keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga satu persatu.

Sesampainya di meja makan ia di sambut oleh kakak kakaknya yang sudah stand by sejak tadi, ia pun duduk di samping kanan dekat dengan kakak pertamanya.

Tampaknya kakak pertamanya masih marah, saat ia sampai disini saja kakaknya itu tak menyapanya sama sekali, ia sedih tapi ini juga karena kesalahannya sendiri.

"Kak Gala... Kakak masih marah ya sama Pian? Maafin Pian ya kak... Pian keasikan ngobrol sama temen sampai lupa waktu, kakak boleh kok hukum Pian tapi jangan cuekin Pian.." ucapnya dengan mata yang sudah berkaca kaca, ia tak suka di abaikan apalagi oleh kakaknya, tak apa jika ia di hukum asal jangan di abaikan.

"Shutt, kakak ga marah kok sama adik, tapi jangan di ulangi lagi ya? Sebagai hukumannya kamu pindah sekolah"

"HAH"

"Aduh Pian bisa ga sih gausah teriak, telinga kakak bisa budeg ni" cerocos remaja di sampingnya, ia adalah kakak ke empatnya, Syam.

"Maap sih, tapi serius kak Pian pindah sekolah? Kok gitu sih, berarti hari ini terakhir Pian sekolah disini dong, yahh gaasik mainnya pindah pindahann, tapi kakak maafin Pian kan?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: 4 days ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Nafian Casey Allaric Where stories live. Discover now